TUNDA Pemilu menjadi isu yang seksi bagi para pendukung pemerintah dan oligarki untuk terus menghembuskan isu ini.
Karena isu Tunda Pemilu akan berujung perpanjangan masa pemerintahan Jokowi. Itu kan menguntungkan pihak pemerintah dan oligarki.
Tunda Pemilu juga menjadi isu yang seksi bagi kalangan oposisi, baik parpol maupun oposisi kepada kebijakan yang tidak berpihak demokrasi.
Penundaan Pemilu adalah bagian pembegalan konstitusi yang diperjuangkan berdarah-darah saat reformasi.
Pembegalan Konstitusi
Bagi pengamat Anthony Budiawan, gagasan penundaan Pemilu 2024 yang digulirkan elit politik, merupakan bentuk makar terhadap konstitusi dan kedaulatan rakyat.
Menurutnya usulan penundaan Pemilu 2024 menunjukkan proses makar sedang berjalan. Bukan lagi hanya niat. Membahayakan negara.
“Karena itu, Jokowi memberhentikan para pejabat yang terlibat,” tegas Anthony.
Mengutip akun Twitter @RamliRizal, mantan Menko Kemaritiman Rizal Ramli menyarankan Menko Luhut mengingat ajaran mantan Presiden Abdurrrahman Wahid untuk menegakkan keadilan dan demokrasi.
“Ha..ha..ternyata si Abang biangnya. Bang Luhut, teknik ‘Cari orang bermasah sehingga bisa jadi kerbau yg diikat hidungnya’ sudah kuno, merusak demokrasi, melawan konstitusi & amanah demokrasi. "
"Sudahlah, ingat Gus Dur ajarkan Keadilan dan Demokrasi.” tujuan akhir Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan adalah memastikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) berkuasa tiga periode.
Penundaan pemilu 2024 adalah salah satu bagian dari skenario tersebut. "Jokowi 3 periode ini menjadi skenario akhir dan akan dieksekusi. Nanti pintu masuknya via PPHN (Pokok-Pokok Haluan Negara) dan MPR akan cari alasan agar bisa amandemen konstitusi," kata Ujang seperti dikutip JPNN.com, Minggu (13/3).
Memainkan Glembuk Solo
Di dalam idiom wong Solo adanya ungkapan glembuk Solo, atau merayu gaya Solo, yang merupakan rayuan halus. Namun rayuan halus itu tanpa disadari tiba-tiba terjebak di dalamnya.
Gagasan Penundaan Pemilu ini adalah bagian dari glembuk Solo, ataukah order gagasan. Pihak perayu dan yang dirayu sama-sama menguntungkan.
Walaupun Projo, pendukung Jokowi, mlipir tidak menggunakan gagasan penundaan Pemilu, melainkan tiga periode.
Apapun itu golnya adalah perpanjangan masa jabatan. Jika yang digulirkan perpanjangan masa jabatan lewat jalan apapun itu, pasti publik menuding keinginan Jokowi kuat untuk tiga periode.
Namun, yang menunda Pemilu adalah KPU, maka letak kesalahan diambil alih, menjadi berada di pundak KPU.
Lantas apa alasan KPU untuk menunda?
Menurut Hersubeno Arief, konsultan media dan politik, lewat KPU akan menyatakan tidak sanggup menyelenggarakan Pemilu dengan alasan dana yang tidak terpenuhi.
"KPU menyatakan tidak sanggup menyelenggarakan Pemilu, alasannya karena dana Pemilu yang mereka ajukan tidak bisa dipenuhi pemerintah dan kemudian juga waktu penyelenggaraannya itu sangat mepet," ujar Hersubeno Arief di kanal YouTube Hersubeno Poin FNN, Maret silam.
Pemerintah beralasan bahwa dananya terserap kebutuhan lain, intinya tidak ada uang untuk mendanai Pemilu. Di samping itu pemerintah terus memainkan BLT ke masyarakat.
Sehingga tidak ada gejolak di masyarakat, yang penting gelontoran dana jauh lebih besar.
Apalagi Luhut Binsar Panjaitan menyatakan bahwa masyarakat ingin tenang, ekonomi lancar. Masyarakat tidak ingin Pemilu, takut kacau seperti 2019.
Ujang Komarudin, pengamat politik, meyakini bahwa jika penundaan pemilu gagal, maka upaya selanjutnya adalah amendemen konstitusi untuk mengizinkan presiden berkuasa tiga periode.
Setelah itu berhasil, Jokowi akan kembali mencalonkan diri sebagai presiden.
"Masyarakat, sih, menolak tetapi akan dibuat seolah-olah masyarakat menerima," tambah Ujang.
Dosen Universitas Al-Azhar Indonesia itu menilai upaya sistematis ini bertujuan untuk meyakinkan dan mengkonsolidasikan masyarakat agar yakin dan percaya dengan wacana perpanjangan masa jabatan presiden.
"Itu sudah skenario. Jadi, akan dilakukan apa pun caranya," tandas Ujang.
Sebelumnnya, Luhut Binsar Pandjaitan mengaku memiliki data yang menunjukkan rakyat Indonesia tidak tertarik dengan pemilu
Sebab, kata Luhut, rakyat tidak ingin pelaksanaan pemilu memunculkan kegaduhan seperti pemilu 2019.
"Kalau di menengah bawah itu pokoknya pengin tenang, bicaranya ekonomi, tidak mau lagi seperti kemarin," kata Luhut dalam wawancara yang ditayangkan di YouTube akun Deddy Corbuzier.
Rakyat Indonesia, lanjut dia, juga sedang merasa kesulitan akibat pandemi Covid-19 sehingga menolak jika anggaran Rp 110 triliun dihamburkan demi penyelenggaraan Pemilu 2024.
Boleh jadi, orang-orang yang mabuk kekuasaan itu lupa bagaimana rakyat mengamuk di 1998. Atau para pemabuk itu lupa rakyat yang tidur dengan perut kosong, bisa mengamuk luar biasa.
Atau pemabuk kuasa ini akan digulung oleh alam, tak percaya? Silakan.
*Penulis Reko Suroko, adalah mantan wartawan dan tinggal di Solo.
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »