BENTENGSUMBAR.COM - Sebagai pengamat politik Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Studi Masyarakat dan Negara (LAKSAMANA), Samuel F. Silaen mengatakan, ada yang aneh bin ajaib jika KPK RI tolak rencana pemerintah membentuk Tim pemburu koruptor.
"Ada apa itulah pertanyaan publik selanjutnya? Agustus tahun lalu ada Pinangki dan beberapa Jenderal Polisi terkait Djoko Tjandra kembali harus membuat mereka berbenah. Potong dan buang organ yang sudah parah terinfeksi, itulah makna pecat Pinangki dan Bonaparte," kata Silaen kepada wartawan, Senin, 22 Maret 2021.
Dikatakannya, dugaan sementara KPK sering dijadikan alat politik dan suhu badannya lagi demam tinggi, sehingga harus membuat lembaga ini perlu di istirahatkan.
"Paling tidak, porsi kerjanya dikurangi. Itulah yang dilihat oleh pemerintah, sehingga pemerintah ingin membentuk Tim pemburu koruptor, "ujarnya.
Menurutnya, publik melihat KPK RI ini rada lamban dan cenderung obesitas akut. Sehingga kinerja KPK RI seperti keberatan badan susah bergerak akibat terlalu banyak makan anggaran keuangan negara yang diminta kepada pemerintah.
"Tapi kerja nihil kecuali ada 'pesanan' politik tertentu, baru kelihatan kencang alias tancap gas," sindir Silaen.
Dikatakannya, kinerja KPK RI ini lamban tentu saja publik terbelah menyikapi kelambanan tersebut.
"Menurut pendukung KPK RI saat ini sudah oke tapi kenapa sampai ada pemikiran pemerintah untuk membentuk Tim pemburu koruptor?. Karena banyak kejanggalan yang terjadi belakangan ini tapi KPK RI seperti tutup mata melihat kegelisahan batinnya rakyat," ungkap Silaen.
"Kok kasus yang terbilang 'receh' malah diuber- uber dan diobok- obok airnya diobok- obok. Ini seperti pertanda buruk melihat tingkah laku KPK RI belakangan ini, padahal masih banyak kasus- kasus korupsi yang triliunan yang merampok tak bisa diungkap alias dipeti es kan," ungkapnya.
Menurutnya, tidak seperti Kepolisian dan Kejaksaan langsung tancap gas dan hasilnya adalah Jiwasraya, Djoko Tjandra, TPPU Danareksa Sekuritas, Kasus Importasi Tekstil, Pelindo dua, Asabri dan banyak kasus besar lainnya kembali muncul dan penyitaan sebagai bukti bahwa peristiwa korupsi itu ada mulai dibuktikan.
"Baru-baru ini teriakan lantang Jaksa Agung yang memerintahkan jajarannya untuk menarik aset-aset koruptor kita dengar. Kita dukung dan kita apresiasi perintah dan ajakan itu," pungkasnya.
Dikatakannya, memiskinkan para pelaku korupsi negeri ini, sangat mungkin adalah cara jitu bila hukuman mati masih sulit diwujudkan.
"Kepolisian dan Kejaksaan adalah ujung tombak wajah hukum kita. Mereka yang bekerja disana seharusnya adalah para kaku tak mudah bengkok. Para idealis tak mudah silau," tegas Silaen.
Sebeb, jelas Silaen, untuk itulah mereka dibayar. Untuk itulah mereka memiliki dan diberi kewenangan sedemikian besar. Untuk itulah tindakan tegas dan berani harus keluar dari institusi itu.
"Bila hari ini KPK justru terlihat lamban dan loyo karena adanya indikasi virus yang sama pernah menginfeksi Kejaksaan dan Polri di masa lalu, istirahatkan dulu saja. Biarkan mereka sibuk dengan keluh kesahnya sendiri. Pada akhirnya rakyat lah yang akan menilai itu semua," jelas Silaen.
Menurutnya, apa yang disampaikan oleh Menkopolhukam itu jadi tamparan keras buat KPK RI, sebab KPK RI bekerja seperti kaum politikus yang butuh sanjungan dan pujian. KPK dalam tupoksinya tidak demikian.
"Ini KPK RI seperti genit sendiri, kasus laporan masyarakat yang masuk dari pihak tertentu yang kontra dengan KPK RI tak mendapat atensi yang serius. Tapi dari laporan kelompok tertentu yang pro KPK RI langsung tancap gas," pungkasnya.
(by)
« Prev Post
Next Post »