BENTENGSUMBAR.COM - Jelang pemilu serentak 2024 yang kian semakin mendekat, tak pelak membuat situasi semakin memanas akibat pernyataan pernyataan oknum pejabat negara/ pemerintah yang membuat gaduh ditengah masyarakat Indonesia.
Kebebasan berpendapat seringkali disalah artikan oleh pejabat publik atau negara/ pemerintah. Kurangnya etika profesi dan tanggungjawab moral pejabat negara, membuat banyak orang ikut- ikutan memperburuk keadaan situasi bernegara.
"Inilah yang membuat negara seperti dalam situasi gonjang- ganjing, " ungkap Samuel F. Silaen Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Studi Masyarakat dan Negara (Laksamana) di Jakarta, Jumat (16/12).
"Etika profesi dan tanggungjawab moral pejabat negara, seperti seakan semau gue, apakah ini semacam pesanan atau berdiri sendiri? ini kerap dipertontonkan oleh oknum pejabat negara yang terkesan arogan aji mumpung masih berkuasa atau apa gitu?," sindir mantan fungsionaris DPP KNPI itu.
Sepantasnya pejabat publik atau negara tak sembarang berucap atau berujar yang menyinggung perasaan publik.
"Apakah seburuk itu sikap dan perilaku para pejabat negara saat ini? Acap kali pernyataan oknum pejabat membuat situasi nasional gaduh," jelas Silaen.
"Sebab apabila sebuah bangsa sudah kehilangan etika profesi dan tanggungjawab moralnya didepan publik, lantas siapa lagi yang rakyat mau teladani saat ini?" katanya.
Era reformasi yang di impikan banyak orang sewaktu dibawah kekuasaan era orde baru lalu ditumbangkan, dengan satu alasan agar hidup akan menjadi lebih baik, ternyata tidak menjadi kenyataan kecuali makin aneh-aneh saja perilaku pejabat negara.
"Apakah mungkin negara ini sudah menuju gerbang kehancuran?, "Kritik alumni Lemhanas pemuda 2009 itu.
Ada banyak contoh perilaku dan kebiasaan pejabat negara atau publik mempertontonkan "kepongahan" atas jabatan dan kekuasaan yang mereka emban.
"Tidak ada rasa bersalah atas apapun yang mereka lakukan dan sampaikan didepan umum, seolah-olah merekalah segala-galanya, yang lain seperti "ngontrak", "jelas Silaen.
Sekarang situasi dunia sedang tidak baik, ditambah lagi posisi ekonomi sedang lesu- lesunya (menuju resesi hebat).
Rakyat merasakan apa- apa serba mahal beda dengan pejabat negara yang dihidupi oleh uang rakyat, sementara rakyat kecil hidupnya "ngos-ngosan" akibat daya beli masyarakat yang turun drastis.
"Hasil pertanian rakyat tiba masa panen harganya hancur lebur," ungkap mantan tenaga ahli fraksi DPR RI 2004- 2009 itu.
Seharusnya pejabat negara/ publik punya sense of empati, dengan cara menjaga perasaan publik yang notabene sedang goncang.
"Ditambah lagi persoalan ekonomi rakyat yang semakin tertekan akibat dihantam badai impor ketika masa panen raya pertani tiba," papar Silaen.
Tidak ada aturan baku (tertulis) yang dilanggar oleh oknum pejabat negara/ pemerintah yang menyatakan pendapatnya dimuka umum.
Persoalannya adalah mereka pejabat publik/ negara yang hidupnya ditanggung oleh keuangan dari pajak rakyat Indonesia.
"Tapi oknum pejabat negara/ pemerintah seolah mereka tidak jadi bagian dari penderitaan rakyat," tegas Silaen.
"Seyogianya mereka (elite/ pejabat) peka dan peduli terhadap penghidupan rakyat Indonesia yang Senin, Kamis. Beda dengan pejabat negara/ publik yang semuanya ditanggung oleh anggaran keuangan negara/ pemerintah," tutur Silaen.
Kalau saja pejabat negara/ pemerintah hidupnya ngos-ngosan yang Senin, Kamis pasti mereka tidak sembarang bicara hal-hal yang tidak menyentuh soal hidup rakyat banyak.
"Pejabat negara/ pemerintah harusnya punya etika dan moral yang berintegritas tinggi agar slalu menjaga sikap, perilaku dan tutur kata yang lebih santun ditengah gejolak gelapnya ekonomi dunia akibat resesi global," tandas Silaen. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »