Blak-blakan, Ketua PBNU Bantah Kabar Cuma Syi'ah yang Berani Serang Israel

Blak-blakan, Ketua PBNU Bantah Kabar Cuma Syi'ah yang Berani Serang Israel
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Yahya Cholil Staquf membantah kabar hanya kelompok Syi'ah yang berani menyerang Israel.
BENTENGSUMBAR.COM
- Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Yahya Cholil Staquf membantah kabar hanya kelompok Syi'ah yang berani menyerang Israel. 

"Kita tahu bahwa ini mulainya dari di Gaza antara Israel dengan para pejuang Palestina yang menuntut hak di sana," ujarnya, di Gedung PBNU, Jakarta Pusat, Kamis (18/4/2024).

"Karena berkepanjangan, lalu lama-lama ada dari Yaman terlibat, kemudian sekarang dari Iran terlibat, dan seterusnya," sambung dia.

Menurut Yahya peristiwa perang ini sudah seperti hukum alam jika konflik dibiarkan pasti akan meluas.

"Jadi ini bukan Syi'ah atau Sunni, ini soal konsekuensi dari konflik yang berkepanjangan itu pasti meluas. Habis ini, kalau tidak segera dihentikan, stop begitu saja, ini yang lain pasti akan ikut-ikutan," ungkapnya.

Ada banyak ketakutan membuka ruang bagi kelompok-kelompok radikal dan kelompok teroris di Timur Tengah akan bangkit lagi.

"Punya momentum untuk melakukan sesuatu, nah ini berbahaya sekali, sangat berbahaya. Pokoknya tidak ada jalan untuk mencegah kerusakan lebih besar selain berhenti sekarang juga," tandas dia. 

Yahya mengambil sikap atas perang yang terjadi antara Iran dan Israel dengan mendesak agar melakukan gencatan senjata. 

Semula dia menjelaskan konflik di Timur Tengah antara Iran dan Israel merupakan kelanjutan dari konflik yang terjadi sejak Oktober 2023.

"Makanya NU sama dengan pemerintah RI menuntut, mendesak gencatan senjata segera, mendesak dihentikannya kekerasan segera saat ini juga," jelas dia.

Sebelumnya, Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta Prof Al Makin menganggap Indonesia bisa menjadi mediator atau penengah agar eskalasi konflik Iran-Israel tidak semakin meruncing.

"Indonesia saya kira bisa menjadi penengah yang baik untuk mereka saling berdiskusi di atas meja, tidak di medan perang," kata Al Makin dalam keterangannya di Kampus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Sleman, D.I Yogyakarta, Rabu (17/4/2024).

Dia kembali menekankan Indonesia memiliki cukup modal untuk ikut mendinginkan suasana di Timur Tengah sehingga perang kedua negara tersebut tidak makin tereskalasi.

"Karena kita punya budaya saling memaklumi yang tinggi, budaya musyawarah, toleransi, dan budaya moderasi secara alami," ungkapnya. 

Indonesia nantinya dapat menempuh dua model diplomasi, yakni diplomasi yang dijalankan pemerintah dan non-pemerintah untuk meredam ketegangan di Timur Tengah. 

"Indonesia bisa berperan ganda itu, satu secara diplomasi mungkin pemerintah bisa memainkan peran mediator, karena saya kira Iran juga sangat hormat sama Indonesia dan hubungan Indonesia dengan Iran saya kira baik," jelas dia.

Adapun diplomasi non-pemerintah maka dapat dimainkan oleh masyarakat, LSM, akademisi, hingga organisasi Islam seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. 

"Organisasi Muslim terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah bisa mempunyai peran membangun perdamaian secara 'citizen to citizen'. Warga dengan warga," kata dia. 

Meski demikian, dia mewanti-wanti agar di dalam negeri masyarakat tidak mudah terprovokasi dengan situasi konflik di Timur Tengah yang sedang memanas, terlebih tanpa memahami persoalan secara mendalam.

"Biasanya kalau sudah perang itu fenomenanya jadi global. Di dalam negeri kita justru terpengaruh seperti isu Palestina, atau isu-isu yang lain sehingga kita tidak memahami secara utuh apa yang terjadi, kita ikut-ikutan baik kelompok kanan maupun kelompok kiri," imbuh dia.

Artinya masyarakat bisa akan mudah terhasut, alih-alih menyumbangkan solusi strategis karena tanpa memahami secara utuh.

"Langkah kita harus betul-betul strategis. Jangan sampai hanya terprovokasi dan ikut hasutan sana-sini. Saya kira ini sangat penting untuk mempelajari sebaik-baiknya," tuturnya.

Sebelumnya, Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi menyerukan sikap menahan diri atau deeskalasi konflik di Timur Tengah, ketika melakukan pembicaraan telepon dengan Menlu Iran Hossein Amir-Abdollahian pada Senin (15/4/2024).

Selain itu, Retno juga telah berbicara dengan mitra-mitra di Arab Saudi, Yordania, Mesir, Uni Emirat Arab, Turki, Belanda, dan Jerman guna mendesak negara-negara tersebut agar menggunakan pengaruhnya untuk meredakan ketegangan di kawasan menyusul memanasnya konflik Iran-Israel.

Sumber: TvOne 

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »