BENTENGSUMBAR.COM - Wacana penundaan Pemilu Serentak 2024 dan penambahan masa jabatan Presiden semakin santer digaungkan sejumlah pejabat. Mulai dari ketua umum partai politik hingga menteri di Kabinet Indonesia Maju.
Sebut saja, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan hingga Menko Marvest Luhut Binsar Pandjaitan yang secara terang-terangan mengklaim memalui analisis big data, sebagian rakyat Indonesia ingin Pemilu 2024 ditunda dan jabatan presiden diperpanjang.
Menanggapi hal itu, Sekjen Persatuan Nasional Aktivis 98 (PENA 98) Adian Napitupulu, mempertanyakan argumentasi para pejabat yang melemparkan wacana tersebut.
Kata dia, benarkah data itu dan keinginan menunda pemilu sesuai kehendak rakyat atau justru sebaliknya, hanya klaim sepihak dari para pejabat-pejabat itu.
"Sebenarnya perpanjangan masa jabatan presiden itu merupakan kehendak rakyat atau bukan? Bagaimana untuk mengetahuinya?" ujar Adian dalam keterangannya, Sabtu (12/3).
"Apakah melalui partai politik dengan perwakilan kursi di parlemen, melalui survei atau analisa big data? Atau hasil diskusi dengan beberapa petani dan beberapa pengusaha yang kebetulan sering ketiban cuan?" sambungnya.
Menurut Adian, apabila kehendak rakyat diukur dari suara partai berdasarkan kursi perwakilan di DPR yang menyerap aspirasi dari rakyat melalui seluruh struktur partai, maka kecil harapan perpanjangan masa jabatan presiden untuk di setujui oleh Parlemen.
Pasalnya, partai yang menolak menguasai mayoritas kursi dengan total 388 kursi sementara yang setuju hanya 187 kursi.
Sedangkan, jika alat ukur kehendak rakyat dicerminkan dari hasil surve, maka LSI Denny JA sudah mengeluarkan hasil survei dan terbukti bahwa 70,7 persen masyarakat menolak perpanjangan masa jabatan presiden, sementara 20,3 masyarakat menginginkan sebaliknya atau setuju perpanjangan masa jabatan.
"Kalau menurut Muhaimin dan Luhut Binsar Panjaitan, berdasarkan big data maka disimpulkan bahwa 60 persen rakyat setuju perpanjangan masa jabatan presiden dan 40 persen sisanya menolak. Kenapa hasilnya berbanding terbalik (dengan survei)?" tanya politikus PDIP ini.
"Apakah karena presentase survei dipaparkan secara lengkap oleh lembaga independen, sementara hasil Big Data di paparkan oleh ketua umum partai dan politisi yang sudah pasti tidak indenpenden dan pasti juga sarat kepentingan politik?" imbuhnya menegaskan.
Adian menuturkan, hasil survei nasional sangat lengkap sekali berikut indikator-indikatornya. Sementara paparan big data hanya disampaikan dalam pernyataan politisi tanpa publikasi resmi yang detail Di semua media hanya di sebutkan: "Data dari 100 juta pengguna sosial media dan 60 persen mendukung, 40 persen menolak".
Menurut Adian, klaim analisis big data itu pun sama sekali tidak di sebutkan data yang diambil berasal Facebook, Instagram, Twitter, Tiktok, Snapchat atau aplikasi lainnya.
Adian menambhakan, klaim hasil big data juga tidak ada paparan yang secara ilmiah untuk menjelaskan metodeloginya bagaimana, angka 100 juta itu dari mana saja dan rentang waktunya berapa lama, jenis kelamin, tingkat ekonomi, wilayah hingga margin error termasuk lembaga mana yang mengelola Big Data tersebut.
Apakah Lembaga Independen, BIN, BRIN, Menkominfo, Badan Cyber atau apa sebagaimana paparan hasil Survey yang lengkap dan detail hingga kadang bisa sampai 25 bahkan 40 halaman.
"Kenapa paparan tersebut penting? Karena Rakyat tidak bisa di klaim semena mena, seolah semua atas kehendak rakyat sementara berdasarkan data," kata Adian.
Pentolan Aktivis '98 itu menguraikan, total rakyat pengguna internet di Indonesia ada sekitar 201.800.000 jiwa dari 273.870.000 jiwa atau sekitar 73,7 persen.
Sementara, pengguna sosial media yang menjadi basil pengambilan data terdiri dari 139.000.000 pengguna Youtube, 130.000.000 pengguna Facebook, 99.000.000 pengguna Instagram, 92.000.000 pengguna tiktok dan 18.000.000 pengguna Twitter. Total 478.000.000 akun sosial media atau hampir dua setengah kali jumlah penduduk pengguna Internet di Indonesia.
"Baiklah kita tunggu sama-sama paparan ilmiah dari instasi yang mengelola dan menganalisa Big Data tersebut, semoga ada dan objektif," cetusnya.
Sambil menunggu, ajak Adian, mari melihat bagaimana rakyat Indonesia hari ini yang tengah kesulitan menghadapi kelangkaan dan kenaikan sejumlah bahan pokok. Mulai dari minyak goreng, Bahan Bakar Minyak (BBM) naik, Gas Elpiji juga naik.
Ditambah pandemi yang tidak berhenti membuat banyak orang kehilangan pekerjaan, meningkatnya kriminalitas, bahkan banyaknya anak putus sekolah dll.
"Sebagai bagian dari komunitas dunia kita menyadari adanya berbagai ancaman perang dari berbagai sebab yang juga penting untuk di pikirkan," kata Adian.
Atas dasar itu, Adian menyarankan menteri di Kabinet Indonesia Maju hingga ketua umum parpol koalisi yang melemparkan wacana tersebut untuk fokus bahu-membahu melakukan kerja-kerja penyelesaian masalah yang dihadapi bangsa Indonesia dewasa ini.
"Dari pada sibuk melemparkan wacana yang tidak terkait dengan Tupoksi jabatan dan keinginan partai yang tak melulu soal mengejar jabatan," tuturnya.
Di sisi lain, Adian merasa miris ketika masih saja ada pejabat yang masih berpandangan seolah perpanjangan masa jabatan Presiden lebih penting dari pada menyelamatkan rakyat Indonesia yang jelas-jelas menghadapi tantangan nyata di depan mata.
"Dari perdebatan soal wacana perpanjangan masa jabatan Presiden ini, kadang sering miris terfikir. Apa iya perpanjangan masa jabatan presiden lebih penting dari pada menyelamatkan rakyat?" pungkasnya, dilansir dari RMOL pada Ahad, 13 Maret 2022.
Selanjutnya, Adain menyebut sikap Presiden Jokowi terhadap isu penundan Pemilu 2024 dan penambahan masa jabatan Presiden masih belum berubah yakni taat pada konstitusi.
Dengan kata lain, kata Adian, Jokowi masih ingin digelar sesuai jadwal yang telah ditetapkan yakni Pemilu digelar tahun 2024.
"Sebatas yang saya ketahui 3 bulan lalu tanggal 23 Desember 2021 dalam sebuah pertemuan kecil, presiden sama sekali tidak bicara tentang merubah Konstitusi apakah itu menjadi 3 periode atau perpanjangan masa jabatan," bebernya.
"Yang ada justru bicara tentang konflik pertanahan, pandemi, pertambangan dan beberapa waktu ngobrol ringan tentang hasil survey beberapa calon Presiden tentunya dengan jadwal pemilu tetap tahun 2024," tutupnya. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »