BENTENGSUMBAR.COM – Kontroversi pernyataan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengenai penggunaan pengeras suara masjid memantik tuntutan terhadap Presiden Joko Widodo.
Ribuan orang di Sukabumi, Mataram, dan Makassar berunjuk rasa mendesak agar Yaqut dicopot.
Lembaga Bahsul Masail Nahdlatul Ulama Kabupaten Jember, Jawa Timur, merespons kontroversi itu dengan menggelar pertemuan di Kecamatan Sumberjambe, 27 Februari 2022 lalu.
Setelah dikaji, LBM NU Jember tidak menemukan unsur penghinaan terhadap Islam dalam pernyataan Yaqut.
LBM NU juga melihat pencopotan Yaqut adalah hak penuh Presiden Joko Widodo.
“Namun dalam rumus fikih, seorang presiden tidak boleh atau haram memakzulkan pejabat tanpa alasan, kecuali dengan tiga tujuan,” kata Ketua Lembaga Bahsul Masal PCNU Jember KH Moch. Syukri Rifa’i, sebagaimana diterima beritajatim.com, Rabu (2/3/2022).
Tujuan pertama, kata Syukri, aparatur terkait memiliki kinerja buruk dalam mengemban tugas.
“Kedua, ada yang lebih layak untuk menempati posisinya. Ketiga, untuk meredam fitnah dengan mengedepankan kemaslahatan rakyat,” katanya.
Bahsul masail NU didasarkan pada transkrip lengkap pernyataan Menag. Yaqut mengatakan, “Masjid mushola menggunakan Toa tidak? Silakan, karena kita tahu itu bagian dari syiar agama Islam. Yah, tetapi ini harus diatur tentu saja bagaimana volumenya, Toa-nya gitu ga boleh kenceng-kenceng, 100 desibel maksimal, atur kapan mereka bisa mulai menggunakan speaker itu sebelum azan dan setelah azan, bagaimana menggunakan speaker di dalam (ruangan) dan seterusnya, tidak ada pelarangan!”
Masih menurut Yaqut: “Aturan ini dibuat semata-mata untuk membuat masyarakat kita semakin harmoni, meningkatkan manfaat dan mengurangi mafsadat. Jadi menambah manfaat dan mengurangi ketidakmanfaatan, karena kita tahu yaah misalnya yang mayoritas muslim hampir setiap 100 meter 200 meter itu ada musala, masjid, yaah.”
Yaqut menambahkan: “Bayangkan kalau kemudian dalam waktu yang bersamaan mereka semua menyalakan Toa-nya, kaya apa? Itu bukan lagi syi‟ar tetapi menjadi gangguan buat sekitarnya. Kita bayangkan lagi, (muslim saya ini muslim) saya hidup di lingkungan non msulim, yah kemudian rumah ibadah non muslim itu membunyikan Toa sehari lima kali dengan kencang-kencang secara bersamaan, itu rasanya bagaimana? Yang paling sederhana lagi, tetangga kita ini kalau kita mau hidup dalam satu kompleks itu misalnya, kiri, kanan, depan, belakang, pelihara anjing semua, misalnya. Menggonggong dalam waktu yang bersamaan, kita ini terganggu ndak? Artinya apa bahwa suara-suara yaah suara ini apapun suara itu harus kita atur supaya tidak menjadi gangguan.”
Menurut Yaqut: “Speaker di musala masjid monggo dipake silahkan dipake, tetapi tolong diatur agar tidak ada yang merasa terganggu, agar niat menggunakan toa, speaker sebagai sarana, sebagai wasilah tetap bisa dilaksanakan, agar tidak mengganggu mereka yang (mungkin) tidak sama dengan keyakinan kita. Itu saja intinya.”
Sumber: Beritajatim
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »