Eksistensi Naskah Kuno Terhadap Budaya Pertanian di Indonesia

BANGSA Indonesia merupakan salah satu bangsa yang kaya akan budayanya. Pernyataan tersebut bisa dibuktikan dengan adanya berbagai macam budaya di setiap daerah ataupun wilayahnya. Budaya yang ada itu juga unik dan beragam.

Budaya di Indonesia sudah ada sejak turun-temurun dimana pewarisannya masih berlanjut hingga sekarang. Salah satu bentuk pecatatan dari hasil budaya yaitu adanya naskah kuno (manuskrip).

Peninggalan bentuk budaya ini sangat memberikan dampak terhadap pola kehidupan masyarakat.

Menurut Wahyuningsih dan teman-teman (2019), naskah kuno merupakan warisan budaya tertulis karya masyarakat  di masa lampau yang mencatat informasi tentang berbagai aspek kehidupan. 

Dari penyataan tersebut, dapat diartikan bahwa naskah kuno (manuskrip) memiliki potensi sebagai jejak sejarah suatu budaya karena berhubungan dengan kehidupan di masa lampau. 

Hal inilah yang dapat kita gunakan sebagai kajian ilmu terhadap beberapa aspek keilmuwan lainnya, seperti keagamaan, pemerintahan, sosial masyarakat, pertanian, dan lain sebagainya. 

Salah satu hal yang menarik untuk dikaji adalah mengenai eksistensi naskah kuno terhadap pertanian di Indonesia. 

Dalam hal ini, penulis merangkum eksistensi naskah kuno yang berhubungan dengan pertanian di Indonesia. 

Dari hasil analisis, ternyata banyak ditemukan naskah kuno yang berhubungan dengan pertanian khususnya di beberapa wilayah Indonesia. 

Naskah-naskah tersebut ditulis diberbagai bentuk, ada yang di daun, batu, dan juga lembaran kertas. 

Berikut beberapa naskah kuno yang mengkaji tentang pertanian di Indonesia:

“Naskah Yama Purwana Tattwa dan Naskah Usadha Sawah: Sumber Upacara Ngaben Tikus di Tabanan, Bali”, hasil penelitian oleh Pande Wayan Renawati (2011).

Naskah ini merupakan naskah kuno yang ditemukan oleh peneliti manuskrip Bali yang membahas tentang bagaimana cara masyarakat Bali dalam membasmi hama di sawah. 

Penelitian menunjukkan bahwa untuk membasmi hama, maka masyarakat Bali harus melakukan upacara pembasmian hama yang disebut ‘ngaben tikus’. 

Hal ini tentu unik sebab ngaben yang biasa diperuntukkan kepada manusia yang telah meninggal, namun dalam pembasmian hama pertanian dilakukan ngaben terhadap tikus. 

Hal ini tertuang dalam dua naskah kuno ini, sehingga masyarakat Bali pun percaya dan melakukannya hingga saat ini. 

Keberadaan tradisi tersebut ternyata didukung dengan adanya naskah kuno ini.

Artinya, naskah kuno mempunyai potensi sebagai acuan dalam menjalani kehidupan masyarakat yang berbudaya.

“Naskah Kuno Ka Ga Nga”, hasil penelitian oleh Wahyuningsih dan teman-teman (2019).

Naskah kuno satu ini adalah naskah kuno yang berasal dari Sumatera khususnya bagian selatan yang meliputi Sumatra Selatan, Bengkulu, dan Lampung. 

Penyebutan tulisan dari naskah tersebut juga dikenal bervariasi, seperti di Sumatera Selatan, aksara naskah Ka Ga Nga disebut tulisan Ulu.

Aksara naskah ini di Jambi disebut tulisan encong, kemudian di Aceh disebut rencong, dan terakhir di Sumatera Utara disebut pustaha. 

Variasi ini dapat diklasifikasikan bahwasanya naskah tersebut telah menyebar luas dan dikenal oleh sebagian wilayah di Sumatera. 

Maka dari itu, eksistensi dari naskah tersebut tergolong besar karena dikenal oleh banyak masyarakat. 

Naskah Ka Ga Nga yang ditelusuri dalam penelitian ini adalah naskah yang tersimpan di Museum Bengkulu (128 naskah), Museum Balaputra Dewa (4 naskah) dan Museum Sultan Mahmud Badaruddin II (4 naskah). 

Berdasarkan telaah dari jumlah naskah tersebut, terdapat 3 naskah yang memuat informasi terkait kegiatan atau praktek konservasi.  

Naskah yang memuat tentang kegiatan konservasi adalah sebagai berikut:

Naskah MNB 07.91 (koleksi Museum Bengkulu), yakni berisi tentang cara mengambil, para pelaku, alat-alat dan tindakan terkait dengan pengambilan madu di pohon sialang yang hidup liar di hutan.

Naskah MNB 07.69 (koleksi Museum Bengkulu), yang berisi doa dan jampi serta mengusir hama. 

Naskah   MNB 07.01, 07.09, 07.19, 07.27, 07.28, 07.45, 07.56, 07.70, 07.71, 07.83 (koleksi Museum Bengkulu), berisi tentang pengobatan tradisional.

“Naskah Kayfiyat Tatanen”, hasil penelitian oleh Wardah & Fauziyah (2014).

Dalam naskah ini terdapat teks yang menerangkan tata cara menanam padi dan penentuan hari baik terkait waktu menanam dan memanen padi. 

Selain itu dalam naskah ini juga menunjukkan nilai budaya hubungan manusia dengan Tuhan yang mendominasi dalam budaya pertanian masyarakat Banten.

Di setiap tahapan pertanian dari mulai menanam sampai memanen hingga menyimpan padi di lumbung terdapat ritual doa-doa yang menunjukkan ketundukkan yang tinggi para petani terhadap Tuhan penguasa alam semesta.

Tentunya ini selaras dengan nilai-nilai Islam yang memerintahkan manusia untuk selalu mengawali doa di setiap aktivitas yang dilakukannya. 

Para petani meyakini adanya campur tangan Tuhan dalam kehidupan pertanian mereka sehingga selalu mengirinya dengan aktivitas doa.

Dari beberapa bentuk naskah di atas, dapat disimpulkan bahwa naskah kuno yang ada, mampu mempengaruhi pola kehidupan kelompok masyarakat. 

Kegiatan pertanian turun-temurun tersebut, ternyata ada tertuang di dalam naskah kuno, baik itu dari cara betani yang baik, cara merawat pertanian agar terhindar dari hama, dan lain sebagainya. 

Perawatan pertanian dibeberapa naskah mampu menghasilkan obat-obatan yang dikembangkan dalam bidang pertanian untuk menghasilkan produk tani yang bagus. 

Hal ini tentu menjadi dampak positif yang dihasilkan dengan adanya naskah kuno tersebut.

Untuk itu, eksistensi dari naskah kuno terutama yang mengkaji pertanian, perlu kita jaga dan lestarikan dengan sebaik-baiknya, supaya dapat dikembangkan dan menjadi aset penting bagi bangsa tentunya.

*Ditulis Oleh: Saskia Putri Nabilla, Mahasiswa Sastra Minangkabau, Universitas Andalas.

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »