TREN operasi plastik nampaknya tak ikut terdampak pandemi. Masyarakat dunia juga mulai terbiasa mendengar prosedur ini, termasuk di dalam negeri. Namun perlu diketahui bahwa melakukan prosedur operasi plastik memiliki dampak jangka panjang yang buruk bagi kesehatan.
Meski demikian, banyak orang ternyata masih tertarik melakukan operasi plastik yang bertujuan untuk “mempercantik” bentuk wajah atau tubuh. Di Korea Selatan, peminatnya justru melonjak selama pandemi.
Warga Korsel justru banyak melakukan operasi plastik, terutama di bagian yang tertutup masker seperti hidung dan bibir. Tren ini dapat dilihat dari peningkatan keuntungan di industri bedah plastik kecantikan di Korsel.
Pada 2020, industri ini meraup sekitar 0,7 miliar dollar AS atau setara Rp148,6 triliun. Angka ini naik 9,2% dibandingkan tahun 2019 dan diperkirakan akan naik lagi hingga mencapai sekitar 11,8 miliar dollar AS atau Rp164 triliun pada 2021.
Di Indonesia, operasi plastik juga semakin diminati warga biasa. Dokter Spesialis Bedah Plastik Rekonstruksi dan Estetik (Sp. BP-RE) Ade Sari Nauli Sitorus menyebutkan banyak orang menginginkan wajahnya mirip dengan aktris K-pop atau K-drama kesukaannya.
Dia juga mengatapak, ada tiga pelayanan bedah plastik yang paling diminati masyarakat Indonesia di masa pandemi, yakni Rhinoplasty (rekonstruksi hidung agar lebih mancung), Breast Augmentation (memperbesar ukuran payudara), dan Liposuction (sedot lemak di bagian tubuh tertentu).
Peringkat negara
Meskipun banyak yang menganggap Korea Selatan sebagai pusat tren oplas (operasi plastik), nyatanya jumlah prosedur operasi plastik di negara pusat K-pop ini belum masuk peringkat terbanyak dunia.
Amerika Serikat masuk dalam daftar paling atas negara dengan jumlah operasi plastik terbesar dunia, yakni mencapai 4,3 juta prosedur. AS juga memiliki ahli bedah plastik terbanyak. Prosedur paling popular di AS adalah pembesaran payudara.
Peringkat kedua dipegang oleh Brazil dengan 2,3 juta prosedur, sedangkan peringkat ketiga adalah Mexico dengan 1 juta prosedur lebih. Peringkat selanjutnya berturut-turut diduduki oleh Jerman (922.056 prosedur) dan India (895.896 prosedur).
Meskipun kini operasi plastik menjadi tren untuk mempercantik diri, sebenarnya bukan itu tujuannya ketika prosedur ini pertama kali ditemukan oleh Harold Gillies, seorang ahli bedah asal Selandia Baru.
Pada tahun 1916, dia menemukan operasi plastik untuk membantu pasa tentara Perang Dunia I yang mengalami kerusakan wajah akibat peperangan. Operasi plastik Gillies bertujuan membantu rekonstruksi keruskan wajah para tentara agar dapat hidup dengan layak kembali.
Efek jangka panjang
Operasi plastik bagi sebagian orang memang bisa membantu mempercantik diri serta meningkatkan rasa percaya diri. Meski demikian perlu diingat bahwa melakukan prosedur oplas dapat berdampak pada kesehatan dalam jangka panjang, terutama jika dilakukan berkali-kali.
Berikut ini dampak negatif yang bisa terjadi ketika seseorang melakukan operasi plastik:
Risiko infeksi
Antisipasi risiko infeksi memang pasti dilakukan saat pasca operasi, namun infeksi masih tetap dapat terjadi. Sekitar 1% hingga 2,5% pasien operasi plastik yang menjalani pembesaran payudara mengalami infeksi.
Biasanya infeksi kulit selulitis juga dapat terjadi setelah operasi. Dalam kasus yang parah, infeksi terjadi di dalam tubuh sehingga membutuhkan antibiotik intravena (IV) untuk mengatasinya.
Efek samping perdarahan
Jika pendarahan tidak dapat dikendalikan, pasien dapat mengalami penurunan tekanan darah. Potensinya pun tak main-main, bisa menyebabkan kematian.
Kehilangan darah memang bisa terjadi saat operasi berlangsung, seperti operasi pada umumnya. Namun, pendarahan bisa pula terjadi pasca operasi.
Pembentukan hematoma
Hematoma merupakan gumpalan darah tak normal yang terdapat di luar pembuluh darah. Kondiri ini bisa menyebabkan pembengkakan bengkak dan memar dengan kemunculan kantong darah di bawah permukaan kulit pada area yang dioperasi.
Paling umum, hematopa terjadi setelah seseorang melakukan prosedur facelift dengan rata-rata kejadian sekitar 1% pasien. Terkadang, kantong darah ini cukup besar dan menyakitkan sehingga diperlukan operasi tambahan untuk mengatasinya.
Saraf rusak
Operasi plastik juga bisa mengakibatkan kerusakan saraf. Mengalami mati rasa atau kesemutan setelah operasi plastik merupakan salah satu tanda kerusakan syaraf. Kebanyakan kasus hanya sementara, namun ada pula kerusakan yang terjadi secara permanen.
Terjadinya seroma
Seroma merupakan kondisi ketika cairan tubuh steril atau serum berkumpul di bawah permukaan kulit. Hal ini pun mengakibatkan pembengkakan dan nyeri. Paling umum, kejadian ini terjadi pada prosedur operasi pengencangan perut pada sekitar 15% sampai 30% pasien.
Deep Vein Thrombosis (DVT) dan Emboli Paru
DVT merupakan kondisi terbentuknya gumpalan darah di dalam vena dalam, terutama di bagian kaki. Gumpalan ini bisa masuk ke aliran darah lalu menyumbat pembuluh darah arteri di paru-paru. Kondisi ini lah yang dinamakan emboli paru.
Efek samping operasi plastik ini jarang terjadi, tetapi DVT dan emboli paru bisa berakibat fatal. Pasien yang melakukan operasi plastik berkali-kali berisiko 5 kali lebih tinggi mengalami DVT dan emboli paru. (Dytha – Anggota Perempuan Indonesia Satu)
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »