BENTENGSUMBAR. COM - Ketua Divisi Advokasi dan Bantuan Hukum DPP Demokrat Ferdinand Hutahaean diminta berhenti menuding Presiden Joko Widodo pencitraan. Sebab, setiap presiden punya gayanya masing-masing.
"Jadi tidak usah itu dibilang pencitraan," kata Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf Amin, Arsul Sani di Posko Cemara, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu, 26 Desember 2018.
Hal ini merespons pernyataan Ferdinand yang menyebut pose Jokowi seorang diri meninjau lokasi bencana tsunami di Banten sebagai pencitraan dan direncanakan. Menurut Arsul, Ferdinand harusnya bisa membedakan gaya setiap pemimpin.
Arsul mencontohkan gaya memimpin Presiden keempat RI Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. Saat menjadi presiden, kata Arsul, Gus Dur juga kerap bersikap spontan dengan meminta berhenti hanya sekadar makan di pinggir jalan. Gus Dur juga pernah mendadak meminta sopir kepresidenan mengantar ke rumah temannya.
"Cuma kan zaman dulu waktu Gus Dur jadi presiden belum ada berkembang istilah pencitraan," ucap Sekjen PPP itu.
Arsul juga menyinggung gaya Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat melihat alat peraga kampanye partainya dirusak di Pekanbaru, Riau, beberapa waktu lalu. Bagi Arsul, pose SBY dalam gambar beredar justru serupa pencitraan agar terlihat melankolis.
"Nanti kami balas juga gitu lho apa melankolisnya (SBY) pencitraan. Repot juga nanti balas-membalas," ujarnya.
Sebelumnya, Ferdinand menuding Jokowi pencitraan karena berfoto sendiri di lokasi bencana tsunami di Banten. Ferdinand menyebut pose Jokowi sendirian meninjau lokasi tsunami direncanakan.
"Pose-pose foto ini memuakkan, tampak sengaja diatur banget. Masa presiden sendirian tidak ada yang di samping? Artinya yang lain disuruh minggir dulu demi kepentingan foto-foto Yang begini mau mimpin lagi? Maaf pak..!! Bangsa ini tidak butuh pose2 foto-fotoan. Bangsa ini butuh ekonominya maju..!!," tulis Ferdinad dalam aku Twitternya @Ferdinand_Haean, Senin, 24 Desember 2018.
(Sumber: metrotvnews.com)
"Jadi tidak usah itu dibilang pencitraan," kata Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf Amin, Arsul Sani di Posko Cemara, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu, 26 Desember 2018.
Hal ini merespons pernyataan Ferdinand yang menyebut pose Jokowi seorang diri meninjau lokasi bencana tsunami di Banten sebagai pencitraan dan direncanakan. Menurut Arsul, Ferdinand harusnya bisa membedakan gaya setiap pemimpin.
Arsul mencontohkan gaya memimpin Presiden keempat RI Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. Saat menjadi presiden, kata Arsul, Gus Dur juga kerap bersikap spontan dengan meminta berhenti hanya sekadar makan di pinggir jalan. Gus Dur juga pernah mendadak meminta sopir kepresidenan mengantar ke rumah temannya.
"Cuma kan zaman dulu waktu Gus Dur jadi presiden belum ada berkembang istilah pencitraan," ucap Sekjen PPP itu.
Arsul juga menyinggung gaya Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat melihat alat peraga kampanye partainya dirusak di Pekanbaru, Riau, beberapa waktu lalu. Bagi Arsul, pose SBY dalam gambar beredar justru serupa pencitraan agar terlihat melankolis.
"Nanti kami balas juga gitu lho apa melankolisnya (SBY) pencitraan. Repot juga nanti balas-membalas," ujarnya.
Sebelumnya, Ferdinand menuding Jokowi pencitraan karena berfoto sendiri di lokasi bencana tsunami di Banten. Ferdinand menyebut pose Jokowi sendirian meninjau lokasi tsunami direncanakan.
"Pose-pose foto ini memuakkan, tampak sengaja diatur banget. Masa presiden sendirian tidak ada yang di samping? Artinya yang lain disuruh minggir dulu demi kepentingan foto-foto Yang begini mau mimpin lagi? Maaf pak..!! Bangsa ini tidak butuh pose2 foto-fotoan. Bangsa ini butuh ekonominya maju..!!," tulis Ferdinad dalam aku Twitternya @Ferdinand_Haean, Senin, 24 Desember 2018.
(Sumber: metrotvnews.com)
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »