BENTENGSUMBAR.COM - Joko Widodo dan KH Ma’ruf Amin akhirnya resmi ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI sebagai pemenang Pilpres 2019 melalui rapat pleno, Minggu, 30 Juni 2019.
Beredar kabar, koalisi Jokowi-Ma’ruf mengajak koalisi pengusung Prabowo-Sandi bergabung dengan menawarkan kursi menteri.
Menanggapi kabar tersebut, Ketua Umum Partai Kebangkita Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar menyatakan bahwa koalisi pemerintah saat ini sudah gemuk.
Demikian disampaikan pria yang akrab disapa Cak Imin saat menghadari acara rapat pleno penetapan pasangan calon presiden dan wakil presiden 2019 di Kantor KPU, Jakarta.
“Koalisi pendukung Pak Jokowi itu sudah gemuk, 61 persen. Kalau (oposisi) ikutan gabung, nanti di parlemen enggak ada penyeimbang,” katanya.
Kendati demikian, pihaknya juga sejatinya tak mempermasalahkan seandainya parpol koalisi Prabowo-Sandi ikut bergabung.
Akan tetapi, ia mengingatkan bahwa PKB tidak ingin jatah menteri di Kabinet Indonesia Kerja Jilid III dikurangi lantaran masuknya parpol dari oposisi.
“Kita lihat kebutuhan rekonsiliasi itu. Butuh atau enggak. Kalau memang itu jadi urgensi untuk kebersamaan, yah silakan. Yang penting jangan kurangi jatah (menteri) PKB,” tegasnya.
Di sisi lain, Cak Imin menegaskan enggan jika ditempatkan sebagai manteri perdagangan sebagaimana kabar yang beredar belakangan ini.
Tapi, Cak Imin mengaku sudah mengincar satu posisi yang sejak awal sudah diungkapkannya. Yakni menggantikan Zulkifli Hasan.
“Saya sukanya jadi ketua MPR. Setelah penetapan KPU, kita baru mulai intensifkan pembicaraan koaliasi,” pungkasnya.
Terpisah, analis politik dari Exposit Strategi, Arif Susanto menyarankan Jokowi mengevaluasi efektivitas pemerintahan kebelakang untuk menentukan perlu tidaknya oposisi ikut bergabung.
Akan tetapi, ia menilai, dengan menarik kubu oposisi, akan memberikan dampak positif di tengah masyarakat.
“Mengakomodasi lawan politik memang berpeluang untuk menurunkan tensi politik akibat gesekan kepentingan,” ucap Arif kepada RMOL.
Mengurangi tensi politik ternyata memang tidak bisa diperoleh dari ukuran faktor eksternal.
“Berkaca pada pengalaman pemerintahan Jokowi-JK, efektivitas pemerintahan berkali-kali terganggu upaya berkelanjutan untuk melakukan konsolidasi kekuasaan,” jelasnya.
Bukan saja karena jumlah parpol anggota koalisi lebih banyak, jelas dia, tapi usaha mereka memperbesar peluang menuju Pemilu 2024.
“Dampaknya, gesekan kepentingan bisa terjadi intra maupun interkoalisi politik, sehingga pilihan mitra koalisi perlu diperhitungkan secara matang,” pungkasnya.
(Source: pojoksatu.id)
Beredar kabar, koalisi Jokowi-Ma’ruf mengajak koalisi pengusung Prabowo-Sandi bergabung dengan menawarkan kursi menteri.
Menanggapi kabar tersebut, Ketua Umum Partai Kebangkita Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar menyatakan bahwa koalisi pemerintah saat ini sudah gemuk.
Demikian disampaikan pria yang akrab disapa Cak Imin saat menghadari acara rapat pleno penetapan pasangan calon presiden dan wakil presiden 2019 di Kantor KPU, Jakarta.
“Koalisi pendukung Pak Jokowi itu sudah gemuk, 61 persen. Kalau (oposisi) ikutan gabung, nanti di parlemen enggak ada penyeimbang,” katanya.
Kendati demikian, pihaknya juga sejatinya tak mempermasalahkan seandainya parpol koalisi Prabowo-Sandi ikut bergabung.
Akan tetapi, ia mengingatkan bahwa PKB tidak ingin jatah menteri di Kabinet Indonesia Kerja Jilid III dikurangi lantaran masuknya parpol dari oposisi.
“Kita lihat kebutuhan rekonsiliasi itu. Butuh atau enggak. Kalau memang itu jadi urgensi untuk kebersamaan, yah silakan. Yang penting jangan kurangi jatah (menteri) PKB,” tegasnya.
Di sisi lain, Cak Imin menegaskan enggan jika ditempatkan sebagai manteri perdagangan sebagaimana kabar yang beredar belakangan ini.
Tapi, Cak Imin mengaku sudah mengincar satu posisi yang sejak awal sudah diungkapkannya. Yakni menggantikan Zulkifli Hasan.
“Saya sukanya jadi ketua MPR. Setelah penetapan KPU, kita baru mulai intensifkan pembicaraan koaliasi,” pungkasnya.
Terpisah, analis politik dari Exposit Strategi, Arif Susanto menyarankan Jokowi mengevaluasi efektivitas pemerintahan kebelakang untuk menentukan perlu tidaknya oposisi ikut bergabung.
Akan tetapi, ia menilai, dengan menarik kubu oposisi, akan memberikan dampak positif di tengah masyarakat.
“Mengakomodasi lawan politik memang berpeluang untuk menurunkan tensi politik akibat gesekan kepentingan,” ucap Arif kepada RMOL.
Mengurangi tensi politik ternyata memang tidak bisa diperoleh dari ukuran faktor eksternal.
“Berkaca pada pengalaman pemerintahan Jokowi-JK, efektivitas pemerintahan berkali-kali terganggu upaya berkelanjutan untuk melakukan konsolidasi kekuasaan,” jelasnya.
Bukan saja karena jumlah parpol anggota koalisi lebih banyak, jelas dia, tapi usaha mereka memperbesar peluang menuju Pemilu 2024.
“Dampaknya, gesekan kepentingan bisa terjadi intra maupun interkoalisi politik, sehingga pilihan mitra koalisi perlu diperhitungkan secara matang,” pungkasnya.
(Source: pojoksatu.id)
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »