BENTENGSUMBAR. COM - Dalam rapat koordinasi Kementerian Keuangan dengan Badan Layanan Umum (BLU) bidang kesehatan, Menteri Keuangan Sri Mulyani sempat kesal dan marah-marah. Hal itu terjadi di depan pejabat dinas kesehatan dan perwakilan rumah sakit se-Indonesia.
Pasalnya, Sri Mulyani mendengar keluhan terkait tata kelola pemerintah daerah khususnya bidang kesehatan yang dinilainya gemar melakukan kewenangan secara suka-suka. Misalnya, Unit Pelayanan Teknis (UPT) hingga rumah sakit berada di bawah dinas kesehatan daerah sehingga mau tidak mau unit tersebut harus mengikuti dan bergantung pada tata kelola tersebut.
Pasalnya, sistem pemerintahan daerah saat ini, kata Sri Mulyani ada yang baik juga buruk. Jika sistem pemerintahan baik, maka selanjutnya akan terus baik. Namun sebaliknya jika buruk, korbannya adalah masyarakat.
"Saya mendengar tadi banyak keluhan di daerah berdasarkan peraturan pemerintah banyak UPT ini, rumah sakit ini berada di bawah dinas kesehatan daerah dalam lingkungan tata kelola pemerintah daerah maka dia akan menjadi sangat tergantung pada kinerja pemerintah daerah. Dan pemerintah daerah itu bervariasi ada bupati, walikota, gubernur yang sangat bagus sehingga menyebabkan seluruh unit di bawahnya ikut bagus. Ada yang tidak bagus alias brengsek yang semuanya menjadi ikut brengsek dan ini yang menjadi korban dari pimpinan yang tidak baik selalu rakyatnya," terangnya di Jakarta, Senin , 4 Desember 2017.
Lebih lanjut ia mengatakan, sistem pemerintahan daerah yang dinilai tidak baik tersebut dikatakan memiliki kewenangan dan sumber daya serta kekuatan untuk menentukan siapa saja yang berhak mengelola. Padahal, kewenangan besar pada daerah tersebut ditujukan untuk desentralisasi masyarakat.
"Karena dia sekarang memiliki kewenangan dan sumber daya dan dia juga memiliki kekuatan untuk menentukan siapa yang mengelola. Jadi sebenarnya daerah ini memiliki banyak sekali sumber atau kewenangan yang sangat besar dan memang tujuan desentralisasi adalah mendekatkan mereka yang melayani masyarakat kepada masyarakat sendiri," sambungnya.
Kekesalan lainnya yang ia ungkapkan terkait anggaran dana pelayanan mau dipergunakan untuk investasi hal lain. Padahal, pada dasarnya dana pelayanan tersebut diharapkan bisa dipergunakan sesuai dengan tujuan semestinya oleh dinas kesehatan terkait.
Ia juga memaparkan, kejahatan tersebut biasa terjadi melalui tagihan dari rumah sakit yang nilainya dibesarkan melalui permintaan alat kesehatan hingga obat-obatan. Ia pun mengecam keras bahwa hal tersebut merupakan kejahatan yang sangat jahat sehingga tidak hanya merugikan masyarakat namun juga keuangan negara.
"Saya juga mendengar salah satu daerah, bagaimana dana pelayanan itu mau digunakan untuk investasi yang baik yang saya dengar di daerah, dinas kesehatan yang seharusnya bisa menjadi institusi menjaga tata kelola rumah sakit umum daerah termasuk mencegah fraud dan berbagai macam kejahatan melalui BLU kesehatan itu juga bisa karena itu kejahatan yang jahat banget. Bisa melalui apa yang disebut pemberian bill atau tagihan yang terlalu besar atau korupsi pada level pengadaan di BLU mulai dari alat kesehatan sampai obat-obatan itu kejahatan yang luar biasa menurut saya tidak hanya mengganggu masyarakat tapi juga merugikan keuangan negara," ucapnya.
"Kemudian uang itu diambil untuk kepentingan yang tidak berhubungan dengan masyarakat, ini adalah sesuatu yang sangat berbeda sekali yang tadi mau digunakan untuk pelayanan dan menjadi output malah menjadi untuk hal yang lain," imbuh Mulyani.
Oleh karena itu, ia pun mengingatkan terus-menerus kepada BLU bahwa penerimaan negara bukan pajak bukan ditujukan untuk mencari keuntungan. Namun, kata Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini, penerimaan tersebut diberikan untuk memberikan pelayanan terbaik pada masyarakat.
BLU sendiri, dalam 11 tahun perkembangannya mengalami peningkatan penerimaan sebesar 60%. Pada tahun 2012 penerimaan BLU sebesar Rp 21,7 triliun naik pada 2017 menjadi Rp 38,5 triliun.
"Dalam 11 tahun, BLU mengalami kenaikan yang cukup intensif dari penerimaan Rp 21,7 triliun di tahun 2012 kemudian di tahun 2017 meningkat menjadi Rp 38,5 triliun atau naik 60%. Saya terus mewanti-wanti atau memberikan apa yang disebut guidance bahwa penerimaan negara bukan pajak termasuk BLU bukan mencari keuntungan tapi untuk memberikan pelayanan terbaik secara sustainable," tutupnya.
(Sumber: detik.com)
Pasalnya, Sri Mulyani mendengar keluhan terkait tata kelola pemerintah daerah khususnya bidang kesehatan yang dinilainya gemar melakukan kewenangan secara suka-suka. Misalnya, Unit Pelayanan Teknis (UPT) hingga rumah sakit berada di bawah dinas kesehatan daerah sehingga mau tidak mau unit tersebut harus mengikuti dan bergantung pada tata kelola tersebut.
Pasalnya, sistem pemerintahan daerah saat ini, kata Sri Mulyani ada yang baik juga buruk. Jika sistem pemerintahan baik, maka selanjutnya akan terus baik. Namun sebaliknya jika buruk, korbannya adalah masyarakat.
"Saya mendengar tadi banyak keluhan di daerah berdasarkan peraturan pemerintah banyak UPT ini, rumah sakit ini berada di bawah dinas kesehatan daerah dalam lingkungan tata kelola pemerintah daerah maka dia akan menjadi sangat tergantung pada kinerja pemerintah daerah. Dan pemerintah daerah itu bervariasi ada bupati, walikota, gubernur yang sangat bagus sehingga menyebabkan seluruh unit di bawahnya ikut bagus. Ada yang tidak bagus alias brengsek yang semuanya menjadi ikut brengsek dan ini yang menjadi korban dari pimpinan yang tidak baik selalu rakyatnya," terangnya di Jakarta, Senin , 4 Desember 2017.
Lebih lanjut ia mengatakan, sistem pemerintahan daerah yang dinilai tidak baik tersebut dikatakan memiliki kewenangan dan sumber daya serta kekuatan untuk menentukan siapa saja yang berhak mengelola. Padahal, kewenangan besar pada daerah tersebut ditujukan untuk desentralisasi masyarakat.
"Karena dia sekarang memiliki kewenangan dan sumber daya dan dia juga memiliki kekuatan untuk menentukan siapa yang mengelola. Jadi sebenarnya daerah ini memiliki banyak sekali sumber atau kewenangan yang sangat besar dan memang tujuan desentralisasi adalah mendekatkan mereka yang melayani masyarakat kepada masyarakat sendiri," sambungnya.
Kekesalan lainnya yang ia ungkapkan terkait anggaran dana pelayanan mau dipergunakan untuk investasi hal lain. Padahal, pada dasarnya dana pelayanan tersebut diharapkan bisa dipergunakan sesuai dengan tujuan semestinya oleh dinas kesehatan terkait.
Ia juga memaparkan, kejahatan tersebut biasa terjadi melalui tagihan dari rumah sakit yang nilainya dibesarkan melalui permintaan alat kesehatan hingga obat-obatan. Ia pun mengecam keras bahwa hal tersebut merupakan kejahatan yang sangat jahat sehingga tidak hanya merugikan masyarakat namun juga keuangan negara.
"Saya juga mendengar salah satu daerah, bagaimana dana pelayanan itu mau digunakan untuk investasi yang baik yang saya dengar di daerah, dinas kesehatan yang seharusnya bisa menjadi institusi menjaga tata kelola rumah sakit umum daerah termasuk mencegah fraud dan berbagai macam kejahatan melalui BLU kesehatan itu juga bisa karena itu kejahatan yang jahat banget. Bisa melalui apa yang disebut pemberian bill atau tagihan yang terlalu besar atau korupsi pada level pengadaan di BLU mulai dari alat kesehatan sampai obat-obatan itu kejahatan yang luar biasa menurut saya tidak hanya mengganggu masyarakat tapi juga merugikan keuangan negara," ucapnya.
"Kemudian uang itu diambil untuk kepentingan yang tidak berhubungan dengan masyarakat, ini adalah sesuatu yang sangat berbeda sekali yang tadi mau digunakan untuk pelayanan dan menjadi output malah menjadi untuk hal yang lain," imbuh Mulyani.
Oleh karena itu, ia pun mengingatkan terus-menerus kepada BLU bahwa penerimaan negara bukan pajak bukan ditujukan untuk mencari keuntungan. Namun, kata Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini, penerimaan tersebut diberikan untuk memberikan pelayanan terbaik pada masyarakat.
BLU sendiri, dalam 11 tahun perkembangannya mengalami peningkatan penerimaan sebesar 60%. Pada tahun 2012 penerimaan BLU sebesar Rp 21,7 triliun naik pada 2017 menjadi Rp 38,5 triliun.
"Dalam 11 tahun, BLU mengalami kenaikan yang cukup intensif dari penerimaan Rp 21,7 triliun di tahun 2012 kemudian di tahun 2017 meningkat menjadi Rp 38,5 triliun atau naik 60%. Saya terus mewanti-wanti atau memberikan apa yang disebut guidance bahwa penerimaan negara bukan pajak termasuk BLU bukan mencari keuntungan tapi untuk memberikan pelayanan terbaik secara sustainable," tutupnya.
(Sumber: detik.com)
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »