BENTENGSUMBAR.COM - Pemerintah melalui Kementerian BUMN akhirnya memilih skema bail in atau penyuntikan modal sebesar Rp 22 triliun untuk menyelamatkan PT Asuransi Jiwasraya (Persero).
Dana ini diberikan dua tahap kepada PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) atau Bahana sebesar Rp 12 triliun di tahun depan, sisanya Rp 10 triliun di 2022.
Dana tersebut akan digunakan Bahana sebagai Holding BUMN Perasuransian dan Penjaminan untuk mendirikan perusahaan asuransi jiwa baru yakni IFG Life, yang akan menerima pengalihan polis nasabah Jiwasraya.
Data Jiwasraya per 31 Agustus 2020 mencatat, jumlah pemegang polis di Jiwasraya mencapai 2,63 juta orang, di mana lebih dari 90% nasabah adalah pemegang polis program pensiunan dan masyarakat kelas menengah ke bawah.
Menteri Keuangan Sri mulyani Indrawati pun angkat bicara soal ini. Menkeu mengatakan benar adanya Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp 20 triliun kepada Bahana.
Namun, bantuan yang diberikan ini tidak sepenuhnya untuk membantu masalah yang ada di Jiwasraya. Sebab, anggaran itu diberikan terutama untuk menyelesaikan masalah yang menimpa nasabah tradisional.
"Going concern [keberlangsungan bisnis] dari Jiwasraya tetap jadi tanggung jawab pemerintah [sebagai pemegang saham]. Dan kita pun tidak me-reward untuk para peserta Jiwaraya yang selama ini yang bukan sifatnya tradisional," ujarnya dalam konferensi pers virtual, dikutip Selasa, 6 Oktober 2020.
Ia pun memastikan, penggunaan anggaran PMN akan tetap diawasi melalui kerjasama dengan Kejaksaan Agung (Kejagung).
Dengan demikian, jika terjadi penyalahgunaan anggaran bisa segera ditindak.
"Jadi dalam hal ini Jiwasraya enforcement, bahkan kita minta ke bapak Jaksa Agung membuat targeting berapa aset yang bisa di-recover dari berbagai kasus yang sedang ditangani Kejaksaan yang ada dalam peradilan," jelasnya.
Di sisi lain, Staf Khusus Menteri Keuangan bidang Kebijakan Fiskal dan Makroekonomi, Masyita Crystallin, juga menegaskan banyak pihak yang mempertanyakan keputusan Pemerintah dan DPR dalam penyelamatan Jiwasraya yang dianggap sebagai bail out (dana talangan) untuk mencegah dampaknya terhadap pemegang polis atau nasabah Jiwasraya.
Padahal yang terjadi adalah pemerintah sebagai pemilik modal atau pemegang saham Jiwasraya melakukan PMN (bail in) ke PT BPUI atau Bahana.
"Saya rasa ada kesalahpahaman di sini. Yang mengatakan ini adalah bail out, mohon maaf, mungkin kurang teliti dalam menyimak," tegas Masyita Crystallin, dalam keterangan resmi yang diterima CNBC Indonesia, Senin, 5 Oktober 2020.
"Dalam hal ini yang dilakukan adalah bail in, pemerintah sebagai pemilik modal melakukan PMN ke PT BPUI untuk menyelesaikan persoalan Jiwasraya," jelasnya.
Masyita menjelaskan, proses PMN pun dilakukan dengan prudent, sebagaimana proses PMN lain, melibatkan Kementerian BUMN serta dibahas dan disetujui DPR.
"Ini harus dibedakan dengan isu kedua, yaitu permasalahan Jiwasraya yang sedang berjalan."
Dia menegaskan, kalau kasus ini dikatakan sebagai perampokan, pemerintah juga akan mengejar aset para pelaku kejahatan asuransi ini agar uangnya nanti dikembalikan kepada negara.
"Saat ini pun pihak Kejaksaan Agung telah menyita aset senilai kurang lebih Rp 18 triliun dan tuntutan seumur hidup. Jadi tidak benar jika ada yang mengatakan bahwa kasus ini dibiarkan begitu saja", tambah Staf Khusus Menkeu Sri Mulyani Indrawati ini.
Mantan ekonom Bank DBS untuk Indonesia dan Filipina ini menegaskan, pemerintah memberikan PMN ini sebagai wujud dukungan dan komitmen untuk menjaga reputasi industri jasa perasuransian sehingga terus berkembang.
"Kita memerlukan ini untuk pendalaman pasar keuangan domestik ke depan," katanya.
Selain itu, pemerintah juga ingin mencegah dampak ekonomi yang terlalu besar.
"Bayangkan jumlah pemegang polis Jiwasraya mencapai 2,63 juta orang. Di mana lebih dari 90% nasabah adalah para pensiunan yang merupakan pemegang polis. Di antaranya ada 9.000 nasabah dari yayasan guru. Mereka adalah rakyat Indonesia yang harus dilindungi," pungkasnya.
Masyita menambahkan keputusan ini bukan semata-mata hanya keputusan seorang Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan namun memperlihatkan posisi pemerintah yang pro kepada rakyat banyak.
"Dan keputusan ini juga dilalui setelah mendapatkan persetujuan dari DPR. Dalam hal ini, DPR menjalankan fungsi anggaran di mana DPR memberikan persetujuan atas RUU tentang APBN yang diajukan oleh Presiden."
(***)
Dana ini diberikan dua tahap kepada PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) atau Bahana sebesar Rp 12 triliun di tahun depan, sisanya Rp 10 triliun di 2022.
Dana tersebut akan digunakan Bahana sebagai Holding BUMN Perasuransian dan Penjaminan untuk mendirikan perusahaan asuransi jiwa baru yakni IFG Life, yang akan menerima pengalihan polis nasabah Jiwasraya.
Data Jiwasraya per 31 Agustus 2020 mencatat, jumlah pemegang polis di Jiwasraya mencapai 2,63 juta orang, di mana lebih dari 90% nasabah adalah pemegang polis program pensiunan dan masyarakat kelas menengah ke bawah.
Menteri Keuangan Sri mulyani Indrawati pun angkat bicara soal ini. Menkeu mengatakan benar adanya Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp 20 triliun kepada Bahana.
Namun, bantuan yang diberikan ini tidak sepenuhnya untuk membantu masalah yang ada di Jiwasraya. Sebab, anggaran itu diberikan terutama untuk menyelesaikan masalah yang menimpa nasabah tradisional.
"Going concern [keberlangsungan bisnis] dari Jiwasraya tetap jadi tanggung jawab pemerintah [sebagai pemegang saham]. Dan kita pun tidak me-reward untuk para peserta Jiwaraya yang selama ini yang bukan sifatnya tradisional," ujarnya dalam konferensi pers virtual, dikutip Selasa, 6 Oktober 2020.
Ia pun memastikan, penggunaan anggaran PMN akan tetap diawasi melalui kerjasama dengan Kejaksaan Agung (Kejagung).
Dengan demikian, jika terjadi penyalahgunaan anggaran bisa segera ditindak.
"Jadi dalam hal ini Jiwasraya enforcement, bahkan kita minta ke bapak Jaksa Agung membuat targeting berapa aset yang bisa di-recover dari berbagai kasus yang sedang ditangani Kejaksaan yang ada dalam peradilan," jelasnya.
Di sisi lain, Staf Khusus Menteri Keuangan bidang Kebijakan Fiskal dan Makroekonomi, Masyita Crystallin, juga menegaskan banyak pihak yang mempertanyakan keputusan Pemerintah dan DPR dalam penyelamatan Jiwasraya yang dianggap sebagai bail out (dana talangan) untuk mencegah dampaknya terhadap pemegang polis atau nasabah Jiwasraya.
Padahal yang terjadi adalah pemerintah sebagai pemilik modal atau pemegang saham Jiwasraya melakukan PMN (bail in) ke PT BPUI atau Bahana.
"Saya rasa ada kesalahpahaman di sini. Yang mengatakan ini adalah bail out, mohon maaf, mungkin kurang teliti dalam menyimak," tegas Masyita Crystallin, dalam keterangan resmi yang diterima CNBC Indonesia, Senin, 5 Oktober 2020.
"Dalam hal ini yang dilakukan adalah bail in, pemerintah sebagai pemilik modal melakukan PMN ke PT BPUI untuk menyelesaikan persoalan Jiwasraya," jelasnya.
Masyita menjelaskan, proses PMN pun dilakukan dengan prudent, sebagaimana proses PMN lain, melibatkan Kementerian BUMN serta dibahas dan disetujui DPR.
"Ini harus dibedakan dengan isu kedua, yaitu permasalahan Jiwasraya yang sedang berjalan."
Dia menegaskan, kalau kasus ini dikatakan sebagai perampokan, pemerintah juga akan mengejar aset para pelaku kejahatan asuransi ini agar uangnya nanti dikembalikan kepada negara.
"Saat ini pun pihak Kejaksaan Agung telah menyita aset senilai kurang lebih Rp 18 triliun dan tuntutan seumur hidup. Jadi tidak benar jika ada yang mengatakan bahwa kasus ini dibiarkan begitu saja", tambah Staf Khusus Menkeu Sri Mulyani Indrawati ini.
Mantan ekonom Bank DBS untuk Indonesia dan Filipina ini menegaskan, pemerintah memberikan PMN ini sebagai wujud dukungan dan komitmen untuk menjaga reputasi industri jasa perasuransian sehingga terus berkembang.
"Kita memerlukan ini untuk pendalaman pasar keuangan domestik ke depan," katanya.
Selain itu, pemerintah juga ingin mencegah dampak ekonomi yang terlalu besar.
"Bayangkan jumlah pemegang polis Jiwasraya mencapai 2,63 juta orang. Di mana lebih dari 90% nasabah adalah para pensiunan yang merupakan pemegang polis. Di antaranya ada 9.000 nasabah dari yayasan guru. Mereka adalah rakyat Indonesia yang harus dilindungi," pungkasnya.
Masyita menambahkan keputusan ini bukan semata-mata hanya keputusan seorang Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan namun memperlihatkan posisi pemerintah yang pro kepada rakyat banyak.
"Dan keputusan ini juga dilalui setelah mendapatkan persetujuan dari DPR. Dalam hal ini, DPR menjalankan fungsi anggaran di mana DPR memberikan persetujuan atas RUU tentang APBN yang diajukan oleh Presiden."
(***)
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »