Balaikota Padang di Aia Pacah, Kecamatan Koto Tangah. |
BARU-BARU ini, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), salah satu partai Islam di negeri ini mengeluarkan rekomendasi amandemen UUD 1945. Rekomendasi itu dikeluarkan setelah pelaksanaan Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) I PPP di Jakarta.
Rekomendasi amandemen UUD 1945 agar syarat menjadi calon presiden harus WNI asli dan muslim. Rekomendasi tersebut tertuang dalam poin ke-7 hasil Mukernas PPP sebagaimana dimaksud.
Banyak pihak yang menilai rekomendasi PPP itu diskriminatif dan berbau SARA. Namun Sekjen PPP Arsul Sani membantah itu semua. Menurutnya, banyak masyarakat dari luar PPP yang ingin menyuarakan agar UUD 1945 kembali seperti sebelum diamandemen.
Hemat penulis, jangan cepat-cepat menilai usulan rekomendasi PPP itu berbau SARA. Keinginan untuk kembali ke UUD 1945 sebelum amandamen tak hanya disuarakan PPP. Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) juga berkeinginan agar bangsa ini kembali ke UUD 1945 sebelum amandemen.
Bertolak kepada rekomendasi PPP tersebut, penulis juga memiliki pandangan, sebaikanya Walikota Padang itu orang Minang Asli dan Beragama Islam. Usulan ini latar belakangi oleh kearifan lokal, bahwa Kota Padang sebagai bagian dari Alam Minangkabau tak bisa dilepaskan dari aturan adat yang menjadi pedoman hidup orang Minang.
Secara gamblang, yang dimaksud orang Minangkabau asli disini adalah orang yang bersuku Minangkabau melalui garis keturunan ibu. Bisa saja bapak dan ibunya orang Minangkabau atau hanya ibunya yang orang Minangkabau. Kalau bapaknya saja orang Minangkabau, berarti dia anak pisang orang Minangkabau.
Lantas, kenapa harus beragama Islam? Karena agama Islam merupakan satu-satunya agama yang diakui adat Minangkabau dan dianut orang Minangkabau. Kalau ada orang Minangkabau tidak beragama Islam, maka dia dibuang sepanjang adat dan tidak lagi diakui sebagai orang Minangkabau.
Di era otonomi daerah ini, suatu daerah bisa saja membuat aturan sesuai kearifan lokal yang ada di daerah tersebut, sepanjang tidak melanggar prinsip-prinsip yang dianut oleh UUD 1945 dan aturan yang lebih tinggi dari itu. Dalam hal ini, DPRD Kota Padang bisa saja merancang Peraturan Daerah (Perda) yang menegaskan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kota Padang harus orang Minang asli dan beragama Islam.
Apakah itu SARA? Tergantung dari sudut mana kita memandangnya. Namun yang jelas, usulan agar Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kota Padang harus orang Minang asli dan beragama Islam, didasari kearifan lokal dan mengantisipasi isu SARA yang bisa saja muncul jika Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kota Padang bukan orang Minang asli dan non muslim.
Hiruk pikuk Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta menjadi pelajaran berharga bagi kita semua. Isu SARA bak bola liar yang dilempar ke hadapan publik dan menyedot pemikiran, tak hanya warga Jakarta, namun juga segenap anak bangsa se antero Nusantara.
Apatah lagi, bagi orang Minangkabau berlaku falsafah adat, "Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah," yang disingkat ABS-SBK. Dalam artian, "Syarak Mangato, Adat Mamakai," yaitu ajaran agama harus terpakaikan kedalam aturan adat.
Ini menandakan, adat Minangkabau itu berpedoman kepada aturan agama dan aturan agama itu sendiri berpedoman kepada kitab suci Allah, yaitu al Quranul Karim. Jika orang Minangkabau berpedoman kepada falsafah adat ini, maka jati diri sebagai orang Minangkabau akan tetap terjaga, "Tak lekang karena panas, tak lapuk karena hujan."
Dan bukankah menjaga jati diri masyarakat adat itu dijamin konstitusi? Maka usulan agar Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kota Padang harus orang Minang asli dan beragama Islam bertujuan menjaga adat, budaya dan agama orang Minangkabau itu sendiri. Apatah lagi, Kepala Daerah di Minangkabau dilabeli sebagai pucuk undang.
Kepala Daerah sebagai pucuk undang disebut juga sebagai payung panji Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM). Sebagai pucuk undang dan atau payung panji, Kepala Daerah harus mampu mengoptimalkan peran dan fungsi ninik mamak, alim ulama dan cerdik pandai serta Bundo Kandung di Alam Minangkabau.
Wallahul Muwafiq ila Aqwamith Thariq. Semoga Allah menuntun kita ke jalan yang paling lurus.
Ditulis Oleh:
Zamri Yahya
Wakil Ketua Forum Komunikasi Anak Nagari (FKAN) Pauh IX Kecamatan Kuranji, Kota Padang
Rekomendasi amandemen UUD 1945 agar syarat menjadi calon presiden harus WNI asli dan muslim. Rekomendasi tersebut tertuang dalam poin ke-7 hasil Mukernas PPP sebagaimana dimaksud.
Banyak pihak yang menilai rekomendasi PPP itu diskriminatif dan berbau SARA. Namun Sekjen PPP Arsul Sani membantah itu semua. Menurutnya, banyak masyarakat dari luar PPP yang ingin menyuarakan agar UUD 1945 kembali seperti sebelum diamandemen.
Hemat penulis, jangan cepat-cepat menilai usulan rekomendasi PPP itu berbau SARA. Keinginan untuk kembali ke UUD 1945 sebelum amandamen tak hanya disuarakan PPP. Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) juga berkeinginan agar bangsa ini kembali ke UUD 1945 sebelum amandemen.
Bertolak kepada rekomendasi PPP tersebut, penulis juga memiliki pandangan, sebaikanya Walikota Padang itu orang Minang Asli dan Beragama Islam. Usulan ini latar belakangi oleh kearifan lokal, bahwa Kota Padang sebagai bagian dari Alam Minangkabau tak bisa dilepaskan dari aturan adat yang menjadi pedoman hidup orang Minang.
Secara gamblang, yang dimaksud orang Minangkabau asli disini adalah orang yang bersuku Minangkabau melalui garis keturunan ibu. Bisa saja bapak dan ibunya orang Minangkabau atau hanya ibunya yang orang Minangkabau. Kalau bapaknya saja orang Minangkabau, berarti dia anak pisang orang Minangkabau.
Lantas, kenapa harus beragama Islam? Karena agama Islam merupakan satu-satunya agama yang diakui adat Minangkabau dan dianut orang Minangkabau. Kalau ada orang Minangkabau tidak beragama Islam, maka dia dibuang sepanjang adat dan tidak lagi diakui sebagai orang Minangkabau.
Di era otonomi daerah ini, suatu daerah bisa saja membuat aturan sesuai kearifan lokal yang ada di daerah tersebut, sepanjang tidak melanggar prinsip-prinsip yang dianut oleh UUD 1945 dan aturan yang lebih tinggi dari itu. Dalam hal ini, DPRD Kota Padang bisa saja merancang Peraturan Daerah (Perda) yang menegaskan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kota Padang harus orang Minang asli dan beragama Islam.
Apakah itu SARA? Tergantung dari sudut mana kita memandangnya. Namun yang jelas, usulan agar Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kota Padang harus orang Minang asli dan beragama Islam, didasari kearifan lokal dan mengantisipasi isu SARA yang bisa saja muncul jika Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kota Padang bukan orang Minang asli dan non muslim.
Hiruk pikuk Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta menjadi pelajaran berharga bagi kita semua. Isu SARA bak bola liar yang dilempar ke hadapan publik dan menyedot pemikiran, tak hanya warga Jakarta, namun juga segenap anak bangsa se antero Nusantara.
Apatah lagi, bagi orang Minangkabau berlaku falsafah adat, "Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah," yang disingkat ABS-SBK. Dalam artian, "Syarak Mangato, Adat Mamakai," yaitu ajaran agama harus terpakaikan kedalam aturan adat.
Ini menandakan, adat Minangkabau itu berpedoman kepada aturan agama dan aturan agama itu sendiri berpedoman kepada kitab suci Allah, yaitu al Quranul Karim. Jika orang Minangkabau berpedoman kepada falsafah adat ini, maka jati diri sebagai orang Minangkabau akan tetap terjaga, "Tak lekang karena panas, tak lapuk karena hujan."
Dan bukankah menjaga jati diri masyarakat adat itu dijamin konstitusi? Maka usulan agar Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kota Padang harus orang Minang asli dan beragama Islam bertujuan menjaga adat, budaya dan agama orang Minangkabau itu sendiri. Apatah lagi, Kepala Daerah di Minangkabau dilabeli sebagai pucuk undang.
Kepala Daerah sebagai pucuk undang disebut juga sebagai payung panji Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM). Sebagai pucuk undang dan atau payung panji, Kepala Daerah harus mampu mengoptimalkan peran dan fungsi ninik mamak, alim ulama dan cerdik pandai serta Bundo Kandung di Alam Minangkabau.
Wallahul Muwafiq ila Aqwamith Thariq. Semoga Allah menuntun kita ke jalan yang paling lurus.
Ditulis Oleh:
Zamri Yahya
Wakil Ketua Forum Komunikasi Anak Nagari (FKAN) Pauh IX Kecamatan Kuranji, Kota Padang
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »