BENTENGSUMBAR.COM - Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Letjen (Purn) Agus Widjojo yang mengatakan TNI milik Presiden bukan milik rakyat.
Pernyataan tersebut menjadi sorotan berbagai pihak karena selama ini TNI dianggap milik rakyat.
Pakar Hukum Tata Negara Aidul Fitriciada Azhari mengaku kaget dengan adanya pernyataan Agus Widjojo tersebut. Pasalnya, hal itu merupakan konsep dari Demokrasi Liberal.
"Ini konsep demokrasi liberal, militer di bawah kuasa politik sipil. Konsep spt ini yg dikehendaki oleh NGOs liberal di awal reformasi," melalui akun Twitter @AidulFa, Senin, 11 Oktober 2021.
Menurutnya, hal tersebut bertolak belakang dengan Sisten Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta (Sishankamrata) yang diwariskan tentara pejuang.
"Kaget juga jika kemudian TNI mengakomodasinya. Jauh bertolak belakang dg doktrin sishankamrata yg diwariskan tentara pejuang dulu," ujar Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta ini.
Pernyataan tersebut disampaikan Aidul saat menanggapi cuitan pegiat media sosial Fahmi Alkatiri dalam akun @FKadrun.
"Konsep TNI yg baru. Bikin gw shock. Undur diri 1 jam. Sakit kepala gw. Kalian lihatlah sendiri. Penyusupan sudah parah," cuit aktivis ini.
Sebelumnya Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Letjen (Purn) Agus Widjojo yang mengatakan TNI milik Presiden bukan milik rakyat.
Hal tersebut terungkap pada sebuah video percakapan Agus Widjojo dengan Najwa Shihab viral di media sosial.
Hal itu bermula saat Najwa Shihab bertanya kepada Agus Widjojo, "konsep tentara menyatu dengan rakyat itu apakah keliru, dan TNI bukan punya rakyat?".
Agus pun menjelaskan, jika awalnya TNI lahir dari bangsa yang berjuang.
"Kita belum punya negara. Jadi yang berjuang itu adalah rakyat, menyatu itu," ujar Agus.
Agus menjelaskan, perjuangan meraih kemerdekaan itu merupakan perjuangan politik, yang terbagi atas laskar.
"Jadi ada laskar Hizbullah, Laskar Nasionalis, gitu kan. Itu dijadikan satu, jadi TNI. Jadi TNI dari sejak awal memang harus berdamai dengan politik," ujarnya.
Menurut Agus, waktu perang tentara memang menyatu dengan rakyat.
Dia menyebut, prinsip perang gerilya memang tentara harus menyatu dengan rakyat, seperti antara ikan dan air.
Hal berbeda jika terjadi masa damai, tentara tidak lagi menyatu dengan rakyat.
Agus mengatakan, jika TNI itu milik presiden atau mereka yang memenangkan pilkada.
"Tetapi setelah menjadi demokrasi, setelah merdeka, rakyat itu punyanya presiden. Rakyat itu punyanya yang dipilih oleh rakyat, memenangkan pilpres, pemilu," ujar Agus.
Najwa pun mengajukan pernyataan lagi jika narasi TNI bersatu dengan rakyat apakah sudah tepat? Agus menjawab tidak.
"Tidak, rakyat itu punyanya presiden. Dan kalau dilihat aslinya doktrin-doktrin kemanunggalan TNI rakyat itu untuk prajurit, bukan untuk Mabes, bukan untuk institusi," katanya.
Agus melanjutkan, keputusan Junior membela rakyat sipil yang berkasus tanah juga merupakan tindakan keliru.
"Jadi tentara itu tidak punya kewenangan untuk menjangkau kepada sumber daya manusia sipil di masa damai. Seperti tadi Brigjen Junior, itu sudah salah pengertian, pimpinan yang belum bisa tuntas untuk memberikan pengertian yang benar kepada dia," katanya.
Agus malah mengkritik mengapa Bintara Pembina Desa (Babinsa) malah mengurusi masalah sipil, seperti membantu rakyat kecil yang terlibat kasus sengketa lahan dengan korporasi.
"Sebenarnya Babinsa tidak ada kewenangan untuk ngotak-ngatik, ngurus urusan sipil," katanya. (Galamedia)
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »