BENTENGSUMBAR.COM — Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra mengatakan, catatan terbesar bagi dua tahun awal pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) dan Ma’ruf Amin adalah kondisi politik dan demokrasi Indonesia yang terus memburuk.
Hal ini menurut Herzaky, berdasarkan rujukan dari berbagai lembaga internasional, seperti Freedom House, The Economist Intelligence Unit, maupun dari lembaga survei nasional seperti yang dilakukan SMRC akhir-akhir ini.
Bahkan, berdasarkan survei SMRC baru-baru ini, misalnya, masyarakat Indonesia menilai kondisi politik memburuk dalam 2 tahun terakhir. Dari September 2019 ke September 2021, yang menilai kondisi politik baik/sangat baik menurun dari 41 persen menjadi 26,8 persen.
Sebaliknya, yang menilai buruk/sangat buruk naik dari 14,5 persen menjadi 24,4 persen. Data ini berdasarkan Survei Nasional pada September 2021.
“Hasil survei ini pun mengkonfirmasi rendahnya indeks demokrasi Indonesia yang menurut Freedom House yang terus menurun tiap tahunnya. Bahkan, selama era Jokowi Indonesia tidak pernah masuk dalam kategori negara bebas atau free. Tidak seperti di era Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Indonesia selalu di kategori negara partly free,” ujar Herzaky kepada wartawan, Rabu, 20 Oktober 2021.
Bahkan, menurut The Economist Intelligence Unit, Demokrasi Indonesia merupakan yang terburuk dalam 14 tahun terakhir. Demokrasi Indonesia masuk dalam kategori yang belum sempurna menurut laporan tersebut. Dari lima indikator, kebebasan sipil mendapatkan nilai terendah.
“Pemerintahan Jokowi perlu kerja keras selama tiga tahun tersisa untuk memperbaikinya. Belum lagi Pemerintahan saat ini harus menghindari godaan besar menuju absolutisme power yang berakibat buruk pada demokrasi Indonesia,” katanya.
Karena dengan kekuatan politik parlemen yang saat ini mencapai 82 persen, kebijakan apapun yang akan diambil pemerintah, dengan mudah bisa disetujui parlemen.
Bahkan, suara rakyat yang berbeda dengan apa yang dikehendaki pemerintah, bisa dianggap angin lalu saja di kala pemerintah sudah punya mau.
Mulusnya RUU Omnibus Law atau RUU Cipta Kerja pada tahun 2020, saat ditentang oleh berbagai elemen masyarakat, dan di parlemen Demokrat menjadi satu-satunya kekuatan besar yang menolak secara frontal dengan walk out saat sidang paripurna yang berencana mengesahkan RUU Omnibus Law menjadi UU.
“Ini merupakan satu contoh nyata, bahkan di kala kekuatan politik pemerintah di parlemen belum sekuat sekarang,” ungkapnya.
Lalu, wacana presiden tiga periode atau penambahan masa jabatan dua atau tiga tahun yang sempat dihembuskan oleh mesin-mesin propaganda di media sosial oleh sekelompok pihak.
Berupaya menggoda Presiden Jokowi untuk mengentalkan kekuasaannya melebihi apa yang dibatasi dengan berupaya mengusulkan amandemen konstitusi.
“Menuju apa yang pernah digaungkan ratusan abad lalu oleh seorang raja, l’etat c’est moi. Negara adalah saya. Seakan-akan Presiden melebihi Konstitusi. Apa yang diinginkan Presiden, bahkan Konstitusi pun akan diubah sesuai dengan keinginan Presiden,” katanya.
Namun demikian, Herzaky bersyukur sampai dengan saat ini, Presiden Jokowi tampak belum ada keseriusan mendorong wacana presiden tiga periode atau penambahan masa jabatan dua tiga tahun.
“Suatu sinyal positif yang patut kita jaga betul agar tidak mendadak berubah. Karena kalau sampai itu terjadi, demokrasi kita akan kembali ke masa kelam, bahkan lebih kelam dibandingkan dengan Orde Baru,” tuturnya.
Catatan penting selanjutnya adalah ruang untuk pihak yang berbeda. Banyak pihak yang berbeda pandangan dengan pemerintah, menghadapi konsekuensi yang sangat serius. Dari doxing, serbuan fitnah, hoax, peretasan akun, sampai ke upaya perampasan kepengurusan yang sah seperti yang dialami Partai Demokrat di bawah kepemimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
“Karena ada upaya sangat serius untuk menghancurkan kekuatan yang berbeda pandangan dengan pemerintah. Ada abuse of power yang terjadi sangat nyata, tapi seakan pemerintah tak berdaya menghadapinya,” ungkapnya.
Bahkan, propaganda melalui media sosial dengan memanipulasi opini publik dan menyerang pihak yang berbeda, dilakukan dengan sangat serius oleh pihak yang dekat dengan kuasa dan pengusaha kakap, seperti hasil penelitian Wijayanto dan Ward akhir-akhir ini.
“Harapan kita, pemerintahan Jokowi-Maruf Amin bisa turun dari jabatannya pada tahun 2024 dengan meninggalkan warisan iklim demokrasi yang lebih baik daripada situasi hari ini, di tengah kepungan money politics, post truth politics, dan identity politics, seperti yang berulang kali diingatkan oleh Ketum Partai Demokrat AHY,” pungkasnya. (Fajar)
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »