SELAMAT Hari Lansia 2023. Rutin tiap tahunnya tanggal 29 Mei diperingati sebagai Hari Lanjut Usia Nasional (HLUN) atau Hari Lansia.
Bersumber dari laman Kemensos, Hari Lanjut Usia Nasional merupakan momen di mana Pemerintah Republik Indonesia mengapresiasi semangat jiwa raga serta peran penting dan strategis penduduk lanjut usia di Indonesia.
Lumrahnya, Hari Lansia Nasional dirayakan dengan mengadakan berbagai kegiatan yang bermanfaat bagi para lanjut usia di Indonesia, seperti kampanye sosial, griya lansia, agrowisata lansia, pencanangan kawasan ramah lansia, dan sebagainya.
Dewasa ini, membicarakan lansia mulai menjadi hal yang menarik. Karena dalam beberapa tahun kedepan, akan banyak yang akan memasuki usia pensiun yang menandakan mulai memasuki gerbang usia lansia. Kalau dikaji secara umur, menurut Peraturan Presiden Nomo 88 Tahun 2021 tentang Strategi Nasional Kelanjutusiaan, yang dimaksud dengan Lanjut Usia (lansia) adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas.
Provinsi DI Yogyakarta menurut Sensus Penduduk 2022 merupaka provinsi dengan proporsi lansia tertinggi (16,69 persen), sedangkan provinsi dengan proporsi lansia terendah adalah Papua (5,02 persen). Lebih lanjut terdapat delapan provinsi yang termasuk ageing population (penuaan penduduk), seperti Sumatera Barat, Lampung, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Selatan.
Oleh karena itu, mengelola populasi Lansia yang makin hari makin meningkat tentu sangat penting, agar upaya memaksimalkan bonus demografi bisa maksimal dirasakan manfaatnya untuk pembangunan. Ibarat dia sisi mata uang.
Pertama, banyaknya lansia yang punya problem seperti kurangnya mendapatkan pendidikan, akses kesehatan sulit diperoleh, tidak ada jaminan hari tua, dukungan sosial dari keluarga atau teman akan berkurang. Sehingga, tidak jarang lansia akan mengalami masalah psikologis maupun patologis yang mengakibatkan lansia mudah diserang berbagai macam penyakit. Hal ini tentu akan mengakibatkan lansia sedikit mengantarkan mereka pada fase akhir kehidupan.
Kedua, inspirasi dari tradisi turun-temurun keluarga dengan kepedulian dan mengayomi lansia berdasarkan kearifan lokal. Masyarakat nusantara yang dikenal multikultural tentu punya kearifan lokal ataupun nilai luhur tentang bagaimana berperilaku dengan lansia. Pada suku bangsa Nias contohnya, masa tua dalam keluarga dianggap saatnya menjadi penasehat, dihormati oleh anggota keluarga maupun komunitas dan menjadi seorang yang dalam legenda suku bangsa Nias disebut "Todo Hia". Nasehatnya selalu dipatuhi karena dianggap sebagai orang yang patut dipercayai dan bijaksana.
Seseorang yang telah berkategori lansia dalam masyarakat Nias memiliki banyak pengalaman dan menjadi sumber cerita, legenda dan mitos. Karena itu anak-anak mapun pihak keluarga selalu memelihara mereka dengan baik dan hati-hati. Anak-anak seyogyanya akan menyuguhkan makanan yang baik dan pakaian yang baik dan pantas dan mematuhi perintah mereka serta melayani mereka dengan hormat (Laiya 1983: 54-55).
Pada suku bangsa Jawa orang-orang tua dipandang berhak atas penghormatan yang tinggi dan banyak yang hidup menghabiskan umurnya semata-mata dengan menerima penghormatan, karena kelebihanpengetahuan mereka akan masalah kebatinan dan masalah praktis. Tetapi bagi mereka yang jompo dan pikunpenghormatan bisa menjadi berkurang (Geertz 1985:149).
Hubungan penghormatan dapat dilihat dalam
Penggunaan bahasa yang tinggi (krami) ketika berbicara kepada orang tua, dan dalam keluarga priyayi tradisional orang malahan menyembah dahulu sebelum berbicara (Koentjaraningrat 1994 :273). Kehidupan orang tua pada umumnya tenang umumnya pada kondisi tenang. Keberadaan lansia sangat berguna untuk mengasuh anak-anak di dalam keluarga, danbiasanya terdapat hubungan yang hangat dan tidak canggung antara mereka yang lebih tua dan yang lebih muda di rumah.
Selanjutnya, dalam tatanan masyarakat matrilinial Minangkabau idealnya hubungan strukturkeluarga dan ikatan komunitas merupakan institusi paling penting dan fungsional sebagai jaminan sosial bagi orang lansia. Manifestasi perasaan bersama atau solidaritas kelompok (solidarity group) yang didasarkan atas ikatan keluarga dan komunitas juga ditujukan untuk menjamin kehidupan orang lansia agar tidak terabaikan. Hal ini tercermin dari adanya ungkapan yang menyatakan, orang lansia tidak boleh hidup tersia-sia di kampung. Jika ada orang lansia yang terlantar, maka hal itudapat menjadi aib malu anak kemenakan, keluarga atau kerabat dan bahkan orang sekampung.
Peran keluarga dalam merawat lansia berdasarkan nilai dan budaya lokal seyogyanya cukup penting. Hal ini akan membuat lansia merasa nyaman dengan suasana yang dihadirkan dan seolah-olah mirip dengan periode hidup mereka, walaupun sudah terjadi beberapa perubahan akibat globalisasi maupun asimilasi kebudayaan. Terakhir, Kehadiran program bina keluarga lansia melalui 7 dimensi lansia tangguh (dimensi spiritual, intelektual, fisik, emosional, sosial kemasyarakatan, profesional vokasional, dan lingkungan), akan semakin memperkuat pondasi keluarga-keluarga Indonesia dalam pengasuhan kepada lansia.
*Penulis: Filka Khairu Pratama, S.Sos, Penata Kependudukan dan Keluarga Berencana Ahli Pertama Perw. BKKBN Sumbar.
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »