Bekas Sujud, Ahlu Riya' dan Khawarij

Bekas Sujud, Ahlu Riya' dan Khawarij
Tanda Hitam di Dahi. 
BENTENGSUMBAR.COM - Akhir-akhir ini, banyak orang yang bangga dengan tanda hitam di dahi. Sebagian mereka mengkalim, tanda hitam di dahi pertanda kesolehan. Banyak melakukan salat yang tentu saja berujung kepada sujud membuat tanda hitan di dahi tersebut. Namun benarkah tanda hitam di dahi merupakan bekas sujud yang dimaksud dalam surah Al Fath ayat 29?

"Muhammad adalah utusan Allah, dan orang-orang yang bersama dengan dia bersikap keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu meihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya. Pada wajah mereka tampak tanda-tanda bekas sujud."

Para ulama yang menafsirkan bekas sujud dalam ayat ini mengatakan pada air muka mereka kelihatan keimanan dan kesucian hati mereka. Ada pula yang mengatakan, bahwa di akhirat pada wajah mereka ada cahaya, sehingga dapat diketahui bahwa mereka orang-orang yang melakukan sujud ketika di dunia. Ada pula yang berpendapat, bahwa ibadah yang mereka lakukan karena banyak dan bagus membekas pada wajah mereka sehingga tampak wajah mereka bercahaya setelah batin mereka disinari dengan salat.

Banyak orang yang salah paham dengan maksud ayat ini. Ada yang mengira bahwa dahi yang hitam karena sujud itulah yang dimaksudkan dengan ‘tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Padahal bukan demikian yang dimaksudkan.

Diriwayatkan oleh Thabari dengan sanad yang hasan dari Ibnu Abbas bahwa yang dimaksudkan dengan ‘tanda mereka…” adalah perilaku yang baik. Diriwayatkan oleh Thabari dengan sanad yang kuat dari Mujahid bahwa yang dimaksudkan adalah kekhusyuan. Juga diriwayatkan oleh Thabari dengan sanad yang hasan dari Qatadah, beliau berkata, "Ciri mereka adalah salat." (Tafsir Mukhtashar Shahih hal 546).

Dari Salim Abu Nadhr, ada seorang yang datang menemui Ibnu Umar. Setelah orang tersebut mengucapkan salam, Ibnu Umar bertanya kepadanya, "Siapakah anda?." "Aku adalah anak asuhmu," jawab orang tersebut. Ibnu Umar melihat ada bekas sujud yang berwarna hitam di antara kedua matanya. Beliau berkata kepadanya, "Bekas apa yang ada di antara kedua matamu? Sungguh aku telah lama bershahabat dengan Rasulullah, Abu Bakr, Umar dan Utsman. Apakah kau lihat ada bekas tersebut pada dahiku?" (Riwayat Baihaqi dalam Sunan Kubro no 3698).

Dari Ibnu Umar, ia melihat ada seorang yang pada dahinya terdapat bekas sujud. Ibnu Umar berkata, "Wahai hamba Allah, sesungguhnya penampilan seseorang itu terletak pada wajahnya. Janganlah kau jelekkan penampilanmu!" (Riwayat Baihaqi dalam Sunan Kubro no 3699). Dari Abi Aun, Abu Darda’ melihat seorang perempuan yang pada wajahnya terdapat ‘kapal’ semisal ‘kapal’ yang ada pada seekor kambing. Beliau lantas berkata, ‘Seandainya bekas itu tidak ada pada dirimu tentu lebih baik” (Riwayat Bahaqi dalam Sunan Kubro no 3700).

Dari Humaid bin Abdirrahman, aku berada di dekat as Saib bin Yazid ketika seorang yang bernama az Zubair bin Suhail bin Abdirrahman bin Auf datang. Melihat kedatangannya, as Saib berkata, "Sungguh dia telah merusak wajahnya. Demi Allah bekas di dahi itu bukanlah bekas sujud. Demi Allah aku telah salat dengan menggunakan wajahku ini selama sekian waktu lamanya namun sujud tidaklah memberi bekas sedikitpun pada wajahku." (Riwayat Baihaqi dalam Sunan Kubro no 3701).

Dari Manshur, Aku bertanya kepada Mujahid tentang maksud dari firman Allah, "tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud," apakah yang dimaksudkan adalah bekas di wajah? Jawaban beliau, "Bukan, bahkan ada orang yang ‘kapal’ yang ada di antara kedua matanya itu bagaikan ‘kapal’ yang ada pada lutut onta namun dia adalah orang bejat. Tanda yang dimaksudkan adalah kekhusyu’an." (Riwayat Baihaqi dalam Sunan Kubro no 3702).

Bahkan Ahmad ash Showi mengatakan, "Bukanlah yang dimaksudkan oleh ayat adalah sebagaimana perbuatan orang-orang bodoh dan tukang riya’ yaitu tanda hitam yang ada di dahi karena hal itu adalah ciri khas khawarij (baca: ahli bid’ah)." (Hasyiah ash Shawi 4/134, Dar al Fikr).

Dari al Azroq bin Qois, Syarik bin Syihab berkata, "Aku berharap bisa bertemu dengan salah seorang shahabat Muhammad yang bisa menceritakan hadits tentang Khawarij kepadaku. Suatu hari aku berjumpa dengan Abu Barzah yang berada bersama satu rombongan para shahabat. Aku berkata kepadanya, "Ceritakanlah kepadaku hadits yang kau dengar dari Rasulullah tentang Khawarij!" Beliau berkata, "Akan kuceritakan kepada kalian suatu hadits yang didengar sendiri oleh kedua telingaku dan dilihat oleh kedua mataku. Sejumlah uang dinar diserahkan kepada Rasulullah lalu beliau membaginya. Ada seorang yang plontos kepalanya dan ada hitam-hitam bekas sujud di antara kedua matanya. Dia mengenakan dua lembar kain berwarna putih. Dia mendatangi Nabi dari arah sebelah kanan dengan harapan agar Nabi memberikan dinar kepadanya namun beliau tidak memberinya. Dia lantas berkata, “Hai Muhammad hari ini engkau tidak membagi dengan adil." Mendengar ucapannya, Nabi marah besar. Beliau bersabda, "Demi Allah, setelah aku meninggal dunia kalian tidak akan menemukan orang yang lebih adil dibandingkan diriku." Demikian beliau ulangi sebanyak tiga kali. Kemudian beliau bersabda, "“Akan keluar dari arah timur orang-orang yang seperti itu penampilan mereka. Dia adalah bagian dari mereka. Mereka membaca al Qur’an namun al Qur’an tidaklah melewati tenggorokan mereka. Mereka melesat dari agama sebagaimana anak panah melesat dari binatang sasarannya setelah menembusnya kemudia mereka tidak akan kembali kepada agama. Cirri khas mereka adalah plontos kepala. Mereka akan selalul muncul." (HR Ahmad no 19798, dinilai shahih li gharihi oleh Syeikh Syu’aib al Arnauth).

Adapun bekas sujud yang sifatnya seperti cahaya di akhirat nanti, kita dapati keterangannya dari hadits lainnya berikut ini. Rasulullah SAW bersabda, "Tidak ada seorang pun dari umatku kecuali aku mengenalnya pada hari kiamat kelak." Para shahabat bertanya, "Ya Rasulallah, bagaimana anda mengenali mereka di tengah banyaknya makhluk?" Beliau menjawab, "Tidakkah kamu lihat, jika di antara sekumpulan kuda yang berwarna hitam terdapat seekor kuda yang berwarna putih di dahi dan kakinya? Bukankah kamu dapat mengenalinya?" "Ya", jawab shahabat. "Sesungguhnya pada hari itu umatku memancarkan cahaya putih dari wajahnya bekas sujud dan bekas air wudhu." (HR Ahmad dan Tirmizi).

Khawarij

"Katakanlah: "Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?". Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya. Mereka itu orang-orang yang telah kufur terhadap ayat-ayat Tuhan mereka dan (kufur terhadap) perjumpaan dengan Dia, maka hapuslah amalan-amalan mereka, dan Kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari kiamat." (Qs. al-Kahfi ayat 103-105).

Di dalam tafsir al-Alusi disebutkan: Abdullah bin Kiwa’ bertanya kepada Ali bin Abi Thalib mengenai mereka (orang-orang kafir), lantas ia menjawab: “Diantara mereka adalah Khawarij.” Jawaban Ali tersebut menyisakan pertanyaan saat menggolong Khawarij ke dalam golongan orang-orang kafir, karena sejatinya mereka tidak mengingkari hari kebangkitan. Pertanyaan tersebut dijawab, bahwa jawaban Ali yang menyebutkan ‘diantara’ bukan berarti menyamakan orang-orang Khawarij dengan orang-orang kafir sepenuhnya, namun hanya ingin menegaskan bahwa orang-orang Khawarij adalah orang-orang yang telah menyimpang dari kebenaran.

Di dalam kitab ‘Mafaatih al-Ghaib’, setelah imam Fakhruddin al-Razi menyebutkan sejumlah pendapat para ulama terkait maksud ayat di atas, ia mengatakan: pendeta, ahlul kitab, atau Khawarji. Kemudia ia mengatakan: Maksud intinya adalah orang yang menganggap dirinya telah melakukan perbuatan sia-sia, padahal kenyataannya perbuatan tersebut merupakan kemaksiatan. Jika pun perbuatan tersebut adalah ibadah, namun ia tetap tidak diterima oleh Allah, karena kekufuran mereka. Mereka melakukan perbuatan tersebut demi mendapatkan pahala. Mereka menuruti keinginan diri mereka untuk melakukan perbuatan tersebut demi mendapatkan pahala dan keselamatan kelak pada hari kiamat. Jika ternyata mereka tidak mendapatkan apa yang mereka inginkan maka jelas bahwa mereka adalah orang-orang yang telah menyimpang dari kebenaran."

Di dalam Shahih Bukhari, dalam Kitab Tafsir, Bab firman Allah Ta’ala: “Katakanlah: "Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?".

Diriwayatkan dari Mush’ab, ia berkata: “Aku bertanya kepada ayahku tentang ayat tersebut, apakah mereka itu adalah Khawarij?” Ia menjawab: “Bukan, mereka adalah orang Yahudi dan Nasrani. Orang-orang Yahudi telah mendustakan Muhammad SAW., sedangkan Nasrani telah mengingkari adanya surga, mereka mengatakan di dalam surga tidak ada makanan dan minuman. Adapun Khawarij, mereka telah membatalkan perjanjian, Sa’ad menyebut mereka sebagai orang-orang fasik.”

Di dalam tafsir Ibnu Jarir (16-27) disebutkan: Abdullah bin Kiwa’ bertanya kepada Imam Ali kw. Mengenai tafsir ayat ini, ia berkata: “Kalian wahai Ahli Harura.” Harura adalah sebuah desa di dekat Kufa, yang dinisbatkan kepada sekte Khawarij. Di desa inilah pertama kali mereka berkumpul dan mendalami agama hingga keluar lagi dari agama itu sendiri. Diantaranya juga perkataan Sayyidah Aisyah r.a., “Apakah kamu Haruriyah?” Maksudnya adalah “Apakah kamu pengikut kaum Khawarij?”. Pengertian ini disebutkan juga oleh Zamakhsyari dan Fakhruddin ar-Razi.

“Pada hari yang di waktu itu ada muka yang putih berseri, dan ada pula muka yang hitam muram. Adapun orang-orang yang hitam muram mukanya (kepada mereka dikatakan): "Kenapa kamu kafir sesudah kamu beriman? Karena itu rasakanlah azab disebabkan kekafiranmu itu".” (Ali Imran: 106)

Dalam tafsir al-Qurthubi disebutkan: Dari Malik bin Anas, ia berkata: “Ayat tersebut turun menjelaskan tentang ahlu ahwa (orang-orang yang mengikuti hawa nafsu).” Diriwayatkan dari Abu Umamah al-Bahili, dari Nabi saw. bahwa ayat tersebut turun mengenai sekte Qadariyah.

Tirmidzi meriwayatkan dari Abu Ghalib, ia berkata: “Abu Umamah melihat sejumlah kepala di atas pintu masjid Damaskus, lantas ia (Abu Umamah) berkata: “Anjing-anjing neraka. Mereka adalah seburuk-buruk korban pembunuhan di muka bumi, sedangkan korban dari pihak yang memerangi mereka adalah sebaik-baik orang.” Kemudian ia membaca ayat tersebut. Aku (Abu Ghalib) berkata kepada Abu Umamah: “Anda mendengarnya dari Rasulullah saw.?” Ia menjawab: “Jika aku hanya mendengarnya dari Rasulullah saw.sekali, dua kali, tiga kali –ia menyebutkannya hingga tujuh—maka aku tidak akan mengatakan hal ini kepada kalian.” Tirmidzi mengomentari derajat hadis ini: Ini adalah hadis hasan.

Ciri-Ciri Khawarij


Orang-orang Khawarij memiliki ciri-ciri yang dapat dengan mudah dikenali dan sifat-sifat yang membedakan mereka dengan yang lain. Sebaik-baik orang yang menunjukkan kita akan sifat-sifat mereka ini adalah Rasulullah SAW. Rasulullah saw. telah menyebutkan sifat-sifat orang-orang Khawarij di dalam banyak hadis.

1. Menuduh dan Menyesatkan

Sifat orang-orang Khawarij yang paling menonjol adalah menuduh dan menganggap sesat para imam, serta menghukumi mereka telah berbuat tidak adil dan salah. Sifat ini terlihat jelas pada sikap Dzul Khuwaishirah terhadap Rasulullah saw. dimana dia berkata: “Wahai Rasulullah, berbuatlah adil!”

Dzul Khuwaishirah menganggap dirinya lebih tahu agama daripada Rasulullah saw. sehingga dia menghukumi beliau telah melakukan kesalahan dan tidak adil dalam pembagian harta ghanimah. Sifat ini terus melekat pada diri mereka sepanjang sejarah. Sifat ini memiliki dampak sangat buruk karena melahirkan banyak vonis hukum dan perbuatan menyimpang dari orang-orang Khawarij.

2. Berlebihan dalam Ibadah

"Akan ada sekelompok orang dari umatku, mereka rajin membaca al-Quran. Bacaan al-Quran kalian tidak sebanding dengan bacaan mereka, shalat kalian tidak sebanding dengan shalat mereka, dan puasa kalian tidak sebanding dengan puasa mereka." (HR Bukhari).

Berlebihan dalam berpuasa, salat malam, berzikir, dan membaca al-Quran merupakan sifat-sifat yang menjadi ciri khas kaum Khawarij. Orang-orang Khawarij juga dikenal dengan sebutan ‘al-Qurra’ karena begitu rajinnya dalam membaca al-Quran dan beribadah, hanya saja mereka memahami kandungan al-Quran tidak sesuai maksudnya. Mereka terlalu mengagungkan pendapat mereka, terlalu berlebihan dalam zuhud, khusyu, dan sejenisnya.

Ketika Ibnu Abbas berdebat dengan kalangan Khawarij, ia berkomentar: “Aku mendatangi suatu kelompok yang sangat rajin beribadah dan belum pernah aku lihat tandingannya sebelumnya. Jidat mereka luka karena begitu seringnya dipakai untuk bersujud. Kulit tangan mereka menebal bak seperti lutut unta. Mereka memakai pakaian cingkrang, dan warna muka pucat pasi lantaran sering bergadang."

Ibnu al-Jauzi berkata: “Tatkala Ali r.a. meninggal dunia, Ibnu Muljam (orang Khawarij yang membunuh Ali –penj) dikeluarkan dari penjara untuk menjalani hukuman mati. Abdullah bin Ja’far memotong kedua tangan dan kedua kakinya, namun ia (Ibnu Muljam) tidak takut dan tidak pula berbicara. Kemudian kedua matanya diberi celak dengan menggunakan paku panas, namun ia pun tidak takut. Akhirnya ia (Ibnu Muljam) membaca surah al-‘Alaq hingga selesai, dan kedua matanya mengucurkan darah. Kemudian saat lidahnya akan dipotong, ia mulai takut. Lantas ia ditanya, “Mengapa kamu takut?” Ia menjawab, “Aku tidak ingin mati di dunia dalam kondisi tidak dapat berzikir kepada Allah.” Ibnu Muljam adalah seorang lelaki kulit hitam dengan tanda sujud di jidatnya –semoga Allah melaknatnya."

Rasulullah saw. juga pernah menjelaskan bahwa orang-orang Khawarij itu adalah kelompok yang paling celaka dari umat Islam. Oleh karenanya, kita tidak boleh terkecoh dengan penampilan luar mereka yang terkesan baik. Salah satu tanda akan kebodohan Ibnu Muljam adalah ia takut dipotong lidahnya karena khawatir tidak bisa berzikir. Seandainya ia orang yang tahu agama, maka ia pasti mengetahui bahwa zikir dengan hati itu jauh lebih utama daripada zikir dengan lisan.

Meskipun orang-orang Khawarij rajin beribadah, namun semua itu tidak bermanfaat bagi mereka. Ibadah mereka seakan sebuah jasad tanpa ruh, dan pohon tanpa buah. Karena mereka tidak mendidik akhlaknya, membersihkan jiwanya, dan melembutkan hatinya, padahal ibadah disyariatkan untuk tujuan-tujuan tersebut.

Allah Ta’ala berfirman: “Dirikanlah salat, karena sesungguhnya shalat dapat mencegah perbuatan keji dan mungkar.” (al-Ankabuut: 45). Dan firman Allah Ta’ala: “Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kalian untuk berpuasa, sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian, agar kalian bertakwa.” (al-Baqarah: 183).

Orang-orang yang dungu itu hanya mendapatkan begadang dalam salat malam mereka, dan hanya mendapatkan lapar dalam puasa mereka, serta hanya mendapatkan olahan suara dalam bacaan al-Quran mereka.

Kondisi kaum Khawarij ini memberi sebuah faedah kepada kita, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Hajar: “Ta’dil tidak cukup hanya melihat kondisi lahiriyah seseorang, meskipun ia seorang yang rajin ibadah, zuhud, dan wara’, hingga diketahui kondisi batinnya.”

3. Bersikap Keras kepada Umat Islam

Kaum Khawarij dikenal dengan sikap yang keras dan kasar. Sikap mereka sangat keras dan kasar terhadap sesama umat Islam. Bahkan sikap mereka bisa sampai batas yang sangat ekstrem hingga menghalalkan darah, harta, dan kehormatan umat Islam, dengan menindas dan membunuh mereka. Meski demikian, mereka meninggalkan, tidak memerangi, dan tidak menyakiti musuh-musuh Islam para penyembah berhala.

Rasulullah saw. mengabarkan kepada kita tentang sifat mereka ini dalam sabdanya: “Mereka membunuh orang-orang Islam dan meninggalkan para penyembah berhala.”

Sejarah telah mencatat lembaran hitam kaum Khawarij, diantaranya kisah menakutkan berikut ini:

Dalam perjalanan kaum Khawarij bertemu dengan Abdullah bin Khubab, lantas mereka berkata: “Apakah kamu memiliki informasi hadis dari ayahmu yang bisa kamu informasikan kepada kami?” Abdullah menjawab: “Iya, ada. Aku pernah mendengar ayahku meriwayatkan hadis Nabi saw. bahwasanya beliau menyebutkan sebuah fitnah dimana orang yang duduk lebih baik daripada orang yang berdiri, orang yang berdiri lebih baik daripada orang yang berjalan, dan orang yang berjalan lebih baik daripada orang yang pergi berusaha untuk berperang. Jika kamu mendapati masa itu maka jadilah hamba Allah yang menjadi korban pembunuhan.”

Mereka berkata: “Apakah kaum mendengar hadis ini dari ayahmu yang didengar dari Rasulullah saw.?” Abdullah menjawab: “Iya.” Lantas mereka menggiring Abdullah ke tepi sungai dan memenggal lehernya. Darahnya mengalir seperti tali sandal. Mereka juga membelah perut istrinya dimana ia dalam keadaan hamil. Kemudian mereka melewati pohon kurma yang berbuah lebat di daerah Nahrawan. Lantas ada sebutir kurma jatuh, dan salah seorang dari mereka mengambil dan memakannya. Kemudian salah seorang dari mereka berkata: “Kamu tidak berhak mengambil buah kurma itu, dan kamu juga tidak membelinya.” Lantas orang yang memakannya tadi memuntahkan kembali kurma di dalam mulutnya. Kemudian salah seorang dari mereka menghunuskan pendangnya, saat ada babi milik Ahli Dzimmah lewat, ia menebasnya. Mereka berkata: “Ini adalah kerusahan di muka bumi.” Kemudian ia menemui pemilik babi tersebut dan mengganti harganya.

Itulah perilaku kaum Khawarij terhadap umat Islam. Sikap mereka sangat keras dan kasar. Banyaknya bacaan al-Quran dan zikir mereka tidak bermanfaat bagi mereka. Karena mereka tidak mengambil petunjuk dari kandungan-kandungan al-Quran dan tidak meniti jalan sesuai jalan yang digariskannya. Allah swt. telah menyebutkan bahwa syariat Islam itu sangat mudah dan toleran. Islam hanya menganjurkan untuk bersikap keras kepada orang-orang kafir, dan saling mengasihi antar sesama umat Islam, namun kaum Khawarij justru membaliknya.

Allah Ta’ala berfirman: “Muhammad adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersamanya bersikap keras terhadap orang-orang kafir, dan mengasihi antar mereka.” (al-Fath: 29)

Allah Ta’ala berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, barangsiapa diantara kalian yang keluar dari agamanya, maka Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Dia cintai dan merekapun mencintai-Nya. Mereka merendahkan diri kepada orang-orang mukmin dan bersikap tegas kepada orang-orang kafir. Mereka berjihad di jalan Allah, tidak takut celaan siapa pun.” (al-Maaidah: 54)

Akan tetapi, orang-orang Khawarij memutar-balikkan makna ayat tersebut. Mereka menebarkan rasa takut kepada umat Islam.

Al-Mubarad menceritakan tentang salah seorang Khawarij dan kelompoknya: “Nafi’ tinggal di daerah Ahwaz, ia melakukan tukar pikiran dengan masyarakat untuk mempengaruhi mereka. Ia juga kerap membunuh anak-anak kecil. Jika ada seseorang menjawab pertanyaannya maka ia menggugurkan pajak darinya. Pegawainya menyebar di seluruh Irak, hingga penduduk Basrah ketakutan.”

Sikap keras dan kasar ini, serta tindakan teror dan membunuh tersebut membuat sebagian orang mengaku syirik agar selamat dari pembunuhan.

Mubarrad berkata: “Pernah suatu ketika Washil bin Atha datang dengan rombongan. Kedatangan mereka tersebut mengusik orang-orang Khawarij. Lantas Washil berkata kepada rombongannya: “Ini bukan urusan kalian, pergilah kalian, biarkan saya menghadapi mereka.” Saat itu Washil dan rombongannya dalam posisi bahaya.

Rombongannya berkata kepadanya: “Iya, silakan.” Lantas ia pun pergi menuju ke orang-orang Khawarij.

Khawarij berkata kepada Washil: “Kamu dan teman-temanmu statusnya apa?”

Washil menjawab: “Kami orang-orang musyrik dan meminta perlindungan, untuk mendengar firman Allah dan mengetahui hukum-hukum-Nya.”

Khawarij berkata: “Kami telah melindungi kalian.”

Washil berkata: “Ajarilah kami!”

Kemudian orang-orang Khawarij mengajarinya tentang hukum-hukum Islam dalam pandangan mereka.

Washil berkata: “Saya dan rombongan menerima pandangan-pandangan kalian.”

Khawarij berkata: “Pergilah, kalian adalah saudara-saudara kami.”

Washil berkata: “Kalian tidak bisa demikian. Allah Ta’ala berfirman: “Dan jika seorang diantara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ketempat yang aman baginya.” (at-Taubah: 6). Oleh karenanya, kalian harus mengantarkan kami ke tempat yang aman bagi kami.”

Mendengar jawaban Washil tersebut, orang-orang Khawarij saling berpandangan antar mereka. Lantas menjawab: “Kalian benar.” Akhirnya mereka semua mengantar Washil dan rombongannya ke tempat yang aman.

Coba perhatikan betapa sedikit ilmu mereka dan lemah dalam beristimbat hukum.

4. Lemah Pemahaman Fikih

Diantara bahaya besar dari sekte Khawarij ini adalah lemah pemahaman mereka terhadap al-Quran dan Sunnah Rasulullah saw.. Maksud kami adalah buruknya pemahaman mereka dan lemahnya daya pikir mereka, serta tidak menempatkan teks-teks agama sesuai pada tempatnya.
Rasulullah saw. telah memberitahukan kepada kita tentang penyakit bahaya ini dalam sabdanya: “Mereka membaca al-Quran namun tidak melebihi tenggorokan mereka.” Oleh karenanya, mereka tidak memiliki pemahaman yang benar terhadap al-Quran.

Rasulullah saw. mengakui bahwa orang-orang Khawarij rajin membaca al-Quran. Meski demikian mereka tetap tercela, mengapa? Itu karena mereka tidak mengambil manfaat dari al-Quran itu sendiri sebab pemahaman buruk mereka terhadap kandungan isinya. Mereka juga memiliki paradigma yang menyimpang terhadap isi al-Quran. Mereka tidak bisa mengambil hukum dari al-Quran, sehingga terjatuh ke dalam keburukan dan melelahkan diri mereka sendiri dan orang-orang yang bersama mereka.

Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata: Nawawi berkata: “Maksudnya, mereka (orang-orang Khawarij) tidak dapat memanfaatkan al-Quran. Al-Quran hanya lewat di lisan mereka saja, tidak sampai ke tenggorokan mereka, lebih-lebih ke hati mereka. Padahal yang dianjurkan adalah memikirkan, mentadaburi, dan meneguhkan kandungan ayat al-Quran di dalam hati.”

Aku (Ibnu Hajar) berkata: “Itu seperti sabda Nabi saw. juga: “Keimanan mereka tidak melebihi tenggorokan mereka.” Maksudnya, mereka mengucapkan dua kalimat syahadat namun tidak memahaminya dengan hati mereka.”

Sesungguhnya buruknya sebuah pemahaman dan minimnya pengetahuan tentang isi kandungan al-Quran dan Sunnah sangat bahaya. Bahaya ini telah melanda umat Islam dan meninggalkan luka yang sangat bahaya. Penyakit ini akan mendorong para penderitanya untuk mengafirkan, menyesatkan, dan menuduh orang-orang shaleh tanpa argumentasi yang benar. Dari sana akan timbul permusuhan, perpecahan, peperangan, kezaliman, dan sejenisnya.

5. Masih Muda dan Lemah Pikiran

Diantara sifat-sifat kaum Khawarij adalah umurnya masih muda dan daya pikirnya lemah. Hal itu sebagaimana sabda Rasulullah saw, "Akan keluar di akhir zaman suatu kaum yang umurnya masih muda dan cara berpikirnya lemah." Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata: “Ahdatsul asnan maksudnya adalah mereka adalah golongan para pemuda. Sedangkan “Sufaha al-Ahlam” maksudnya adalah pikiran mereka dangkal.”

Imam Nawawi berkata: “Verifikasi ketat terhadap informasi dan kuatnya ilmu terwujud saat seseorang mencapai umur yang dewasa, banyak memiliki pengalaman, dan pikirannya matang.”

Memang benar, orang yang masih muda biasanya minim ilmu. Ia tidak melihat suatu perkara dan kejadian secara komprehensif, namun melihatnya secara dangkal dan sepintas. Itu karena minimnya pengalaman. Pemuda memiliki keunggulan semangat, terlebih dalam urusan agama. Jika semangat tersebut dibarengi ilmu yang sedikit, minim pengalaman, dan menjauhi para ulama, maka akan melahirkan sikap yang ektrem.

Jika usia muda dibarengi dengan pengetahuan yang minim, maka akan melahirkan perilaku yang aneh. Kebodohan mereka sangat jelas terlihat dalam sejumlah kejadian, diantaranya sikap mereka yang kontradiktif ketika mendahulukan pendapat mereka sendiri daripada pendapat Rasulullah saw. dan para sahabat r.a.. Dan mereka menyakini bahwa merekalah yang benar dan para imam salah. Diantara mereka saling mengafirkan sebab perbedaan-perbedaan sepele. (Aby/berbagai sumber)

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »