BELUM lama ini, tepatnya pada tanggal 13 Oktober merupakan perayaan No Bra Day atau Hari Tanpa Bra. Sayangnya peringatan ini kerap disalahartikan. Padahal, no bra day diperingati di tengah Breast Cancer Awareness Month atau Bulan Peduli Kanker Payudara yang jatuh pada bulan Oktober.
Jadi apa kaitan kanker payudara dan Hari Tanpa Bra? Wanita yang telah berjuang melawan kanker payudara sering kali harus memakai prostesis untuk menggantikan payudara yang telah diangkat, dan akibatnya tidak dapat pergi tanpa bra.
Nah, tujuan peringatan no bra day adalah untuk mengingatkan masyarakat bahwa kanker payudara merupakan penyakit yang berpotensi fatal. Namun, penyakit ini juga dapat dicegah jika kita mengenali tanda-tanda peringatan dininya.
No Bra Day dibuat untuk meningkatkan kesadaran perempuan dan bahkan laki-laki akan kanker payudara, mengampanyekan pemeriksaan diri, dan deteksi dini kanker payudara. Oleh karenanya, edukasi sangat penting agar masyarakat bisa memahami penyakit ini dengan cara yang benar.
Bahaya kanker payudara
Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, hingga akhir tahun 2020 terdapat 7,8 juta perempuan yang didiagnosis mengidap kanker payudara dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Catatan ini juga mengungkapkan, 685.000 meninggal akibat penyakit ini.
Sementara di Indonesia sendiri, WHO mencatat ada 65.858 perempuan Indonesia yang terdiagnosis kanker payudara pada tahun 2020. Sedangkan angka kematian mencapai 22.430 orang.
Menurut Aryanthi Baramuli Ketua Umum Cancer Information and Support Center (CISC), selama ini data-data yang mereka dapatkan terkait kasus kanker payudara hanya berasal dari rumah sakit yang memiliki pelayanan kanker.
Sedangkan rumah sakit dengan pelayanan untuk kanker secara umum dan terbanyak hanya tersebar di Jawa, sehingga penambahan angka pasien kanker ataupun bergejala masih mungkin terjadi seiring fakta kurangnya data terutama dari wilayah-wilayah Indonesia Timur.
Ketua Umum CISC itu juga menyebutkan usia yang rentan terkena kanker payudara di Indonesia paling banyak di usia 40-45 tahun. Oleh karenanya, Aryanthi mengingatkan kepada generasi muda untuk mewaspadai gejala-gejala kanker payudara. Jika menemukan benjolan, segera memeriksakan diri ke dokter.
Deteksi dini
Memeriksakan payudara juga salah satu upaya deteksi dini. Menurut Johns Hopkins Medical Center, sekitar 40% kanker payudara yang terdiagnosis terdeteksi oleh perempuan yang merasakan adanya benjolan.
Sementara itu, dr. Farida Briani Sobri, SpB(K)Onk, spesialis bedah onkologi menjelaskan bahwa salah satu elemen penting dalam kanker payudara adalah biopsi. Ketika ditemukan benjolan yang berpotensi, biopsi menjadi opsi untuk meneliti lebih lanjut.
Sayangnya, dr. Farida menyebut fakta di lapangan sebagian besar pasien masih takut untuk menjalani biopsi karena mereka kurang memahami. Padahal biopsi tidak membuat sifat keganasan kanker berubah dan menyebabkan kanker menyebar.
Dia menekankan, biopsi justru sangat penting dilakukan untuk memperoleh diagnosis yang jelas. Diagnosis yang jelas ini sangat penting agar dokter bersama pasien bisa membuat skema treatment atau pengobatan yang tepat.
Dengan hasil biopsi yang lengkap, misalnya dengan biopsi jarum inti atau core biopsy, memungkinkan dokter bersama-sama dengan pasien membuat rencana pengobatan yang tepat untuk pasien sebelum terapi dilakukan.
Pemeriksaan biopsi disebutkan lebih lanjut, dianjurkan pada pasien dengan klinis yang mengarah pada kecurigaan kanker payudara tetapi hasil pencitraannya kurang konklusif (massa indeterminate).
Beberapa mitos yang keliru lekat dengan imej biopsi selama ini, misalnya biopsi bisa menyebabkan kanker menyebar atau pecah. Sering juga terdengar mitos jika biopsi justru membuat tumor yang tadinya jinak malah menjadi ganas.
Dalam paparannya, dr. Farida menjelaskan bahwasanya mitos-mitos yang beredar di masyarakat seperti di atas itu adalah hal yang salah. Sebab faktanya, biopsi tidak membuat tumor menjadi ganas, menyebar, atau pecah.
Dia menjelaskan, ada dua sifat tumor, yaitu jinak dan ganas (kanker), dan biopsi tidak akan mengubah sifat tumor tersebut. Sangat kecil kemungkinan kanker menyebar akibat jarum biopsi (kurang dari 1%) dan resiko itu bisa diturunkan dengan teknik biopsi yang dipandu radiologi USG atau ultrasonografi. (Amanda – Anggota Perempuan Indonesia Satu)
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »