BENTENGSUMBAR.COM - Ketua DPD Lanyalla Mahmud Mattalitti menyampaikan wacana MPR menjadi lembaga tertinggi dan memilih Presiden.
Politikus senior PDIP Hendrawan Supratikno mengaku terkejut dengan pernyataan dari Lanyalla itu.
"Ketua DPD menyampaikan pernyataan, yang menurut saya terlalu keras dan agak prematur, bahwa Konstitusi kita sudah meninggalkan Pancasila," kata Hendrawan, saat dihubungi, Rabu (16/8/2023).
"Banyak pihak terkejut dengan pernyataan demikian di forum sidang bersama DPR dan DPD tadi," katanya.
Dia mengatakan pemilu bisa diubah dan diperbaiki jika dalam pilpres langsung dinilai ada kekurangan hingga biaya politik mahal.
"Terkait penyelenggaraan pemilu, yang disampaikan ada benarnya. Itu yang membuat kami menyampaikan strategi mitigasi dengan mengusulkan sistem proporsional tertutup," ucapnya.
Menurut Hendrawan, demokrasi di Indonesia menghadapi tantangan kampanye yang mahal.
Dia setuju soal perlu adanya perbaikan-perbaikan dalam gelaran pemilu ke depan.
"Demokrasi kita sekarang memang berbiaya mahal (high-cost democracy). Bahkan ada yang menyebut demokrasi transaksional-kriminal. Ini tantangan kepada kita untuk terus melakukan perbaikan ke depan," katanya.
Ketua DPD RI Lanyalla Mahmud Mattalitti bicara soal proposal kenegaraan, yakni menjadikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara lagi dan berhak memilih serta melantik presiden.
Lanyalla mengatakan pemilu justru melahirkan politik kosmetik yang mahal.
Hal ini disampaikan Lanyalla dalam sidang tahunan MPR dan sidang bersama DPR/DPD RI tahun 2023 di gedung MPR/DPR/DPD RI, Senayan, Jakarta, Rabu (16/8). Presiden Joko Widodo (Jokowi) turut hadir dalam acara sidang tahunan.
Lanyalla mulanya menyinggung keputusan Sidang Paripurna DPD RI tanggal 14 Juli 2023, yang salah satunya mengusulkan mengembalikan MPR sebagai Lembaga Tertinggi Negara. Dia mengajak berbagai pihak menghentikan kontestasi politik yang menurutnya diraih dengan cara liberal.
"Mari kita hentikan kontestasi politik yang semata-mata ingin sukses meraih kekuasaan dengan cara liberal. Karena telah menjadikan kehidupan bangsa kita kehilangan kehormatan, etika, rasa dan jiwa nasionalisme serta patriotisme," kata Lanyalla.
Menurut Lanyalla, pemilihan presiden secara langsung oleh rakyat malah melahirkan politik kosmetik yang mahal.
Dia menilai proses pemilihan pemimpin sekadar bermodalkan popularitas.
"Pemilihan Presiden secara langsung yang kita adopsi begitu saja, telah terbukti melahirkan politik kosmetik yang mahal dan merusak kohesi bangsa. Karena batu uji yang kita jalankan dalam mencari pemimpin nasional adalah popularitas yang bisa difabrikasi," ujarnya.
Lanyalla lalu menyinggung elektabilitas bakal calon presiden (bacapres) potensial yang menurutnya menggiring publik melalui angka-angka.
Dia mengkritik proses pilpres karena rakyat disodorkan realitas politik yang telah didesain.
"Begitu pula dengan elektabilitas yang bisa digiring melalui angka-angka. Lalu disebarluaskan oleh para buzzer di media sosial dengan narasi-narasi saling hujat atau puja-puji buta. Dan pada akhirnya, rakyat pemilih disodori oleh realita yang dibentuk sedemikian rupa," katanya.
Sumber: detikcom
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »