Kata Eggi, Memaksakan Kasus ‘Tempat Jin Buang Anak’ Akan Munculkan Kesan Kriminalisasi Aktivis Islam Kontra Rezim

BENTENGSUMBAR.COM – Ketua Umum Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA), Eggi Sudjana menilai bahwa kasus pernyataan “Kalimantan tempat jin buang anak” tidak dapat dipidanakan dan akan menurunkan kredibilitas Polri jika dipaksakan.

Ia juga menilai bahwa jika kasus ini dipaksakan, maka wajar bila nantinya akan muncul kesan terjadi kriminalisasi terhadap aktivis Islam yang kontra rezim.

Sebagaimana diketahui, seorang jurnalis senior bernama Edy Mulyadi dilaporkan ke polisi usai menyebut lokasi Ibu Kota Negara baru di Kalimantan Timur sebagai tempat “jin buang anak”.

Namun, Eggi Sudjana menilai bahwa hal ini tidak dapat dibawah ke ranah hukum.

Ia menjelaskan bahwa perumpamaan “jin buang anak” merupakan ujaran yang dikenal secara umum oleh masyarakat Betawi, kususnya mereka yang tersebar di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, hingga Bekasi (Jabodetabek).

“Depok saja dulu tempat jin buang anak, bahkan Bekasi juga begitu. Ungkapan ini sama sekali tidak bermasalah secara hukum,” kata Eggi Sudjanapqda Kamis, 27 Januari 2022, dilansir dari RMOL.

“Dalam pendekatan azas legalitas hukum pidana, bahwa seseorang tidak dapat dipidana, bila tidak (ada) hukum yang mengaturnya (pasal 1 ayat 1 KUHP),” tambahnya.

Menurut Eggi, jika ungkapan “jin buang anak” dipersoalkan secara hukum, maka sudah pasti ada ratusan hingga ribuan orang masuk penjara karena menggunakan idiom ini sejak zaman nenek moyang.

“Siapa yang pertama ungkapan itu? Pasti sudah wafat, maka berdasar pasal 78 KUHP, orang yang sudah mati, maka putus semua perkaranya, jadi bagaimana mau dituntut,” katanya.

Eggi Sudjana mengatakan bahwa ungkapan ‘jin buang anak’ tidak dapat diproses sesuai dengan ketentuan pasal 28 ayat (2) jo pasal 45A ayat (2) UU Nomor 19 tahun 2016 tentang Perubahan UU nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE.

Hal ini karena, lanjutnya, ujaran yang disampaikan Edy Mulyadi itu bukan ditujukan kepada suku, agama, ras atau golongan.

“Ungkapan/idiom tersebut, ditujukan kepada masyarakat yang ada di Jakarta, untuk menggambarkan tempat lokasi IKN yang jauh, sepi bahkan seram (karena lokasi hutan dan tambang batubara yang meninggalkan banyak lubang),” jelasnya.

Eggi Sudjana menambahkan bahwa ujaran “tempat jin buang anak” ini juga tidak dapat diproses dengan dengan ketentuan pasal 14 atau 15 Tentang Tindak Pidana dari UU No 1 Thn 1946.

Mengingat di satu sisi lokasi IKN yang dijelaskan memang jauh dari Jakarta, dikuasai para taipan, dan lokasinya yang sepi adalah fakta, bukan kabar bohong alias hoaks .

Bukan hanya itu, menurutnya, ujaran kni Pun tidak dapat diproses dengan pasal 16 UU No 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.

Pasalnya, Edy Mulyadi tidak pernah menunjukkan kebencian atau rasa benci kepada orang lain berdasarkan diskriminasi ras dan etnis tertentu.

Sebab, lanjut Eggi, Edy Mulyadi dalam paparannya mengajukan kritik atas lokasi IKN yang berada di kawasan hutan, perkebunan, dan tambang yang dikuasai taipan-taipan di Jakarta, yang jauh, sepi, dan angker.

Ia pun meminta penyidik bisa lebih berperan untuk memediasi agar perkara ini bisa selesai secara musyawarah dan mufakat.

Apalagi, katanya, Edy telah menunjukkan itikad baik dengan mengajukan permohonan maaf kepada masyarakat Kalimantan.

“Memaksa ungkapan ‘jin buang anak’ ke ranah hukum, akan menurunkan kredibilitas Polri. Maka wajar, jika nantinya akan muncul kesan terjadi kriminalisasi terhadap aktivis Islam yang kontra rezim,” tandas Eggi Sudjana. (terkini)

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »