Sejumlah pimpinan lembaga dan tokoh kebudayaan di Sumatera Barat, desak gubernur untuk meminta DPRD Sumbar menunda pengesahan Ranperda tentang Pemajuan Kebudayaan Daerah, Pelestarian Cagar Budaya dan Pengelolaan Museum. |
"Sebagian besar dari kami diundang dalam serangkaian pembahasan, baik itu dalam bentuk penampungan aspirasi hingga FGD serta pembahasan di DPRD. Sayangnya, nyaris tak ada perubahan sesuai masukan yang telah disampaikan," ungkap Koordinator Relawan Pemajuan Kebudayaan Sumbar, Viveri Yudi, Rabu.
Hal itu disampaikan Viveri Yudi usai Relawan Pemajuan Kebudayaan Sumbar berdialog dengan Gubernur Sumbar, Mahyeldi di istana gubernuran, Rabu pagi. Gubernur tampak didampingi Kadis Kebudayaan Sumbar, Jefrinal Arifin dan sejumlah staf.
Disebutkan Mak Kari, demikian Viveri Yudi karib disapa, kesalahan mendasar dari Ranperda ini sudah ada sejak dari Pasal 1 yang isinya menjelaskan definisi-definisi tentang pokok-pokok Ranperda.
Seperti, yang termuat dalam Pasal 1 angka angka 28 yang menjelaskan tentang defenisi "Kebudayaan Daerah adalah ragam budaya yang hidup dan tumbuh di wilayah administratif Provinsi Sumatera Barat."
"Jika defenisinya dibatasi dalam ruang lingkup pada ragam budaya yang hidup dan tumbuh, menafikan masyarakat di Provinsi Sumbar dengan kebudayaan Minangkabau," ungkap Mak Kari.
Mak Kari kemudian membandingkannya dengan Perda DKI Jakarta No 4 Tahun 2015 tentang Pelestarian Kebudayaan Betawi.
"Perda di ibu kota negara saja, dengan jelas menyebut Kebudayaan Betawi yang akan diaturnya," tegas dia.
Pembanding selanjutnya, Perda DIY No 4 Tahun 2011 tentang Tata Nilai Budaya Yogyakarta.
Dijelaskan dalam Pasal 1 angka 7, "Tata Nilai Budaya Yogyakarta adalah tata nilai budaya Jawa yang memiliki kekhasan semangat pengaktualisasiannya berupa pengerahan segenap sumber daya (golong gilig) secara terpadu (sawiji) dalam kegigihan dan kerja keras yang dinamis (greget), disertai dengan kepercayaan diri dalam bertindak (sengguh), dan tidak akan mundur dalam menghadapi segala resiko apapun (ora mingkuh)."
"Perda DI Yogyakarta ini, jelas menerangkan kebudayaan yang dimaksud adalah Budaya Jawa. Nah, di kita kabur saja," ungkap Mak Kari.
Menurut Mak Kari, defenisi tentang kebudayaan itu telah disampaikan berulang kali dalam setiap kesempatan pembahasan. Tapi, merujuk draft Ranperda yang diterima per tanggal 18 Maret 2024, redaksionalnya tak kunjung berubah.
"Seharusnya, defenisi Kebudayaan Daerah Sumatera Barat adalah kebudayaan Minangkabau dan kebudayaan lainnya yang tumbuh dan berkembang di Sumbar," terangnya.
"Budaya Minangnya yang utama, tapi kita tetap menghormati kebudayaan lain yang tumbuh dan berkembang di Sumbar," terangnya.
"Jadi, kita tak mengulangi lagi kekeliuran dalam UU tentang Provinsi Sumbar yang mendapat penolakan dari elemen masyarakat yang hidup di tanah Minangkabau ini," terangnya.
Yang lebih mengkhawatirkannya, ungkap Mak Kari, ketika merujuk Pasal 2 yang memuat azas dari Pemajuan Kebudayaan Daerah. Pada angka 1 huruf (h), Kebebasan berekspresi dijadikan asas.
"Kebebasan berkespresi ini dalam konteks kebudayaan, akan jadi sangat lentur pemahamannya."
"Sementara, Sumbar ini kebebasannya itu tentu terikat dalam kerangka filosofi adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah (ABS-SBK) sebagaimana poin a pada bagian menimbang di Ranperda ini," tegas Mak Kari.
3 Alasan Penundaan Pengedahan Ranperda Pemajuan Kebudayaan Daerah:
1. Setelah mencermati pasal-pasal yang terkait dengan pemajun kebudayaan, pelestarian cagar budaya dan pengelolaan musuem, secara substantif tidak mencerminkan bahkan bertentangan dengan nilai-nilai yang diterakan pada konsideran menimbang huruf a dan mengingat angka 5.
2. Mengingat materi pokok dari Perda ini menyangkut eksisten, marwah dan jati diri Sumatera Barat serta dampaknya terhadap kelestarian nilai-nilai budaya, maka kami mendesak agar Ranperda ini dibahas lebih komprehensif dan holistik.
3. Untuk penyempurnaan Ranperda ini, kami siap untuk berpartisipasi dalam tindak lanjut pematangan Ranperda dimaksud dengan masukan konstruktif yang lebih kongkrit dan detil.
Tiga desakan pada gubernur ini, ditandatangani dan stempel basah oleh berbagai elemen Relawan Pemajuan Kebudayaan Sumbar.
Relawan ini terdiri dari sejumlah ketua lembaga adat di Sumbar, seniman serta akademisi kebudayaan dari berbagai perguruan tinggi.
Yang membubuhkan tandatangan di antaranya Ketua MUI Sumbar, Gusrizal Gazahar, Amril Amir (ketua harian LKAAM Sumbar), Puti Reno Raudha Thaib (Ketua Bundo Kanduang Sumbar), Zaitul Ikhlas Saad (ketua Bakor KAN Sumbar), Yulizal Yunus (Ketua Pusat Studi Islam dan Adat Minangkabau).
Kemudian, Hanafi Zein (Ketua YSAN), Syarifuddin Arifin (ketua ZKNI), Zamzami Ismail (presedium FPSSB), Eri Mefri (seniman Nan Jombang Dance), Viveri Yudi (Ketua Lembaga Seni Budaya PW Muhamadiyah Sumbar).
Selanjutnya, Rizqa Gumilang (ketua YTNT), Surya Selika (direktur Suri), Jawahir (ketua BIJO Literasi Tradisi Minangkabau), M Hasan (ketua masyarakat pelaku seni tradisi), Chairullah (ketua komunitas Suaka Luhung Naskah), Hasnawi (Mapelsentra Padang).
Juga ada nama Prof Indra Yudha (akademisi kebudayaan), Hermawan (akademisi kebudayaan), Sri Setyawati (akademisi kebudayaan), Wannofri Samry (akademisi kebudayaan), Hasanuddin Dt Tan Patih (akademisi kebudayaan).
Sementara, tokoh yang menyatakan ikut mendukung tapi belum sempat menandatangani yakni Emeraldy Chatra (ketua Masyarakat Adat Minangkabau), Nasrul Azwar (Sekjen AKSI), Prof Harris Effendi Thahar (akademisi kebudayaan).
Kemudian, Prof Ermanto (akademisi kebudayaan), Abdullah Khusairi (akademisi kebudayaan), Mahatma Muhammad (akademisi kebudayaan) dan Sheiful Yazan (akademisi kebudayaan).
"Kami dengan rendah hati meminta pemerintahan daerah (gubernur dan DPRD), mau mendengar aspirasi ini demi kelestarian kebudayaan Minang yang jadi tujuan utama diusulkannya Ranperda yang jadi inisiatif DPRD periode 2019-2024 sejak tahun 2023 lalu," ungkap Mak Kari.
Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Pokok - Pokok Kebudayaan Sumatera Barat resmi menjadi Ranperda Usul Prakarsa Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Penetapan Ranperda tersebut dilakukan melalui rapat paripurna DPRD Provinsi Sumatera Barat, Senin (30/1/2023).
Diketahui, Ranperda ini awalnya dinamai Pokok-Pokok Kebudayaan Sumatera Barat yang merupakan inisiasi DPRD melalui Komisi V.
Namun, Ranperda yang sudah masuk ke dalam Program Pembentukan Daerah (Propemperda) tahun 2023 itu, kemudian mengalami perubahan nama jadi Ranperda tentang Pelestarian dan Pemajuan Kebudayaan Daerah. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »