MATA merupakan jendela hati, pepatah satu ini kini rasanya kurang tepat. Pasalnya, gangguan pada mata dapat mempengaruhi hampir semua aspek kehidupan para penderitanya. Jadi boleh dikatakan, mata merupakan “jantungnya” kehidupan setiap orang.
Dokter spesialis mata Aldiana Halim, M.Sc berkata, gangguan mata tidak hanya dapat mempengaruhi aspek penglihatannya. Gangguan penglihatan juga berpengaruh pada kualitas hidup orang yang menderitanya.
Hilangnya penglihatan, lanjutnya, dapat berpengaruh pada fisik, mental, kepuasan hidup, mobilitas, ketergantungan, dan pendidikan. Dengan gangguan penglihatan ini bisa memperberat penyakit kronis yang sedang diderita serta kesulitan mengerjakan pekerjaan sehari-hari.
Tak hanya itu, orang dengan gangguan penglihatan juga cenderung tidak berbicara terkait hal-hal yang dirasakannya. Mereka juga mengalami kesulitan mengakses layanan kesehatan untuk memeriksakan kondisinya.
Potensi depresi
Lebih dari itu, Aldiana mengungkapkan bahwa gangguan penglihatan pun berpotensi membuat seseorang mengalami depresi yang memicu terjadinya bunuh diri. Kasus semacam ini pun sudah beberapa kali terjadi, termasuk di Indonesia.
Dia mengisahkan kasus yang menimpa seorang model perempuan. Sebelumnya, model ini memiliki kepercayaan tinggi. Namun setelah kesalahan dalam menggunakan lensa kontak, matanya mengalami infeksi yang menyebabkan sikatrik.
Model tersebut pun akhirnya tidak bisa melihat dan buta. Kehilangan penglihatan tersebut membuatnya depresi sampai-sampai mencoba bunuh diri hingga empat kali.
Tak hanya itu, kejadian bunuh diri akibat gangguan penglihatan juga sudah pernah terjadi di Indonesia pada tahun 2018 lalu. Kejadian ini terjadi di daerah Warungkiara, Sukabumi.
Sang ibu depresi karena menderita katarak. Aspek kualitas hidupnya begitu menurun hingga ibu ini memutuskan untuk bunuh diri. Padahal, menurut Aldiana, kalau ibu ini bisa mengakses fasilitas kesehatan dan dilakukan operasi, ada kemungkinan untuk ibu ini dapat melihat kembali.
Dengan membantu menyelesaikan masalah penglihatan, maka sebenarnya masalah mental yang dialami oleh para penderita gangguan mata juga dinilai dapat teratasi. Gangguan lainnya seperti gangguan kemiskinan juga dapat perlahan bisa diatasi.
Katarak penyebab kebutaan
Menurut Plt Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan RI Dr. dr. Maxi Rein Rondonuwu, katarak telah menjadi masalah gangguan mata tertinggi di Indonesia yang angkanya mencapai 81%.
Fakta tersebut diungkapkan terkait dengan Hari Penglihatan Sedunia 2021 yang selalu diperingati pada minggu kedua di bulan Oktober. Tahun ini, peringatannya jatuh pada tanggal 14 Oktober mendatang dan membawa tema Love Your Eyes atau Sayangi Mata Kita.
Dalam kesempatan tersebut, Maxi menjelaskan bahwa 2,2 milyar penduduk di dunia mengalami gangguan penglihatan, termasuk didalamnya mencakup masalah kebutaan. Padahal, seharusnya 1 milyar di antaranya bisa dicegah.
Maxi menjelaskan, majunya teknologi menyebabkan anak-anak pada saat ini menjadi lebih mudah terpapar oleh gadget. Hal tersebut dianggap dapat memicu munculnya permasalahan pada mata.
Oleh karena itu, dia menekankan pentingnya meningkatkan kesadaran masyarakat tentang efek radiasi dari gadget. Dengan demikian, deteksi pada anak harus lebih dini dilakukan.
Kesehatan mata ketika pandemi
Yang menjadi masalah, sejak pandemi Covid-19, kebanyakan aktivitas dilakukan secara virtual. Menggunakan gadget dalam waktu yang lama menjadi kebiasaan yang tak terhindarkan.
Dokter spesialis mata Rumah Sakit Umum Hermina Arcamanik, dr. Bella Pratiwi Sudjana, Sp.M, menyebutkan, menjaga kesehatan mata jutru sangat diperlukan pada masa pandemi seperti ini.
Sebab, lanjutnya, banyak pasien mengalami kelelahan mata, mata kering, maupun kelainan refraksi (kabur pada penglihatan). Penderita mengalami kabur penglihatan atau mata lela. Setelah diperiksa, ternyata terdiagnosa terkena miopi atau astigmatisma (kelainan refraksi).
Penyebab mata lelah di era daring adalah durasi kerja jarak dekat yang cukup lama. Ketika melihat dengan jarak dekat, mata akan mengalami penyesuaian untuk menerima bayangan yang jelas dari objek yang dilihat, maka otot pada mata akan mengalami kontraksi sehingga menyebabkan kelelahan pada mata.
Jika melihat dengan jarak dekat, maka otot mata akan lebih berkontraksi. Ibarat mengangkat benda berat, mungkin dapat bertahan selama beberapa menit. Akan tetapi, semakin lama mengangkat benda berat, tentu akan membuat lelah.
Oleh karena itu, dr. Bella menekankan pentingnya mengatur jarak saat menggunakan layar. Postur tubuh berpengaruh pada jarak ideal penggunaan layar komputer atau gawai. Umumnya jarak mata dengan gawai adalah satu lengan atau sekitar 30-40 cm.
Selain itu, dia juga menyarankan untuk menggunakan 20-20-20 yang efektif untuk mencegah kelelahan pada mata. Aturan ini mengatur waktu mata beraktivitas.
Jadi, setiap dua puluh menit melihat layar harus dilanjutkan istirahat selama dua puluh detik, dengan melihat sejauh dua puluh kaki atau sekitar 6 meter. Dengan melihat jarak jauh, otot-otot mata akan berelaksasi sehingga membuat mata lebih rileks. (Amalia – Anggota Perempuan Indonesia Satu)
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »