PADANG Pariaman merupakan salah satu daerah yang terletak di Provinsi Sumatera Barat. Daerah ini terkenal dengan sebutannya yaitu Piaman Laweh, Dahulu daerah ini adalah sebuah kabupaten yang ibukotanya yaitu Kecamatan Pariaman. Kecamatan Pariaman sendiri sekarang sudah menjadi Kota Madya Pariaman. Pariaman ini sendiri sekarang sudah mekar. Hal ini membuat Kabupaten Padang Pariaman mencari Ibukota terbaru yaitunya kecamatan Parit Malintang.
Daerah Padang Pariaman ini terkenal juga dengan pariwisata yang mumpung. Bentangan alam yang beragam, mulai dari pegununungan hingga lautan ada di Padang Pariaman ini. Di Padang Pariaman ini tentu banyak tempat-tempat wisata misalnya Pemandian Tirta Alami, Air Terjun Nyarai, Pantai Tiram, Pantai Arta, dan lain-lain.
Hal ini tidak dilupakan tentunya suatu daerah yang berada di kaki gunung Tandikek yang bernama Tandikek Asli.
Tandikek Asli Sendiri adalah sebuah wilayah yang ada di kecamatan Patamuan Kabupaten Padang Pariaman. Wilayah ini barang tentunya sudah akrab dengan kuburan keramat yaitu kuburan Kalikjantan. Di Tandikek Asli ini banyak potensi wisata-wisata yang ada misalnya Air Terjun Buburai Sipisang, Air terjun Sapan, Pemandian Air Tanang, dan Pemandian Lubuak Batu Palimauan.
Kita berbicara tentunya dengan pemandian dan air. Tandikek Asli sendiri adalah sebuah wilayah yang berada di kaki gunung Tandikek, Karena berada di kaki Gunung inilah sumber air(mata air) disini begitu banyak. Daerah ini menjadi sumber air PDAM juga karena PDAM di daerah Padang Sago berasal dari sini. Hal ini tentu tidak mengejutkan karena banyaknya tempat pemandian yang ada di Tandikek Asli ini.
Pemandian yang diperhatikan disini adalah pemandian Aie Tanang, pemandian ini juga adalah pemandian bersejarah yang dahulunya merupakan tempat pemandian Inyiak Kalikjantan Menurut ceritanya inyiak ini adalah seorang yang pandai alias sakti di daerah tandikek asli. Kalikjantan merupakan orang yang pandai dalam segala hal. Menurut cerita dia adalah orang yang menemukan kampung tandikek asli. Dia memiliki suku Piliang dan mempunyai istri yang bernama sangko memiliki suku sikumbang. Kalikjantan merupakan seseorang yang sejak kecil dididik dengan pengetahuan silek. Konon ceritanya ia adalah orang yang berasal dari Darek kemudian turun ke daerah Rantau.
Setelah dewasa ia kemudian hijrah ke tandikek asli dan menetap disana. KalikjTan menurut cerita memiliki agama hindu karena islam masuk ke tandikek maka ia tidak disukai oleh Katik sangko,katik sangko merupakan penyebar islam di tandikek dan kalikjatan merupakan datuak di Tandikek asli maka keduanya bertengkar karena Hal ini kalikjantan berperang dengan katiksangko peperangan begitu a lot maka akhirnya dimenangkan oleh katik sangko.
Peperangan ini dimenangkan oleh katik sangko dengan membunuh kalikjatan dengan memisahkan tubuhnya yaitu kepala,cincin nya. Konon menurut cerita Sicincin dinamakan sicicincin karena cincin kikjatan dikubukurkan disana. Sedangkan kepala hilalang disanalah kepala kalikjantan Hilang. Di tandkkek asli badannya yang dikuburkan sampai saat ini dinamakan Koto Nan Alah. Ditemukan banyak peralatan yang menurut cerita itu adalah miliknya yaitu Lasuang.
Banyak Kepercayaan Masyarakat misalnya aie tanang yaitu sebuah sungai yang mengalir sampai saat ini air disana. Tenang. Menurut cerita air itu tenang karena pertumpahan darah tentara katik sangko yang dibunuh dan dihanyutkan Disana. Sampai saat ini kuburannya masih sering dikunjungi orang untuk bertapa dan kuburannya smpai saat ini disekitarny tidak ada semak dan penduduk tidak ada yang Membersihkan karena jauh di kaki gunung Tandikek.
Begitu melegenda cerita Inyiak Kalikjantan ini dan juga tempat pemandiannya. Pemandian ini menurut masyarakat bisa juga menyembuhkan penyakit yang kulit. Banyak kepercayaan masyarakat terhadap pemandian-pemandian di Tandikek Utara bisa menyembuhkan penyakit karena daerahnya berada di dekat gunung Tandikat.
Era Pandemi tentunya membuat masyarakat tidak boleh keluar dari rumah, hal ini membuat masyarakat yang notabnene Dirumah Saja tidak boleh bepergian. Hal ini cukup berdampak kepada salah satu wisata yang ada di Tandikek Asli. Wisata ini sebelumnya masih eksis tetapi sekarang sejak pandemi sudah tidak eksis lagi misalnya Pemandian Aie Tanang. Pemandian ini barang tentu sudah bisa dikatakan sudah ramai dikunjungi pengunjung medio awal tahun 2020 an. Pengunjung tempat wisata ini sekitar 100-200 orang setiap hari. Karena pandemi Covid-19 terjadi di Indonesia pada awal maret. Maka pemandian ini sudah tidak ada lagi(vakum) karena waktu itu masyarakat tentu takut akan Covid-19.
Covid-19 menyebabkan segala aspek mati, pariwisata pada saat Covid-19 juga bisa dikatakan sudah tidak ada lagi khususnya di daerah Tandikek Asli ini. Pada awalnya Pemandian ini ramai dikunjungi wisata-wisata lokal misalnya di daerah Kecamatan Patamuan saja. Akan tetapi sejak era Pandemi hal ini seakan-akan hilang dalam sekejap. Pariwisata ini bagi masyarakat sekitar pemandian sudah menjadi lahan ekonomi. Secara tidak langsung hal ini menyebabkan matinya ekonomi akibat dari Covid-19 itu sendiri.
Pariwisata yang mati akibat Covid-19 sudah payah dihidupkan lagi, maksudnya karena era Pandemi belum berakhir, sulit bagi wisatawan untuk datang ke tempat pemandian ini. Hal ini tentu menjadi kekhawatiran bagi masyarakat Tanndikek Asli. Covid-19 sudah menjadi hantu bagi masyarakat agar segera berakhir. Penulis mempresiksi kalau tidak ada Pandemi pemanadia Aie Tanang ini akan ramai dikunjungi seperti tahun 2017 eksisnya Lubuak Batu Paliamauan kala itu. Tapi hal ini seakan sekarang sudah tidak ada.
Kita sebagai masyarakat sudah barang tentunya untuk memajukan kampung kita dengan pariwisata baik itu wisata alam, religi dan lain-lain. Kita tidak boleh menyalahkan keadaan pandemi ini. Sebelum pandemi seperti ini, sesudah pandemi seperti ini, hal ini tentu berdampak pada masyarakat itu sendiri. Tugas kita sekarang yaitu kita sebagai masyarakat bagaimana kita menghidupkan kembali pariwisata kita yanh mati ini agar tetap eksis dimata wisatawan dan menunggu pandemi berakhir dan menata kembali wisatawan yang memiliki potensi ini agar tidak mati.
*Penulis adalah Abdul Jamil Al Rasyid Mahasiswa Sastra Minangkabau FIB Unand angkatan 2019 berdomisili di Padang Pariaman Santri Pondok Pesantren Madinatul Ilmi Nurul Ikhlas Patamuan Tandikek.
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »