Din menuturkan, UU ITE dirancang sejak era SBY dalam rangka memantau transaksi keuangan secara elektronik yang berkaitan dengan money laundering atau pencucian uang dan korupsi.
"Namun pada rezim Jokowi disalahgunakan dengan penekanan media sosial," kata Din dalam webinar Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), Kamis, 12 November 2020.
Din menilai, penyalahgunaan UU ITE ini telah membawa banyak korban. Salah satunya para aktivis KAMI yang ditangkap dan dijerat dengan UU ITE. Menurut mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah ini, UU ITE bisa mengancam pengembangan demokrasi.
Jika berlanjut, ia menyebut Indonesia akan mengalami tiga tingkat kerusakan.
Tingkat pertama adalah defiasi dan distorsi kehidupan nasional dari nilai dasar. Tingkat kedua kediktatoran konstitusional, dan tingkat ketiga arogansi kekuasaan.
Salah satu contoh arogansi kekuasaan adalah ketika penguasa menutup mata dan hati terhadap suara rakyat.
Misalnya, Din menyebutkan permintaan penundaan pilkada oleh NU, Muhammadiyah, MUI, dan Komnas HAM.
Begitu pula Omnibus Law yang didesakkan ditunda banyak elemen masyarakat, tapi penguasa menutup mata dan hati.
"Multi level damages. Kerusakan yang bertingkat-tingkat ini lah ditambah penerapan UU ITE saya kira akan membawa Indonesia jauh dari demokrasi," kata Din Syamsuddin.
Sebelumnya, polisi menangkap pengurus KAMI yakni Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat dan Anton Permana berdasarkan surat penangkapan bernomor SP/Kap/165/X/2020/ Direktorat Tindak Pidana Siber tertanggal 13 Oktober 2020.
Dalam surat tersebut tertulis Syahganda ditangkap atas dugaan menyebarkan berita bohong atau hoaks melalui akun Twitter pribadinya.
Sumber: Tempo.co
« Prev Post
Next Post »