SEJAK duduk di bangku sekolah dasar, peribahasa ini acapkali disuarakan oleh guru, yakni “Rajin pangkal pandai, Malas pangkal bodoh”. Pengertian pribahasa Rajin pangkal pandai adalah orang rajin belajar akan menjadi pandai. Sedangkan Malas pangkal bodoh adalah orang yang malas belajar atau membaca akan menjadi bodoh.
Kenyataan inilah yang sedang terjadi di dalam kehidupan bermasyarakat, apalagi jika dikaitkan dengan kehidupan Era Digital 4.0 – serba digital.
Seorang tokoh Yahudi menyebut, "Kami tidak akan takut kepada umat Islam, karena mereka bukan umat yang membaca."
Dr. Raghib As Sirjani dan Amir Al-Madari dalam bukunya yang berjudul “Spiritual Reading : Hidup Lebih Bermakna dengan Membaca”, terbitan Aqwam 2007, meyakini betul kemunduran umat Islam, adalah karena hilangnya tradisi membaca yang sebelumnya menjadi budaya dan watak umat ini.
Dilansir dari Laman Kominfo.go.id (10/10/2017), menurut data UNESCO, minat baca masyarakat Indonesia sangat memprihatinkan, hanya 0,001%. Artinya, dari 1,000 orang Indonesia, cuma 1 orang yang rajin membaca! Indonesia menduduki peringkat ke-2 dari bawah soal minat baca, akan tetapi menduduki peringkat ke- 5 dalam hal pengguna media sosial tercerewet di dunia.
Riset berbeda bertajuk World’s Most Literate Nations Ranked yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016 lalu, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca, persis berada di bawah Thailand (59) dan di atas Bostwana (61). Padahal, dari segi penilaian infrastuktur untuk mendukung membaca, peringkat Indonesia berada di atas negara-negara Eropa.
Apa sih artinya data-data yang ditampilkan tersebut di atas?
Boleh dibilang sampai saat tulisan ini diturunkan, kiranya tiada rumah tangga di Indonesia yang tiada memiliki gadget atau gawai alias handphone, baik handphone ‘kring-kring’ maupun yang memakai layar sentuh.
Mulai dari anak-anak sampai orang dewasa sudah memakai gadget apalagi sejak terjadinya Pandemi Covid-19 pada awal tahun 2020 lalu, baik peserta anak didik dari pendidikan dasar sampai perguruan tinggi maupun para pendidik/ pengajar diwajibkan melalukan proses belajar-mengajar melalui daring – dalam jejaring atau secara virtual menggunakan fasilitas internet.
Namun, apakah kenyataan ini sudah setara dengan pertumbuhan ‘minat baca’-nya? Apakah serta-merta secara otomatis ilmu pengetahun masyarakat Indonesia bertambah? Atau apakah dengan banyaknya jumlah pemakai gadget mampu mengangkat kualitas SDM-nya dan menjadikannya pandai?
Marilah kita lihat dari data yang dilansir oleh wearesocial.com (24/01/2017), bahwa pengguna gadget di Indonesia bisa ‘manteng’ menggunakan gadget/ laptop selama 9 jam per-hari.
Masyarakat Indonesia pengguna gadget terlama berada pada urutan ke-4 setelah Filiphina, Brazil dan Thailand serta Malaysia pada urutan ke-5.
Minat Baca Kurang, tapi Cerewet di Medsos!
Bahkan julukan ‘Cerewet’ di Medsospun diraih oleh masyarakat pengguna gadget di Indonesia. Sungguh menjadi prestasi yang tidak enak didengar. Jangan pula lantas kita bangga dengan predikat tersebut.
Pembaca yang budiman, bukannya penulis berniat menggurui siapapun bahwa dalam hal ‘minat baca’ yang kuranglah menjadi sebab masyarakat Indonesia menjadi ladang konsumsi bagi para penyebar berita bohong alias HOAX, penyebar fitnah dan bahkan banyak berita yang berasal dari medos maupun media mainstream yang mengarah kepada hasutan dan adu domba bangsa ini. Waspadalah!. -(Bersambung)
Ditulis oleh: H. Ali Akbar, tinggal di Padang Pariaman.
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »