Luhut Benar! Tunda PPN 12%, Prabowo Selamatkan Warga RI dari Kejatuhan

Luhut Benar! Tunda PPN 12%, Prabowo Selamatkan Warga RI dari Kejatuhan
Ketua DEN, Luhut Binsar Panjaitan memastikan, Presiden Prabowo Subianto akan menunda kenaikan tarif PPN menjadi 12% pada tahun depan.
BENTENGSUMBAR.COM
- Kabar yang melegakan datang dari Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Panjaitan. 

Dia memastikan, Presiden Prabowo Subianto akan menunda kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% pada tahun depan.

Menurut Luhut, pemerintah akan terlebih dahulu memberikan berbagai kebijakan stimulus untuk mendongkrak ekonomi masyarakat. 

Stimulus itu ia sebut akan diberikan dalam bentuk subsidi listrik dengan skema nontunai.

"Jadi, ya hampir pasti diundur, biar dulu jalan tadi yang ini (subsidi listrik)," kata Luhut di kawasan TPS 4, Jakarta Selatan, seusai mencoblos Pilkada 2024, dikutip Kamis (28/11/2024).

Dia mengungkapkan pemerintah saat ini masih mengodok perihal stimulus tersebut. 

Stimulus dalam bentuk subsidi ini dimaksudkan untuk menjaga ekonomi masyarakat yang tidak mampu agar tidak terus jatuh ke jurang kemiskinan.

"Jadi, sebelum itu jadi, harus diberikan dulu stimulus kepada rakyat yang ekonominya susah, mungkin lagi dihitung dua bulan, tiga bulan, supaya jangan jatoh," ucap Luhut.

Sebagaimana diketahui, kenaikan PPN menjadi 12% merupakan amanat yang ada dalam UU HPP yang telah disahkan Presiden Jokowi pada Oktober 2021. Aturan ini memerintahkan PPN naik menjadi 11% pada April 2022 dan dilanjutkan dengan kenaikan menjadi 12% paling lambat 1 Januari 2025.

Rencana kenaikan PPN ini mendapatkan penolakan dari kalangan ekonom maupun pengusaha. Dengan kenaikan ini, Indonesia akan menjadi segelintir negara dengan tarif PPN paling tinggi di Asean.

Para ekonom dan pengusaha khawatir, kenaikan ini akan semakin menekan daya beli masyarakat yang belum pulih dari pandemi COVID-19.

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI pun telah menegaskan bahwa Presiden Prabowo memiliki wewenang untuk menunda kenaikan PPN menjadi 12% pada tahun depan.

Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Dolfie O.F.P menjelaskan penundaan penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12% tidak perlu mengubah Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Dia mengatakan ketentuan tersebut sebenarnya sudah diatur dalam UU HPP.

"Undang-undang pajaknya enggak perlu diubah. Karena di undang-undang itu sudah memberikan amanat ke pemerintah. Kalau mau turunin tarif boleh, tapi minta persetujuan DPR," kata Dolfie.

Dia pun mengatakan ketentuan mengenai penundaan tanpa merombak UU itu tercantum dalam Pasal 7 UU HPP. Dalam Pasal 7 Ayat (3) disebutkan pemerintah bahkan boleh mengubah ketentuan PPN menjadi paling rendah 5% dan paling tinggi 15% melalui Peraturan Pemerintah (PP).

Sebelumnya, Ketua Umum Gabungan Produsen Makanan Minuman Indonesia (GAPMMI) Adhi S Lukman mengatakan, kenaikan PPN akan berdampak besar pada rantai pasok, serta kenaikan bahan baku dan biaya produksi.

"Ujungnya akan terjadi kenaikan harga jasa/produk, yang melemahkan daya beli masyarakat, sehingga utilitas penjualan tidak optimal. Terlebih pada produk pangan yang sangat sensitif terhadap harga, masyarakat akan mengerem konsumsinya. Hal ini akan memperlambat laju konsumsi rumah tangga," kata Adhi dalam keterangan resmi diterima CNBC Indonesia, Senin (25/11/2024).

Padahal, imbuh dia, konsumsi rumah tangga adalah penopang pertumbuhan ekonomi RI dengan berkontribusi sebesar 53,08% terhadap PDB nasional. Dan, ujarnya, saat ini sedang menunjukkan tren pelemahan.

GAPMMI berharap pemerintah akan memilih langkah lain untuk meningkatkan penerimaan negara.

"Misal dengan menerapkan ektensifikasi PPN yang masih berpotensi besar, dibandingkan menaikkan tarif. Apalagi sangat dimungkinkan dalam UU 7/2021 pasal 7 ayat 3 menyatakan Tarif Pajak Pertambahan Nilai dapat diubah menjadi paling rendah 5% dan paling tinggi 15%," paparnya. (*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »