![]() |
Atur Jalan Demo di DPRD Kota Padang. |
BENTENGSUMBAR.COM - Puluhan petugas dan pengelola parkir melakukan demontrasi di gedung DPRD Kota Padang, Rabu, 31 Agustus 2016. Mereka menuntut pemerintah kota menunda rencana peresmian parkir meter di jalan Permindo, Niaga dan Pondok. Massa yang tergabung mengatasnamakan diri mereka Aliansi Tukang Parkir Menuntut Keadilan (Atur Jalan).
Pantauan media ini, dalam orasinya, demonstran menuding ada penindasan dibalik kebijakan parkir meter. Namun mereka membantah anti pembangunan, tetapi mereka hanya membutuhkan kepastian dan keadilan dalam pekerjaan yang mereka lakoni.
"Parkir meter proyek siapa? Kami melihat ada penindasan dibalik kebijakan parkir meter. Kami bukan anti pembangunan, kami hanya menuntut kepastian dan keadilan dalam pekerjaan. DPRD Kota Padang tempat kami menumpangkan harapan kami," ujar koordinator Atur Jalan, Syafri saat aksi.
Dalam aksinya, masa menyampaikan tiga tuntutan. Selain menunda pelaksanaannya, masa mendesak Pemko Padang mengakmodir seluruh petugas dan pengelola parkir dalam sistem parkir yang baru. Tak hanya itu, mereka juga meminta pemko memfasilitasi Atur Jalan menggelar pertemuan dengan pihak ketiga sebagai pengelola, yakni PT Marta guna bernegosiasi upah dan hak pekerja.
Mereka mengaku upah yang ditetapkan belum mencukupi untuk biaya penghidupan. "Katanya, gaji petugas Rp 1.900.000," pungkas Syafri.
Menurutnya, massa tidak menolak pembaharuan sistem menggunakan sistem parkir meter. Namun, kebijakan itu harus dibarengi dengan sistem yang baik serta mampu mengakomodir seluruh petugas dan pengelola parkir yang ada. Saat ini terdapat 60 petugas, sementara pemko baru dapat mengakomodir sebanyak 30 orang. Otomatis akan menimbulkan konflik bila tetap dipaksakan.
Mengingat sebelumnya wilayah parkir ini telah menciptakan lapangan pekerjaan bagi puluhan orang, dan telah menghidupi ratusan rumah tangga, parkir meter hanya akan menambah daftar keluarga miskin dan kurang mampu di Padang. Keijakan ini akan bertentangan dengan misi Pemko Padang untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Pantauan di lapangan, tidak hanya menyampaikan orasi, massa juga membawa atribut yang menyebut parkir meter sebagai proyek semata. Aksi juga diwarnai oleh sebuah baliho sekitar tiga meter.
"Kami berharap, Pak dewan di DPRD menyikapi aspirasi kami ini," ungkapnya.
Wakil Ketua DPRD Padang, Wahyu Iramana Putra yang menyambut massa mengatakan, akan menampung seluruh aspirasi warga. Namun, untuk tuntutan gaji, menurut Wahyu sudah besar yakni Rp 1,9 juta. Sementara untuk rekan yang lain, tentu pihaknya tidak menginginkan seluruh orang menjadi tukang parkir. Anak-anaknya akan dicarikan santunan seperti bea siswa dan bansos lainnya.
"Aspirasi masyarakat itu tetap menjadi bagian dari aspirasi kita. Pemko tentu tidak ingin menganiaya warganya. Gejolak dalam suatu kebijakan itu sah-sah saja," ungkap Wahyu.
Selain Wahyu, massa juga disambut oleh Ketua Komisi III DPRD Padang, Helmi Moesim. Tuntutan masyarakat, kata Helmi, akan menjadi prioritas agar kebijakan tidak menimbulkan kerugian bagi warga kota. (by)
Pantauan media ini, dalam orasinya, demonstran menuding ada penindasan dibalik kebijakan parkir meter. Namun mereka membantah anti pembangunan, tetapi mereka hanya membutuhkan kepastian dan keadilan dalam pekerjaan yang mereka lakoni.
"Parkir meter proyek siapa? Kami melihat ada penindasan dibalik kebijakan parkir meter. Kami bukan anti pembangunan, kami hanya menuntut kepastian dan keadilan dalam pekerjaan. DPRD Kota Padang tempat kami menumpangkan harapan kami," ujar koordinator Atur Jalan, Syafri saat aksi.
Dalam aksinya, masa menyampaikan tiga tuntutan. Selain menunda pelaksanaannya, masa mendesak Pemko Padang mengakmodir seluruh petugas dan pengelola parkir dalam sistem parkir yang baru. Tak hanya itu, mereka juga meminta pemko memfasilitasi Atur Jalan menggelar pertemuan dengan pihak ketiga sebagai pengelola, yakni PT Marta guna bernegosiasi upah dan hak pekerja.
Mereka mengaku upah yang ditetapkan belum mencukupi untuk biaya penghidupan. "Katanya, gaji petugas Rp 1.900.000," pungkas Syafri.
Menurutnya, massa tidak menolak pembaharuan sistem menggunakan sistem parkir meter. Namun, kebijakan itu harus dibarengi dengan sistem yang baik serta mampu mengakomodir seluruh petugas dan pengelola parkir yang ada. Saat ini terdapat 60 petugas, sementara pemko baru dapat mengakomodir sebanyak 30 orang. Otomatis akan menimbulkan konflik bila tetap dipaksakan.
Mengingat sebelumnya wilayah parkir ini telah menciptakan lapangan pekerjaan bagi puluhan orang, dan telah menghidupi ratusan rumah tangga, parkir meter hanya akan menambah daftar keluarga miskin dan kurang mampu di Padang. Keijakan ini akan bertentangan dengan misi Pemko Padang untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Pantauan di lapangan, tidak hanya menyampaikan orasi, massa juga membawa atribut yang menyebut parkir meter sebagai proyek semata. Aksi juga diwarnai oleh sebuah baliho sekitar tiga meter.
"Kami berharap, Pak dewan di DPRD menyikapi aspirasi kami ini," ungkapnya.
Wakil Ketua DPRD Padang, Wahyu Iramana Putra yang menyambut massa mengatakan, akan menampung seluruh aspirasi warga. Namun, untuk tuntutan gaji, menurut Wahyu sudah besar yakni Rp 1,9 juta. Sementara untuk rekan yang lain, tentu pihaknya tidak menginginkan seluruh orang menjadi tukang parkir. Anak-anaknya akan dicarikan santunan seperti bea siswa dan bansos lainnya.
"Aspirasi masyarakat itu tetap menjadi bagian dari aspirasi kita. Pemko tentu tidak ingin menganiaya warganya. Gejolak dalam suatu kebijakan itu sah-sah saja," ungkap Wahyu.
Selain Wahyu, massa juga disambut oleh Ketua Komisi III DPRD Padang, Helmi Moesim. Tuntutan masyarakat, kata Helmi, akan menjadi prioritas agar kebijakan tidak menimbulkan kerugian bagi warga kota. (by)
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »