NAGARI Simpang Tonang berada di Kecamatan Dua Koto, Kabupaten Pasaman, Provinsi Sumatera Barat. Nagari ini berada di daerah perbukitan dengan luas seluruh wilayahnya ±62.500 ha dan ketinggian DPL 600 c. Sebelah Utara dari Nagari Simpang Tonang berbatasan langsung dengan Sumatera Utara dan Nagari Rabi Jonggor, Kecamatan Gunung Tuleh, Kabupaten Pasaman Barat.
Berdasarkan letak geografisnya tersebut, nagari ini tentu memiliki keunikannya sendiri mulai dari sistem sosial budaya, hingga bahasa yang digunakan.
Selama masa KKN-PPM Unand 2022 penulis menemukan salah satu keunikan dari Nagari Simpang Tonang yang berkaitan dengan fenomena kebahasaan, yakni dalam sosiolinguistik.
Sosiolinguistik adalah cabang dari ilmu Makro Linguistik yang mengkaji bahasa dan pemakaiannya dalam konteks sosial budaya masyarakat.
Seperti yang dikemukan oleh Trudgill bahwa sosiolinguistik adalah bagian linguistik yang berkaitan dengan bahasa, fenomena bahasa, dan juga budaya.
Bahasa dan masyarakat memiliki hubungan yang bersifat instrumental. Artinya, bahasa sebagai instrumen atau alat bagi seorang penutur untuk mencapai tujuan komunikatif.
Dengan adanya bahasa penyampaian pesan dan penerimaan pesan dalam proses komunikasi akan menjadi lebih mudah. Sebab, melalui komunikasi manusia dapat menyampaikan semua yang dirasakan, dipikirkan, dan diketahui kepada orang lain (Keraf, 1980:1).
Berdasarkan uraian tersebut memberikan gambaran bahwa bahasa merupakan salah satu kebutuhan utama manusia dalam bermasyarakat.
Setelah mengamati dan mewawancarai beberapa anggota masyarakat sekitar, maka diketahui pada umumnya masyarakat di Nagari Simpang Tonang adalah masyarakat multilingualisme.
Nagari Simpang Tonang memiliki jumlah penduduk ±12.062 jiwa dengan 3.455 KK yang tersebar di delapan kejorongan, antara lain Jorong Air Dingin, Jorong Kelabu, Jorong Tanjung Mas, Jorong Tonang Raya, Jorong Setia, Jorong Sepakat, dan Jorong Purnama.
Dalam istilah ilmu Linguistik (ilmu kebahasaan), konsep multilingualisme atau multilingual adalah kemampuan menggunakan lebih dari dua bahasa. Masyarakat di Nagari Simpang Tonang memiliki kemampuan menguasai beberapa bahasa, yakni bahasa Minang, bahasa Mandailing, dan Bahasa Indonesia.
Multilingualisme merupakan salah satu fenomena kebahasaaan yang biasanya disebabkan oleh pengaruh globalisasi dan keterbukaan budaya. Namun, di tempat ini multilingualisme juga disebabkan oleh letak geografisnya.
Halliday dalam Keraf (1980) berpendapat mengenai fungsi bahasa sebagai alat komunikasi dalam menyatakan ekspresi diri, sebagai alat untuk mengadakan interaksi dan adaptasi sosial, serta sebagai alat untuk kontrol sosial.
Sejalan dengan pendapat Halliday tersebut dengan adanya kemampuan multilingualime ini, tentu menjadikan masyarakat Nagari Simpang Tonang lebih mudah berinterkasi dan berkomunikasi dengan masyarakat pendatang.
Sebagai Contoh, masyarakat dengan mudah menjalin komunikasi dengan mahasiswa KKN-PPM Unand 2022 yang berasal dari latar belakang budaya berbeda-beda.
Ketika menjalankan sebuah program kerja untuk membangun nagari, mahasiswa tidak perlu khawatir untuk menyampaikan gagasan-gagasan yang mereka miliki dan bebas berekspresi.
Para mahasiswa bebas menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa Minang, sebab penggunaannya tetap bisa dipahami dengan mudah oleh masyarakat.
Hal ini tentu membuat para mahasiswa semakin mudah beradaptasi dalam waktu yang singkat untuk menjalin keakraban dalam ruang lingkup masyarakat.
Berdasarkan pemaparan tersebut, maka terpenuhilah fungsi dari bahasa sebagai alat untuk mengadakan interaksi dan adaptasi sosial.
Selain persoalan multilingualismenya, terdapat pula fenomena kontak bahasa.
Kontak bahasa adalah penggunaan lebih dari satu bahasa dalam tempat dan waktu yang sama (Thomas, 2001:1).
Artinya adanya hubungan atau bertemunya bahasa-bahasa yang berbeda dan terjadinya interaksi di tempat dan waktu sama seperti yang terjadi dalam kegiatan sosial yang dilakukan masyarakat.
Di Indonesia sendiri ada banyak bahasa daerah yang dimiliki dan jumlah penuturnya yang mulai menyebar.
Oleh sebab itulah, bahasa-bahasa tersebut memiliki peluang besar untuk bertemu atau terjadinya kontak bahasa.
Setelah mengamati, tenyata fenomena kontak bahasa juga terjadi pada masyarakat Nagari Simpang Tonang, yakni adanya kontak antara bahasa Mandailing dan bahasa Minang.
Uniknya, bahasa Mandailing yang digunakan masyarakat Nagari Simpang Tonang masih ada percampuran bahasa Minang di dalamnya.
Hal ini menjadi bukti bahwa kontak bahasa juga terjadi pada Masyarakat Nagari Simpang Tonang, sekaligus menjadi keunikan yang dimiliki oleh masyarakat Nagari Simpang Tonang.
*Penulis Laylatul Lili Rahmah, lahir di Pematang Lumut 7 Desember 2001. Mahasiswa aktif jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas. Bergiat di Labor Sastra dan Seni Sastra Indonesia. Hobi menanam bunga, menonton film, membaca, dan menulis.
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »