BENTENGSUMBAR.COM - Polri menyatakan pembatasan akses internet di Papua-Papua Barat masih diberlakukan karena masih menyebarnya konten berita bohong atau hoax. Hingga saat ini, konten hoax tentang Papua mencapai 52 ribu.
"Pertimbangan sementara dalam waktu beberapa hari ini masih tetap, dari pertimbangan Kapolda Papua-Papua Barat karena dan dari Kominfo tadi menyatakan 52 ribu konten hoax. Kemarin cuma 32 ribu. Sekarang mulai dari tanggal 27 sampai sekarang udah 52 ribu lebih konten hoax," ujar Karo Penmas Divisi Humas Polri, Dedi Prasetyo di Mabes Polri Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Senin, 2 September 2019.
Dedi menyebut pasca unjuk rasa yang berakhir kerusuhan di Papua-Papua Barat, penyebaran hoax terus meningkat. Pembatasan akses internet dibutuhkan agar berita bohong tersebut tidak menyebar ke masyarakat.
"Peningkatan dari 32 ribu menjadi 52 konten hoax dari tanggal 27 Agustus sampai tanggal 1 (September). Berarti 5 hari, naiknya 20 ribu. Bayangkan selama 5 hari biasa naik 20 ribu loh. Itu kalau bisa masuk ke sana bisa jadi apa coba," kata dia.
Dedi mengatakan pembatasan dilakukan atas beberapa pertimbangan guna menghindari kericuhan. Menurutnya berita bohong terus meluas di masyarakat.
"Dengan pertimbangan seperti itu sementara dibatasi dulu. Dibatasi dulu, nggak diblok. Dibatasi dulu guna menghindari berita-berita hoax itu terus menjadi meluas di masyarakat sehingga justru bisa memicu kerusuhan di masyarakat," lanjut Dedi.
Lebih lanjut, Dedi mengatakan penyebaran hoax banyak disebarkan lewat Twitter, lalu diikuti Facebook. Dedi menduga penyebaran tersebut dilakukan oleh para elite, baik di dalam dan di luar negeri. Namun Dedi tidak menjelaskan lebih lanjut elite yang dimaksud.
"Iya termasuk di luar negeri. Dan sekarang ternyata setelah dicek dari mulai tanggal 27 sampai tanggal 1 itu Twitter yang mendominasi, baru Facebook. Kalau misalnya Twitter berarti bukan melibatkan golongan menengah ke bawah, akar rumput. Kalau akar rumput sudah redam ini. Berarti dia mainnya sudah golongan middle, sama elite-elite, baik di dalam negeri dan luar negeri, yang mencoba untuk membakar itu lagi, berita hoax itu," lanjutnya.
Sebelumnya, Menko Polhukam Wiranto mengatakan akses internet di Papua dan Papua Barat akan kembali normal jika keadaan sudah benar-benar kondusif. Pembatasan itu dilakukan karena ada aksi yang berakhir dengan kerusuhan.
"Internet itu kan saya sudah janji internet kemudian penarikan pasukan. Kedua aktivitas ini kan ada satu reaksi karena ada aksi, kalau nggak ada aksi yang menimbulkan kerusuhan, suasana panas ini tidak akan ada pelemotan media sosial, nggak akan ada penambahan pasukan," kata Wiranto saat konferensi pers di gedung Kemenko Polhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Selatan, Senin, 2 September 2019.
(Source: detik.com)
"Pertimbangan sementara dalam waktu beberapa hari ini masih tetap, dari pertimbangan Kapolda Papua-Papua Barat karena dan dari Kominfo tadi menyatakan 52 ribu konten hoax. Kemarin cuma 32 ribu. Sekarang mulai dari tanggal 27 sampai sekarang udah 52 ribu lebih konten hoax," ujar Karo Penmas Divisi Humas Polri, Dedi Prasetyo di Mabes Polri Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Senin, 2 September 2019.
Dedi menyebut pasca unjuk rasa yang berakhir kerusuhan di Papua-Papua Barat, penyebaran hoax terus meningkat. Pembatasan akses internet dibutuhkan agar berita bohong tersebut tidak menyebar ke masyarakat.
"Peningkatan dari 32 ribu menjadi 52 konten hoax dari tanggal 27 Agustus sampai tanggal 1 (September). Berarti 5 hari, naiknya 20 ribu. Bayangkan selama 5 hari biasa naik 20 ribu loh. Itu kalau bisa masuk ke sana bisa jadi apa coba," kata dia.
Dedi mengatakan pembatasan dilakukan atas beberapa pertimbangan guna menghindari kericuhan. Menurutnya berita bohong terus meluas di masyarakat.
"Dengan pertimbangan seperti itu sementara dibatasi dulu. Dibatasi dulu, nggak diblok. Dibatasi dulu guna menghindari berita-berita hoax itu terus menjadi meluas di masyarakat sehingga justru bisa memicu kerusuhan di masyarakat," lanjut Dedi.
Lebih lanjut, Dedi mengatakan penyebaran hoax banyak disebarkan lewat Twitter, lalu diikuti Facebook. Dedi menduga penyebaran tersebut dilakukan oleh para elite, baik di dalam dan di luar negeri. Namun Dedi tidak menjelaskan lebih lanjut elite yang dimaksud.
"Iya termasuk di luar negeri. Dan sekarang ternyata setelah dicek dari mulai tanggal 27 sampai tanggal 1 itu Twitter yang mendominasi, baru Facebook. Kalau misalnya Twitter berarti bukan melibatkan golongan menengah ke bawah, akar rumput. Kalau akar rumput sudah redam ini. Berarti dia mainnya sudah golongan middle, sama elite-elite, baik di dalam negeri dan luar negeri, yang mencoba untuk membakar itu lagi, berita hoax itu," lanjutnya.
Sebelumnya, Menko Polhukam Wiranto mengatakan akses internet di Papua dan Papua Barat akan kembali normal jika keadaan sudah benar-benar kondusif. Pembatasan itu dilakukan karena ada aksi yang berakhir dengan kerusuhan.
"Internet itu kan saya sudah janji internet kemudian penarikan pasukan. Kedua aktivitas ini kan ada satu reaksi karena ada aksi, kalau nggak ada aksi yang menimbulkan kerusuhan, suasana panas ini tidak akan ada pelemotan media sosial, nggak akan ada penambahan pasukan," kata Wiranto saat konferensi pers di gedung Kemenko Polhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Selatan, Senin, 2 September 2019.
(Source: detik.com)
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »