INDONESIA berduka.. Ibu pertiwi berduka..
Negeri ini sedang berduka, mendengar dan melihat musibah demi musibah yang terjadi akhir-akhir ini seakan Tuhan sedang memberikan sinyal kepada penghuninya akan sebuah kesadaran yang harus dipertimbangkan untuk difikirkan dan difahami. Banjir bandang, tanah longsor, kilang minyak meledak, gunung meletus, gempa bumi dan lain sebagainya.
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” – (QS. Ar-Rum (30): ayat 41).
Cuplikan ayat Al Qur’an di atas mengingatkan kepada seluruh umat bahwa semua musibah yang terjadi adalah sebagai akibat dari perbuatan dan ulah manusia itu sendiri, senang dan bahagia mengerjakan maksiat – larangan Tuhan, dan tidak mau mengindahkan suruhan Tuhan bahkan membelakanginya.
Buya Hamka melalui Tafsir Al-Azharnya yang masyhur menuliskan, “.. nampaklah dengan jelas bahwa bilamana hati manusia telah rusak, karena niyat mereka telah jahat, kerusakan pasti timbul di muka bumi. Hati manusia membekas kepada perbuatannya.” – (1979: Hamka, Tafsir Al-Azhar, juz XXI, edisi lux, Penerbit Pustaka Islam, Surabaya, hal. 120).
“Di daratan memang telah maju pengangkutan, jarak dunia bertambah dekat. Namun hati bertambah jauh. Heran! Banyak orang membunuh diri karena bosan dengan hidup yang serba mewah dan serba mudah ini. Banyak orang yang dapat sakit jiwa!”, demikian Buya Hamka. (hal.121).
Dalam Tafsir as-Sa'di, Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di, pakar tafsir abad 14 H mengungkapkan: Maka Mahasuci Allah yang mengaruniakan nikmat dengan musibah dan memberikan sebagian hukuman agar manusia kembali sadar, sekiranya Allah menimpakan hukuman kepada mereka terhadap semua perbuatan buruk mereka, niscaya tidak ada satu pun makhluk yang tinggal di bumi.
Pertanyaannya adalah, “Apakah kita bisa melihat cahaya Tuhan diantara musibah yang datang?”, “Mampukah kita mengubah musibah menjadi nikmat atau rahmah?”, “Bagaimana caranya agar kita tetap tenang dan senang menerima musibah yang terjadi?”. Dibutuhkan hati dan jiwa yang pasrah pada Kehendak Tuhan untuk bisa menjawab semua pertanyaan di atas.
Solusi penulis dalam menghadapi musibah yang terjadi baik terhadap diri sendiri, keluarga dan lingkungan bahkan negeri yang tercinta ini adalah seberapa kuat kita punya kemauan untuk datang dan kembali menghadap kepada Kekuasaan dan Kebesaran Tuhan? Dia-lah Maha Segala-galanya, tempat kita meminta, Yang kita sembah. Ingat dan kembali kepada-Nya karena kita telah lalai dan lupa selama ini. Dunia ini membuat kita terlena akan keindahan dan kemegahannya.
Terakhir, "Dalam musibah itu terdapat empat seni, yaitu mencari pahala dari Allah, berkawan dengan kesabaran, berdzikir dengan baik, dan menunggu kelembutan dari Allah SWT."
*Penulis H. Ali Akbar, Tinggal di Karan Guguak Kuranji Hilir Kecamatan Sungai Limau Padang Pariaman.
« Prev Post
Next Post »