BENTENGSUMBAR.COM - Wakil Ketua Pengurus Cabang Nahdhatul Ulama (NU) Purwakarta Dedi Mulyadi mengingatkan agar kader NU tidak masuk ke dalam pusaran konflik Pilkada DKI Jakarta.
Menurut Bupati Purwakarta, keterlibatan NU dalam politik partisan hanya akan mencederai NU secara organisasi maupun secara komunitas yang saat ini sudah dikenal sebagai salah satu pilar kebangsaan di Indonesia.
“Sebagai komunitas maupun organisasi, NU harus cerdas dan tidak masuk ke dalam arus konflik politik partisan, selama ini NU sudah dikenal sebagai salah satu pilar negara dalam memperjuangkan nilai-nilai kebangsaan,” kata pria yang kerap disapa Kang Dedi tersebut, sebagaimana dilansir jpnn.com.
Tradisi yang ditunjukan oleh tokoh Nahdhatul Ulama selama ini menurut Dedi, harus menjadi teladan bagi seluruh anak bangsa.
Ia mencontohkan tradisi saling memaafkan yang ditunjukkan oleh Kiai Ma’ruf Amin selaku Rais Aam PBNU yang merespon permintaan maaf Gubernur DKI Jakarta non aktif, Basuki Tjahaja Purnama atau akrab disapa Ahok.
“Jadi jangan konflikkan NU dengan Ahok, lihat tradisi saling memaafkan yang diperlihatkan oleh Kiai Ma’ruf Amin. Ini harus menjadi pelajaran, orang NU itu pemaaf,” katanya menambahkan.
Tradisi lain yang menjadi kekhasan organisasi Islam terbesar di Indonesia ini menurut Dedi adalah sikap adab kesopanan saat bertemu muka dengan kiai.
Ia menyebut sekalipun terjadi silang pendapat dengan kiai, perbedaan pendapat itu harus disampaikan dengan lemah lembut.
“Orang NU itu menghormati kiainya, menghormati para ulama, bentuk keberatan apapun atas pendapat seorang kiai, itu harus disampaikan secara lembut, ini tradisi kami di NU, jadi orang NU jangan mau digoreng di atas penggorengan orang lain, hati-hati provokasi,” ungkapnya.
Terkait cuitan pria yang selalu mengenakan iket khas Sunda tersebut, Rabu (1/2) dalam akun twitter resminya @DediMulyadi71, ia sempat mengklarifikasi bahwa cuitan tersebut hanya bersifat mengingatkan bahwa dalam tubuh NU ada tradisi yang harus ditunjukan di depan kiai.
“Di twitter itu kan saya bilang ada dua aspek yang bisa ditempuh, tradisi kultur dan yuridis. Secara kultur, Pak Ahok sudah meminta maaf dan Pak Kiai Ma’ruf sudah menerima permohonan maaf itu. Artinya, secara kultur itu sudah selesai. Nah, kalau ada hal yang secara yuridis harus diselesaikan, jangan sekali-kali dibawa ke ranah politik,” pungkasnya menutup. (by/jpnn.com)
Menurut Bupati Purwakarta, keterlibatan NU dalam politik partisan hanya akan mencederai NU secara organisasi maupun secara komunitas yang saat ini sudah dikenal sebagai salah satu pilar kebangsaan di Indonesia.
“Sebagai komunitas maupun organisasi, NU harus cerdas dan tidak masuk ke dalam arus konflik politik partisan, selama ini NU sudah dikenal sebagai salah satu pilar negara dalam memperjuangkan nilai-nilai kebangsaan,” kata pria yang kerap disapa Kang Dedi tersebut, sebagaimana dilansir jpnn.com.
Tradisi yang ditunjukan oleh tokoh Nahdhatul Ulama selama ini menurut Dedi, harus menjadi teladan bagi seluruh anak bangsa.
Ia mencontohkan tradisi saling memaafkan yang ditunjukkan oleh Kiai Ma’ruf Amin selaku Rais Aam PBNU yang merespon permintaan maaf Gubernur DKI Jakarta non aktif, Basuki Tjahaja Purnama atau akrab disapa Ahok.
“Jadi jangan konflikkan NU dengan Ahok, lihat tradisi saling memaafkan yang diperlihatkan oleh Kiai Ma’ruf Amin. Ini harus menjadi pelajaran, orang NU itu pemaaf,” katanya menambahkan.
Tradisi lain yang menjadi kekhasan organisasi Islam terbesar di Indonesia ini menurut Dedi adalah sikap adab kesopanan saat bertemu muka dengan kiai.
Ia menyebut sekalipun terjadi silang pendapat dengan kiai, perbedaan pendapat itu harus disampaikan dengan lemah lembut.
“Orang NU itu menghormati kiainya, menghormati para ulama, bentuk keberatan apapun atas pendapat seorang kiai, itu harus disampaikan secara lembut, ini tradisi kami di NU, jadi orang NU jangan mau digoreng di atas penggorengan orang lain, hati-hati provokasi,” ungkapnya.
Terkait cuitan pria yang selalu mengenakan iket khas Sunda tersebut, Rabu (1/2) dalam akun twitter resminya @DediMulyadi71, ia sempat mengklarifikasi bahwa cuitan tersebut hanya bersifat mengingatkan bahwa dalam tubuh NU ada tradisi yang harus ditunjukan di depan kiai.
“Di twitter itu kan saya bilang ada dua aspek yang bisa ditempuh, tradisi kultur dan yuridis. Secara kultur, Pak Ahok sudah meminta maaf dan Pak Kiai Ma’ruf sudah menerima permohonan maaf itu. Artinya, secara kultur itu sudah selesai. Nah, kalau ada hal yang secara yuridis harus diselesaikan, jangan sekali-kali dibawa ke ranah politik,” pungkasnya menutup. (by/jpnn.com)
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »