LAKSAMANA: Membajak Tokoh Politik, Belum Tentu Dapat Merebut Suara Pemilih Lokal

Direktur LAKSAMANA, Samuel F. Silaen mengatakan, satu tokoh politik pusat belum tentu bisa mempengaruhi pilihan warga lokal secara 'mayoritas'.
Direktur LAKSAMANA, Samuel F. Silaen mengatakan, satu tokoh politik pusat belum tentu bisa mempengaruhi pilihan warga lokal secara 'mayoritas'.

BENTENGSUMBAR.COM - Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Studi Masyarakat dan Negara (LAKSAMANA), Samuel F. Silaen mengatakan, satu tokoh politik pusat, misalnya presiden belum tentu bisa mempengaruhi (meng- grab) pilihan warga lokal secara 'mayoritas'.

"Seperti daerah Sumatera Barat dan seterusnya tetap saja pusat tidak bisa berbuat banyak dengan pengaruh elite tokoh politik daerah atau lokalnya," katanya melalui pernyataan tertulis kepada BentengSumbar.com, kemaren.

Dikatakan Silaen, suara pemilih partai politik untuk Capres tidak bisa hanya diatur lewat gerbong 'koalisi' tok. Partai politik selain menang Capres- cawapres yang tidak kalah penting juga menang ditingkat parlemen Pusat dan Daerah. 

"Kita sering mendengar dan melihat keputusan koalisi partai politik pusat tak didukung oleh basisnya ditingkat lokal atau daerah tertentu, karena berseberangan dengan kekuatan politik lokal," cakapnya.

Artinya soal pilihan suara konstituen untuk tingkat nasional (DPR RI) lebih dititik-beratkan pada tokoh- tokoh yang 'menasional' beda halnya ditingkat lokal atau wilayah diserahkan kepada tokoh elit lokal itu sendiri.

"Untuk Pilpres tidak bisa hanya dimenangi oleh hanya kekuatan partai politik tapi harus berikut figur capres, ujung tombaknya aleg atau caleg ditempat yang bersangkutan sangat berperan penting, "jelas Silaen.

Perlu diketahui bahwa basis 'konstituen' itu dirawat oleh tokoh elit lokal contohnya Anggota Legislatif (Aleg) dan tokoh masyarakat. Jika melawan arus 'bawah' hanya karena koalisi capres maka takutnya Caleg yang bersangkutan tidak lolos ke legislatif dimana dia berjibaku. 

"Ini tergantung pada adat istiadat dan kekerabatan suku diwilayah tersebut, "ungkap mantan tenaga ahli fraksi DPR RI 2004- 2009 itu.

Caleg dilokal/ daerah tersebut lebih fokus pada keterpilihan dirinya, apalagi bila koalisi partai politik ditingkat nasional (pusat) tidak sama dengan kekuatan basis politik lokal. 

"Kata kasarnya koalisi Capres partai politik dipusat tidak sama dengan kondisi politik lokal maka tentu menyulitkan caleg yang bertarung dilokal tersebut demikian sebaliknya, "beber mantan fungsionaris DPP KNPI itu.

"Maka pilihan caleg seperti simalakama, fokus pemenangan capres atau amankan posisi Calegnya! Oleh karena daerah tertentu yang basis kepentingan politiknya tidak serta merta bisa sama dengan koalisi partai politik ditingkat pusat, bila sama maka menguntungkan caleg ditingkat lokal atau daerah tersebut, "sebut Silaen.

Makanya slalu ada saja ketidak-sinkronan antara koalisi capres partai politik dengan basis politik ditingkat lokal, makanya tokoh elit lokal yang tarung sebagai caleg lebih condong mengekor gelombang politik lokal agar dapat terpilih. 

"Inilah gambaran umum kondisi politik lokal jika berbeda koalisi partai politik untuk dukung Capres, "tutur alumni Lemhanas Pemuda 2009 itu.

Sedapat mungkin koalisi partai politik memilih Capres yang sama dengan basis pendukungnya.

"Bila tidak? yang terjadi sebaliknya maka Caleg DPRD propinsi atau kabupaten/ kota tidak se- irama dengan koalisi Capres partai politiknya, maka rakyat Indonesia tidak bisa juga diarahkan 100% mendukung Capres yang satu koalisi partai politik tersebut, "imbuhnya.

Lanjut sampai disini, suara pemilih di beberapa wilayah tidak selaras dengan pusat yang misalnya bergabung di koalisi A, tapi suara pemilih memilih Capres B. 

"Ini tergantung pada daerah- daerah tertentu. Misalnya Jawa Barat, Sumatera Barat yang 'dominan' akan berbeda dengan pilihan Caleg atau Capresnya, "tandasnya. (*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »