JIKA pertandingan sepakbola antara Indonesia melawan Argentina kembali digelar, dapat dipastikan Indonesia akan kalah. Namun kalau pun harus kalah, kita pasti berharap selisih gol nya tidak terlalu banyak. Pertandingan olahraga atas nama negara selalu akan mampu membuat rakyat bersatu. Demikianlah perasaan kolektif bangsa Indonesia saat Ellyas Pical merajai tinju profesional kelas bantam dunia. Rakyat selalu setia menunggu pertandingannya, hingga jutaan pasang mata akan melotot di depan layar kaca hitam putih saat itu. Namun ketika Ellyas Pical dikalahkan KO oleh Khaosai Galaxy, petinju asal Thailand tidak sedikit rakyat yang menangis hingga banyak orang kehilangan selera makan.
Olahraga memang mampu mempengaruhi perasaan rakyat dan menjadi ekspresi nasionalisme paling nyata. Kecintaan terhadap bangsa dan negara berkobar setiap kali menyaksikan pertandingan olahraga antar negara. Sayangnya organisais olahraga, termasuk sepakbola kebanyakan dipimpin orang- orang yang tidak kompeten, termasuk para elit politik dan orang- orang brengsek.
Ribut Tentang JIS, Bukan Soal Prestasi
Presiden FIFA Gianni Infantino mengumumkan kembali Indonesia diberi kesempatan sebagai tuan rumah pertandingan sepakbola piala dunia FIFA U-17. Melalui sidang dewan di markas besar FIFA Jenewa, Swiss, Jumat (23/6/2023), Indonesia resmi mengantikan Peru sebagai tuan rumah Piala Dunia U-17 2023.
Peru semula ditetapkan pada Sidang Dewan FIFA sebagai tuan rumah U-17 dan Indonesia menjadi tuan rumah U-20, pada 24 Oktober 2019 di Shanghai, Tiongkok. Namun Peru dianggap tidak mampu memenuhi komitmennya terkait masalah infrastruktur pertandingan akibat bencana banjir dan badai Yaku yang menghantam sejumlah wilayahnya. Sehingga Peru digantikan oleh Indonesia yang sebelumnya juga batal sebagai tuan rumah piala dunia FIFA U-20.
Pasca pengumuman tersebut, PSSI merespons dengan inventarisasi lapangan sepakabola untuk digunakan menggelar pertandingan. Keriuhan muncul saat Presiden Joko Widodo (Jokowi) ikut mengomentari persiapan Indonesia selaku tuan rumah. Jokowi menyebut sejumlah stadion sepakbola yang akan dijadikan tempat menggelar pertandingan. Jokowi juga membuka peluang menggunakan Jakarta Internasional Stadium (JIS) sebagai pengganti Gelora Bung Karno ( GBK). Adalah grup musik Coldplay yang terlebih dahulu dijadwalkan menggelar konser di GBK bersamaan dengan jadwal piala dunia.
Polemik muncul pasca peninjauan JIS oleh Menteri PUPR Basuki Hadimuljono bersama Ketua Umum PSSI Erick Thohir dan Pj Gubernur DKI Heru Budi Hartono. Kedatangan mereka untuk melihat bagian mana saja dari JIS yang perlu direnovasi, pada hari Selasa (4/7/2023). Basuki, Heru, dan Erick semula melihat-lihat dalam stadion, dari rumput hingga akses keluar masuk stadion.
Dari peninjauan tersebut ditemukan sejumlah hal yang harus diperbaiki sesuai kebutuhan pertandingan, baik untuk pemain, official, wasit, hingga penonton yakni: rumput harus diganti total sesuai standar FIFA, akses keluar masuk bus besar ke dalam stadion untuk mengangkut pemain dan official, akses keluar masuk penonton ke dalam stadion, akses keluar masuk ke kompleks stadion bagi penonton dengan kendaraan umum maupun pribadi.
Stop Politisasi Sepak Bola
Menjelang Pemilu 2024, sepakbola yang merupakan olahraga paling diminati di bumi mendapat tempat untuk dipolitisasi. Ganjar Pranowo (Ganjar) bakal calon presiden (bacapres) PDIP telah menerima dampak besarnya. Batalnya Indonesia sebagai tuan rumah piala dunia U-20 dikaitkan dengan pernyataan Ganjar yang menolak keikutsertaan Israel bertanding di wilayahnya menggunakan atribut dan lagu kebangsaannya.
Hasil survei menunjukkan terjadinya penurunan signifikan elektabilitas Ganjar dibandingkan Prabowo Subianto dan Anies Baswedan yang sama sekali bungkam. Pegiat media sosial (medsos) menyebut tidak boleh mencampuradukkan politik dengan sepakbola, meski hampir semua cabang olahraga tidak pernah lepas dari pengaruh politik. Hampir seluruh ketua umum PSSI adalah pejabat publik dan politikus, atau menjadi politikus pasca urus PSSI. Agum Gumelar, Nurdin Halid, Djohar Arifin Husin, La Nyala Mattalitti, Edy Rahmayadi, Mochamad Iriawan, hingga Erick Thohir, semuanya adalah politikus. Sepakbola sudah lama dijadikan sebagai alat politik jauh sebelum pernyataan Ganjar.
Atas dinamika politik tersebut, maka Kongres Rakyat Nasional sebagai wadah berhimpun dan berjuang rakyat dalam mewujudkan tujuan dan cita-cita bangsa Indonesia menyampaikan pandangan dan sikap sebagai berikut:
Pertama, bahwa menjadi tuan rumah pertandingan sepakbola piala dunia FIFA U-17 adalah hal biasa. Keikutsertaan tim sepak bola Indonesia dalam pertandingan juga bukan karena prestasi, tetapi bonus sebagai tuan rumah. Indonesia melalui "negosiasi politik" akhirnya dipilih untuk menjadi "event organizer". Maka semua fasilitas yang digunakan harus sesuai dengan standar dan ketentuan FIFA.
Kedua, bahwa JIS dengan segala kelebihan dan kekurangannya tidak seharusnya diseret untuk kepentingan politik. JIS tidak ada kaitannya dengan prestasi atau wanprestasi Gubernur DKI Jakarta. Sehingga JIS tidak boleh dijadikan sebagai alat memuja atau menghina Anies Baswedan. JIS dibangun berdasarkan perencanaan Pemerintah DKI Jakarta dan 80% dibiayai melalaui pinjaman dari pemerintah pusat melalui PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero), sisanya 20% dari APBD DKI Jakarta. Maka sejatinya JIS adalah hasil kerjasama berbagai pihak, termasuk para perencana dan pelaksana pembangunan. Sehingga JIS harus menjadi tanggung jawab bersama.
Ketiga, bahwa segala bentuk tindakan teknis dalam rangka menyesuaikan JIS dengan standar dan ketentuan FIFA, baik rumput, akses atau hal lainnya harus dilakukan dengan baik. Maka semua pihak, baik yang memuji atau membully Anies diminta untuk menghentikan semua pertengkaran politik kosong dan kering. JIS adalah fasilitas olahraga milik rakyat dan harus digunakan untuk membawa kebaikan bagi rakyat.
Keempat, bahwa PSSI diminta untuk fokus pada persiapan tim sepakbola dan persiapan fasilitas sebagai tuan rumah, baik stadion, infrastruktur pendukung serta persiapan sosial lainnya. Sebagai tuan rumah harus ada edukasi dan sosialisasi terhadap penonton di dalam stadion (suporter) maupun di luar stadion (masyarakat umum). PSSI harus menggalang partisipasi publik melalaui kampanye positif baik langsung maupun melalui medsos, sehingga pertandingan sepakbola piala dunia FIFA U-17 akan menghadirkan kegembiraan.
Kelima, bahwa sepakbola sebagai salah satu cabang olahraga harus dijauhkan dari intervensi politik. Maka para pihak yang berencana ikut serta dalam Pemilu 2024, baik pileg, pilpres, maupun pilkada diminta untuk tidak menjadikan piala dunia FIFA U-17 melalui sebagai sarana kampanye, baik untuk diri sendiri, kelompok politik maupun lawan politik. Besarnya alokasi anggaran dari negara untuk perhelatan tersebut tidak boleh dimanfaatkan oleh siapapun untuk kepentingan politik.
Keenam, bahwa PSSI, pemerintah dan semua pihak harus gotong royong untuk memastikan tragedi Kanjuruhan tidak akan terulang kembali. Tidak boleh ada air mata dan darah anak bangsa yang kembali tumpah akibat kecerobohan PSSI dan panitia pertandingan. Maka pemerintah harus mengambil kendali dalam melakukan konsolidasi semua komponen dan elemen bangsa untuk mendukung kesuksesan piala dunia FIFA U-17.
Kornas mengajak semua pihak untuk menjadi tuan rumah yang baik dalam perhelatan piala dunia FIFA U-17 di Indonesia. Sehingga sepakbola tetap menjadi pertandingan olahraga yang menarik, yang menghadirkan sukacita dan kegembiraan.
*Ditulis Oleh: Sutrisno Pangaribuan, Presidium Kongres Rakyat Nasional (Kornas).
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »