BENTENGSUMBAR.COM - Media sosial digadang-gadang sebagai penentu peta politik di Tanah Air. Pasalnya, segala sumber dan pertukaran informasi kini terjadi di dunia maya. Fenomena ini telah terjadi pada Pemilu 2019, dan sepertinya akan terulang pada Pemilu 2024.
Lebih dari itu, media sosial juga punya pengaruh besar terhadap pilihan politik generasi muda. Survei Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menunjukkan bahwa 60,6% generasi Z atau anak muda kelahiran 1995-2005 mengakses berita terkait politik melalui media sosial.
Peneliti Pusat Penelitian Politik LIPI Wawan Ichwanuddin mengatakan, partai politik yang menguasai konten melalui media sosial berpotensi besar untuk menang.
“Bayangkan, 30 juta pemilih pemula kalau bisa digaet itu besar pengaruhnya pada saat Pemilihan Umum (Pemilu),” kata dia ketika berbicara tentang Pemilu 2019.
Secara rinci, dia membagi 60,6% pemilih pemula yang mengakses berita politik melalui internet itu dalam tiga kategori intensitas. Sebanyak 36% mengakses berita politik melalui internet, namun jarang, sedangkan 22,3% sering mengakses berita politik melalui media sosial dan sisanya 2,3% sangat sering.
Oleh karenanya, dia menilai penting bagi pemerintah mengatasi peredaran berita atau informasi palsu atau hoax di media sosial. Pasalnya, sebanyak 16,8% pemilih pemula sering berdiskusi mengenai politik melalui media sosial ataupun secara langsung.
Persentase itu lebih tinggi dibanding pemilih usia di atas 24 tahun, hanya 15,1% yang sering berdiskusi politik. Bahkan, 7,6% pemilih muda sering menyampaikan keluhan kepada pemerintah melalui media sosial.
Angka tersebut juga lebih tinggi ketimbang pemilih usia di atas 24 tahun yang hanya 6,8%. Sementara, 53,8% pemilih muda merasa pemerintah perlu mendengarkan aspirasi mereka. Persentase ini pun lebih tinggi dibanding pemilih di atas usia 24 tahun yang sebesar 41,9%.
“Kalangan muda punya optimisme terhadap demokrasi. Hanya bagaimana mereka dianggap penting dan keluhannya didengar oleh pemerintah ke depan,” ucapnya.
Karena itu, dia mengimbau pemilih muda untuk melakukan verifikasi atas informasi yang ditemukan. Utamanya, pemilih muda harus membaca berita politik melalui media resmi baik surat kabar ataupun elektronik.
Media sosial jelang Pemilu 2024
Agaknya, peran penting media sosial tersebut juga akan terjadi pada Pemilu 2024. Bahkan, media sosial disebut menjadi penentu dalam konstelasi politik pada 2024 mendatang.
Karenanya, politisi yang akan maju dalam pertarungan politik harus mampu menggunakan medsos sebagai sarana komunikasi dengan calon pemilih.
“Internet kini menjadi salah satu hal penting dalam bermasyarakat seiring dengan berkembangnya teknologi. Internet memunculkan adanya jenis media baru yang dinamakan new media atau media baru, salah satunya adalah media sosial,” kata pengamat politik, Ujang Komarudin pada Minggu (19/09/2021).
Menurut Ujang, medsos menjadi salah satu bentuk media massa yang paling banyak diminati. Sifat medsos yang penyampaiannya lebih cepat dan komunikasi dua arah membuat penggunanya dapat saling berinteraksi satu dengan yang lainnya secara daring.
Kehadiran internet dan medsos secara mendasar telah mengubah berbagai aktivitas manusia, tidak terkecuali politik. Saat ini, medsos telah menjadi elemen komunikasi politik yang perannya melampaui partai politik dan warga.
Kondisi ini berbeda saat belum kehadiran medsos belum ada. Aktor-aktor politik harus menggunakan media konvensional seperti televisi dan media cetak untuk memastikan pesan-pesannya, baik berupa program-program politik, pernyataan sikap maupun kampanye, sampai kepada publik.
Namun sejak kemunculannya, medsos jadi alat kampanye terbukti cukup efektif di beberapa negara. Yang fenomenal tentu saja kemenangan Obama dalam pemilihan Presiden Amerika Serikat pada 2008.
“Saat ini era media sosial, aktor-aktor politik dapat menggunakan media sosial, baik dalam kampanye maupun untuk mendorong keterlibatan publik terhadap program politik yang sedang dijalankan oleh aktor politik,” katanya.
Elektabilitas digital
Perkembangan medsos yang begitu massif itu pun agaknya mulai menggeser preferensi masyarakat. Kini, survei elektabilitas digital justru menjadi salah satu tolok ukur popularitas suatu tokoh.
Berbeda dengan survei konvensional, survei digital bisa dilakukan dengan jumlah data yang lebih besar dengan cakupan yang lebih luas. Baru-baru ini, survei elektabilitas secara digital pun dilakukan oleh Drone Emprit, yang merupakan sebuah sistem berfungsi memonitor dan menganalisa media sosial.
Elektabilitas digital dari Drone Emprit tersebut didapatkan dengan mempertimbangkan sentimen positif (pendukung/loyalis) dan sentimen netral (simpatisan) memperlihatkan urutan tokoh politik populer. Hasilnya cukup mengejutkan, yakni sebagai berikut:
1 – Ganjar P (89.5K)
2 – Puan Maharani (67.7K)
3 – AHY (59.5K)
4 – Anies Baswedan (49.9K)
5 – Erick Thohir (24.5K)
6 – Ridwan Kamil (13.1K)
7 – Sandiaga Uno (6K)
8 – Prabowo Subianto (3.8K)
9 – Airlangga Hartanto (3.7K)
Siapa sangka, justru di platform digital, nama Puan Maharani mampu menyingkirkan nama-nama lain yang sebelumnya selalu bertengger di atas Puan, seperti AHY, Anies Baswedan, dan Ridwan Kamil.
Tampaknya, aktivitas digital yang tinggi tak serta merta meningkatkan popularitas di dunia maya. Pasalnya, Puan termasuk politikus yang tidak terlalu aktif memamerkan kerjanya.
Justru, berbagai pencapaian dan kerja nyatanya lebih banyak diliput oleh media, sebagai sumber yang kredibel. Mungkin faktor ini turut mempengaruhi meningkatnya popularitas Puan di mata publik.
Laporan: Mela
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »