Irwan Prayitno ke Puan Maharani: Terimakasih Sudah Didoakan, Ada yang Salah Tentu Kita Perbaiki

Irwan Prayitno ke Puan Maharani: Terimakasih Sudah Didoakan, Ada yang Salah Tentu Kita Perbaiki
BENTENGSUMBAR.COM - Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno Datuk Rajo Bandaro Basa menyampaikan rasa terimakasihnya kepada Puan Maharani yang sudah mendoakan Sumbar. Hal itu disampaikannya ketika diundang berbicara di acara Indonesia Lawyer Club (ILC) TVOne, Selasa, 8 September 2020 kemaren. 

"Saya mengenai baik ibu Puan, sama-sama orang partai. Sehingga yang menafsirkan, silahkan, bu Puan sendiri. Saya tetap berpandangan positif dan juga ucapan terimakasih kami didoakan, dan juga kalau ada salah, tentu kita perbaiki," ungkap Irwan Prayitno dengan gaya bahasa berpantun. 

Dikatakan Irwan Prayitno, Sumbar berarti ada dua. Pertama, pemdanya, dan yang kedua masyarakatanya. "Apakah pemda, baik provinsi maupun kota atau kabupaten belum Pancasilais? Maka saya tegaskan, pastilah Pancasilais. Tidak mungkin keluar dari Pancasilais," tegasnya.

Dari segi dalil-dalil, jelas Irwan Prayitno, banyak sekali. Mulai dari Undang-undang nomor 17 tahun 2011. Jadi untuk peraturan perundangan itu, harus menjadikan sumbernya Pancasila. 

Demikian juga dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 67. "Kita kepala daerah wajib berpegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-undang Dasar 1945. Ini perintah UUD 45," jelas Irwan. 

Permendagri nomor 80 tahun 2015 yang kemudian dirubah menjadi Permendagri nomor 1010 tahun 2018. "Semua produk hukum yang kita buat, baik Perda, baik peraturan gubernur dan lain sebagainya, harus diverifikasi, difasilitasi dan dievaluasi oleh Mendagri. Jadi tidak mungkin kita membuat aturan yang mungkin intoleran, inkemajemukan, atau pun macam-macam. Tidak mungkin. Karena dievaluasi dulu, baru sah dan baru kita pakai," terang politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.

Secara teknis birokrasi, Irwan Prayitno menjelaskan secara detail proses pembuatan aturan ditingkat provinsi, bahkan termasuk Perda APBD segala macam. 

Dikatakan Irwan Prayitno, kepala daerah juga dikerangkeng oleh diskresi yang harus ada persetujuan Mendagri, sehingga kepala daerah tidak mungkin berbuat yang macam-macam dan aneh-aneh. 

"Ditegur pasti. Dilarang dan tidak mungkin. Jadi diskresi pun diatur pemerintah, minta persetujuan menteri. Pemprov Sumbar selalu patuh dengan pemerintah yang di atasnya. Dan bagaimana konsekuensinya kalau kita melanggar, UUD 45 pasal 78, kepala daerah diberhentikan. Ini diberhentikan kalau kita melanggar Pancasila," pungkas Irwan Prayitno.

Ditegaskan Irwan Prayitno, dirinya tidak akan mungkin bertahan sebagai gubernur selama 10 tahun, jika melanggar UUD 45. Bahkan, penilaian terhadap kepala daerah tak hanya dari Mendagri, tetapi juga kementerian lainnya.

"Penghargaan-penghargaan yang kita dapat, juga ada skrining dari kepolisian, kejaksaan, dari BIN. Itu dicek satu-satu. Saya sendiri mendapat penghargaan lebih 347. Itu pasti di skrining, apalagi dari presiden. Jadi, pastilah Pancasilais," ujarnya.

Dari sisi masyarakat, kata Irwan, masyarakat Sumbar memiliki adat tradisi yang unik dan diakui oleh negara sebagaimana tercantum dalam UUD 45 pasal 18B ayat 2. "Jadi, keberagaman itu, kebhinekaan itu wajar, yang tidak wajar jika kita memaksa kehendak kita dengan kata-kata intoleran kepada yang lain, padahal dia sendiri tidak toleran. Atau menyebut politik identitas, padahal dia sendiri menggunakan politik identitas kepada orang lain. Itu juga intoleran," pungkas Irwan.

"Nah kita di Sumatera Barat, itu betul orang Minang mayoritas dan sangat homogen, berbeda dengan di Jawa. Mungkin hampir 90 persen etnik Minang. Jadi ada keistimewaan, adat-adat yang muncul disitu, menjadi kesatuan perilaku, keperibadian dan karakter sedemikian rupa. Dan ini keistimewaan yang diakui oleh negara. Dan itulah kebhinekaan kita. 

Dikatakan Irwan Prayitno, pengambaran masyarakat yang Pancasilais itu adanya di Sumatera Barat. Contohnya sila Ketuhanan Yang Maha Esa, orang Minang berpedoman kepada "Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah, Adat Mangato, Syarak Memakai".

"Mau diapakan lagi, saya sudah lahir pun sudah begini. Bahwa adat itu syariat, syariat itu kitabullah. Mau diapain pun tidak bisa, saya protes? Dan ini kenyataan, semua prosesi adat itu dengan agama. Kalau dia beragama lain dari Minang, pasti dikeluarkan dari Minang," ungkap Irwan.

Irwan pun mengambil contoh di Bali. Nyepi dihormati dan dihargai. Begitu juga adat Minangkabau, harus dihargai dan dihormati. 

"Kemudian, sila Kemanusian yang Adil dan Beradab. Saitik saayam, sasakik sasanang, sahino samalu, maa nan ado samo dimakan, nan indak samo dicari. Ini pun mengambarkan bagaimana sila kedua," katanya. 

"Sila ketiga Persatuan Indonesia, dimana bumi dipijak, disinan langik dijunjung, dipacik arek diganggam taguh, biduak lalu kiambang batawik. Ini mengambarkan kesatuan, kebersamaan, saling berdampingan. Dan buktinya, tidak ada satu pun, dimana orang Minang merantau, konflik," jelasnya.

"Kemudian sila ke-4, Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/ Perwakilan. Adat Minang mengatakan, 'Bulek Aia Dek Pambuluh, Bulek Kato Dek Mufakat'. Sila ke-5, Keadilan Sosial, luar bisa juga, ini juga menjadi karakter dalam budaya Minang. Mandapek Samo Balabo, Kahilangan Samo Marugi, Maukua Samo Panjang, Mambilai Samo Laweh, Baragih Samo Banyak, Manimbang Samo Barek. Inilah keadilan yang ada di masyarakat Minang," terangnya.

"Insya Allah, Sumatera Barat secara pemerintahan, saya pastikan ikut dengan pemerintah pusat, ikut dengan peraturan, dan tidak ada sedikit pun yang menyimpang dari Pancasila. Dan masyarakat pun demikian," tegasnya.

(by)

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »