Dahulunya penduduk pantai barat Minangkabau terbagi dalam 4 suku yaitu suku Bodi, Tjaniago, Koto dan Piliang, dari situlah kemudian muncul suku-suku lain, yang walaupun salah, disebut juga sebagai suku. |
Dahulunya penduduk pantai barat Minangkabau terbagi dalam 4 suku yaitu suku Bodi, Tjaniago, Koto dan Piliang, dari situlah kemudian muncul suku-suku lain, yang walaupun salah, disebut juga sebagai suku.
keluarga dari empat suku asal nenek moyang asli berada di kawasan yang sama dan yang tertua di masing-masing keluarga tersebut adalah kepala .
Namun hal ini harus segera berubah ketika keluarga-keluarga tersebut bertambah banyak, dan terutama ketika muncul kebutuhan akan pemukiman baru untuk memenuhi kebutuhan penghidupan mereka.
Dengan perluasan ini, ikatan antar keluarga berangsur-angsur berkurang dan hanya tersisa nama yang sama, sehingga hubungan darah lama tetap teringat. Konsekuensinya adalah setiap keluarga, setiap boeah parut yang anggotanya semakin bertambah jumlahnya, berpisah dan menempatkan diri di bawah kepemimpinan khusus nenek moyang masing-masing garis keturunan.
Jika tidak ada perselisihan yang menjadi alasan pemisahan tersebut, atau jika kelebihan penduduk tidak memaksa masyarakat untuk menetap di tempat lain, maka keluarga-keluarga tersebut, meskipun masing-masing diwakili oleh seorang tetua, tetap bersama, dan kepala gabungan dari semua boeah paroet dalam suku yang sama., membentuk pemerintahan sukkoe. Kepala-kepala ini diberi nama panghoeloe (dari kata oeloe : pertama) boeah paroet sedangkan kepala dari suku tertua dari semua keluarga dalam satu sukkoe yang sama lebih khusus disebut dengan nama panghulu putjuk atau putjuk aur.
Belakangan para panghoeloe boeah paroet disebut juga panghoeloe kampoeng (kampoeng artinya kumpulan), diberi nama umum "PANGHOELOE ANDIKO" (martabat turun-temurun), karena gelarnya tetap turun-temurun. Secara tradisional, administrasi sukkoe berada di tangan lebih dari satu orang dan tidak ada kepala sukkoe yang diketahui mewakili seluruh soekoe.
Negeri Kampar
Bermula dari kedatangan 44 andiko (kepala kekerabatan/keluarga) asal Menangkabau migrasi ke Kampar.
Empat di antaranya adalah yang paling utama menetap di :
- Kota Lawas;
- Moengkar (saat ini berada di 50 kota)
- Mahi dan
- Moeara Takoes
Negeri yang terakhir dipimpin oléh Datoek di Balei.
Para Andiko lainnya menyebar terpisah. Tempat tinggal mereka disebut Kota dan dibeberapa kota ada ada terdapat dua andiko. Mereka disebut "putjuk andiko", yang merupakan andiko pertama."
Apabila terjadi perselisihan di antara mereka, maka diserahkan kepada Datoek di Balei yang didirikan sebagai andiko di Moeara Takoes. Karena segala sesuatu terkait hukum (Undang) ditetapkan bersama di sana, maka Moeara Takoes dijuluki sebagai Telaga Oendang.
Jika keputusan Datoek di Balei tidak memuaskan para pihak, ia kemudian meminta saran dan bantuan dari tiga wakil ketua yang berdiam di Kota Lawas, Moengkar dan Mahi.
Moeara Takoes, sebagai tempat kedudukan Datoek di Balei, adalah tempat utama di Kampar dan daerah - daerah lainnya disebut dengan nama Toengkoe Nan Tiga :
1. Moeara Takoes yang menerapkan adat istiadat lama bersama Kota Lawas, Moengkar dan Mahi disebut juga sebagai "Ampat nènèk", yaitu empat nenek moyang."
2. Tandjong yang secara adat mengikuti Tapoeng sebagai pamannya terdiri dari tiga negeri : Sungai Landei, Si Kidjang dan Kota Batak Tapoeng Kanan yang wilayahnya terletak di sepanjang sisi kanan kedua sungai Tapoeng.
3. Goenoeng Malelo, secara adat bergabung dengan cekungan dua sungai Rokan (Rokan kanan dan Rokan kiri).
Kampar juga terdiri dari tiga bagian yang disebut “Kaboeng Ajer”, yaitu bagian daerah tangkapan suatu sungai.”
Ketiga Kaboeng tersebut adalah:
1. Kampar toengkoe nan tiga, terdiri dari Moeara Takoes, Tandjong dan Goenoeng Malelo, serta negri-negeri yang dibuat atau ditambahkan kemudian : Goenoeng Bongsoe, Tabing, Si-Beroewang.
2. Kampar nan VII Kota, yaitu :
Poelu Gedang, Tandjoeng Alei, Batu Besoerat, Kota Tengah, Binamang, Pungkei dan Kota Toewa.
3. Kampar nan V Kota :
Koewo, Salo, Bangkinang, Ajer Tiris, dan Roembio.
Kampar nan VII Kota pada suatu saat hanya terdiri dari enam Kota dimana Binamang mengalami kemunduran sedemikian rupa sehingga bubar, namun kini kembali disebut sebagai negri tersendiri. Oleh karena itu, tanah yang sebenarnya berisi enam negeri atau Kota ini disebut juga nan VI Kota, dan digabungkan dengan Kampar toengkoe nan III yang berisi enam negeri, kini menjadi satu Laras yang disebut Kampar nan XII Kota, di bawah pemerintahan Datoek di Balei.
Jika ada perselisihan yang timbul di antara orang-orang negri yang termasuk dalam ketiga Kaboeng atau hal-hal yang bersifat kepentingan umum perlu dibicarakan, para kepala soekoe akan bertemu di Moeara Mahi.
Perbatasan seluruh wilayah yang disebut Kampar dengan daerah hilir adalah tempat aliran sungai-sungai yang bermuara ke laut yaitu Sungai Kampar, Sungai Siak, dan Sungai Rokan.
Semuanya meliputi Kampar Kanan, Kampar Kiri, Tapoeng Kanan, Tapoeng Kiri, Rokan Kanan dan Rokan Kiri. Secara kolektif disebut tanah adat atau tanah andiko, berbeda dengan Siak yang merupakan tanah beraja, yakni suatu kerajaan.
Andiko Kampar telah lama menjalin persahabatan Sulthan Siak.
Meskipun Siak tidak pernah menaklukkan negeri itu, pentingnya keamanan masyarakat di Pantai Timur Sumatera membuat suku Andiko tetap berhubungan baik dengan Siak, tanpa mengakui Kedaulatan Sulthan di wilayah mereka.
Oleh karena itu saat Sulthan ingin berunding secara adat dengan datoek atau andiko maka dia pergi ke Pekan Baru yaitu tempat yang disepakati untuk pertemuan dan diakhiri dengan pertukaran cendera mata.
Gambaran hubungan antara Kampar dan Siak dapat dilihat dari istilah / kata kata :
"Raja berada di Siak, Jang Pituan di Gunung Idjoe (pegunungan hijau, Menangkabau, dari mana mereka berasal). Di daerah daerah rendah kita mengenal raja, di Kampar kita mengenal andiko.
Di Tapoeng mereka berkata:
“Radjanya ada di Siak, kita berteman dengan Rokan, junjungannya ada di Kota Intan.” , tetapi Tapoeng tidak berada langsung di bawah Kota Intan, sepertinya Tapoeng merupakan bagian dari bekas lanskap Koento bersama Kota Intan dan Kota Lama; Lagi pula, ketika jang pituan Kota Intan atau Kota Lama meninggal atau mengundurkan diri, pemerintahan di sana diambil alih oleh Datoek Tarono, andiko dari Tandjong Alam di Tapoeng sampai mayoritas pemilih menyetujui pilihan penggantinya.
Pada 200 tahun yang lalu sudah terjalin hubungan persahabatan antara pemerintah East India Company di Malaka dan negara Kampar. Pada tanggal 14 Januari 1676, kontrak dibuat di Malaka dengan Kabon, Giti dan Kota Rana, di bawah Tapoeng Kiri, dan pada tanggal 30 [?] 1686 dengan Ajer Tiris, Bangkenang, Salo dan Koewo (V Kota) untuk penyediaan timah.
Setelah perang di Tamboesei, dan ketika Belanda telah menetap di Daloe Daloe, Tapoeng Kanan dan Tapoeng Kiri disatukan dalam sebuah laras, di bawah pimpinan bernama Sulthan Ibrahim galar Datoe Bandahara Moeda, andiko dari Tandoen, kampung induk.
Tapoeng kemudian bergabung dengan Rokan, Pandalian, Kota Intan, Kota Lama, Djipang Kanan, Djipang Kiri dan Lapik (Mapat Toengguel) di bawah Residen Rau.
Tidak lama kemudian keadaan berubah ketika Rau ditetapkan menjadi daerah asisten residen di Dataran Tinggi Padang.
Pengaturan ini masih berlaku sampai tahun 1845. Pada tahun tersebut menurut laporan, negri Si Layan, Rokan, Pandalian dan Tapoeng sedang membentengi Moeara Takoes dan Poengkei, maka Residen Padang Highlands memerintahkan Gubernur Sipil di Rau untuk memperingatkan negeri2 taklukan bahwa mereka bukanlah musuh "Berikan tempat tinggal kepada Pemerintah ".
Hal ini mengacu pada pimpinan gerakan tersebut "Hadji Kandil" dari Rau, salah satu sisa terakhir perlawanan padri, yang dari waktu ke waktu menggerakkan perlawanan di negeri-negeri Timur. Pada saat yang sama Residen menyatakan hadji sebagai penjahat dan memberikan hadiah sebesar ƒ100 dalam bentuk perak untuk ekstradisinya.
* TIJDSCHRIFT VOOR NEDERLANDSCH INDIË - 1873
* aan het rapport van het lid van den Raad van Nederlandsch-Indië, belast met eene zending naar die Regentschappen door O. VAN REES - 1877
*Ditulis Oleh: Marjafri : founder dan ketua Komunitas Anak Nagari
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »