Cut Nyak Dhien. |
BENTENGSUMBAR.COM - Belum banyak yang tahu kalau Cut Nyak Dhien, Pahlawan Nasional Indonesia asal Aceh tersebut merupakan keturunan Minangkabau. Cut Nyak Dhien dilahirkan dari keluarga bangsawan yang taat beragama di Aceh Besar, wilayah VI Mukim pada tahun 1848. Ayahnya bernama Teuku Nanta Seutia, seorang uleebalang VI Mukim, yang juga merupakan keturunan Datuk Makhudum Sati.
Datuk Makhudum Sati adalah salah seorang pemimpin dari kelompok perantau Minangkabau di wilayah pantai barat Aceh pada abad ke-18, yang pada awalnya dipercaya sebagai penjaga keamanan istana dan kemudian diberi kekuasaan sebagai Uleebalang VI Mukim secara turun temurun oleh Sultan Aceh setelah melalui pembangkangan, hukuman berat dan akhirnya menjadi orang kepercayaan.
Mengenai asal usul dari Datuk Makhudum Sati masih terjadi perbedaan pendapat. Ada yang mengatakan Datuk Makhudum Sati berasal dari Luhak Limopuluah, namun ada juga yang mengatakan dari Rawa Pasaman, namun keduanya adalah wilayah Minangkabau. Ia dan pengikutnya pergi merantau ke wilayah pantai barat Aceh atau sekitar Meulaboh sekarang sekitar abad ke-18 ketika Kesultanan Aceh diperintah oleh Sultan Jamalul Badrul Munir (1711-1733).
Tentang motif kepergian Datuk Makhudum Sati dan pengikutnya dari Ranah Minang juga ada bermacam pendapat. Ada yang mengatakan motifnya hanya merantau biasa seperti yang banyak dilakukan orang Minang sejak dulu kala, tapi juga ada yang mengatakan sebagai eksodus untuk menghindari perang saudara (awal perang Padri) yang sedang berkecamuk di Minangkabau pada masa itu.
Datuk Makhudum Sati kemudian diberi gelar Nanta Seutia Raja karena kesetiaannya dalam pengabdian pada sultan, bahkan diberi kekuasaan di VI Mukim untuk turun temurun. Ia mempunyai dua orang putra, yaitu Teuku Nanta Seutia dan Teuku Cut Mahmud. Sepeninggal Datuk Makhudum Sati anaknya yang bernama Teuku Nanta Seutia kemudian melanjutkan kepemimpinan sebagai uleebalang VI Mukim.
Teuku Nanta Seutia kemudian mempunyai anak yang bernama Cut Nyak Dhien, yang dikenal sebagai pemimpin perang Aceh dan dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia. Sedangkan Teuku Ahmad Mahmud yang menikah dengan adik uleebalang Meulaboh mempunyai anak yang bernama Teuku Umar, yang juga dikenal sebagai pemimpin perang Aceh dan juga dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional oleh Pemerintah Indonesia.
Setelah suaminya Ibrahim Lamnga meninggal, Cut Nyak Dhien dilamar oleh Teuku Umar. Namun Cut Nyak Dhien menolak lamaran tersebut. Namun, karena Teuku Umar mempersilakannya untuk ikut bertempur dalam medan perang, Cut Nyak Dien akhirnya menerimanya dan menikah lagi dengan Teuku Umar pada tahun 1880. Hal ini membuat meningkatnya moral semangat perjuangan Aceh melawan Kaphe Ulanda (Belanda Kafir). Nantinya, Cut Nyak Dhien dan Teuku Umar memiliki anak yang diberi nama Cut Gambang. (*/buya)
Datuk Makhudum Sati adalah salah seorang pemimpin dari kelompok perantau Minangkabau di wilayah pantai barat Aceh pada abad ke-18, yang pada awalnya dipercaya sebagai penjaga keamanan istana dan kemudian diberi kekuasaan sebagai Uleebalang VI Mukim secara turun temurun oleh Sultan Aceh setelah melalui pembangkangan, hukuman berat dan akhirnya menjadi orang kepercayaan.
Mengenai asal usul dari Datuk Makhudum Sati masih terjadi perbedaan pendapat. Ada yang mengatakan Datuk Makhudum Sati berasal dari Luhak Limopuluah, namun ada juga yang mengatakan dari Rawa Pasaman, namun keduanya adalah wilayah Minangkabau. Ia dan pengikutnya pergi merantau ke wilayah pantai barat Aceh atau sekitar Meulaboh sekarang sekitar abad ke-18 ketika Kesultanan Aceh diperintah oleh Sultan Jamalul Badrul Munir (1711-1733).
Tentang motif kepergian Datuk Makhudum Sati dan pengikutnya dari Ranah Minang juga ada bermacam pendapat. Ada yang mengatakan motifnya hanya merantau biasa seperti yang banyak dilakukan orang Minang sejak dulu kala, tapi juga ada yang mengatakan sebagai eksodus untuk menghindari perang saudara (awal perang Padri) yang sedang berkecamuk di Minangkabau pada masa itu.
Datuk Makhudum Sati kemudian diberi gelar Nanta Seutia Raja karena kesetiaannya dalam pengabdian pada sultan, bahkan diberi kekuasaan di VI Mukim untuk turun temurun. Ia mempunyai dua orang putra, yaitu Teuku Nanta Seutia dan Teuku Cut Mahmud. Sepeninggal Datuk Makhudum Sati anaknya yang bernama Teuku Nanta Seutia kemudian melanjutkan kepemimpinan sebagai uleebalang VI Mukim.
Teuku Nanta Seutia kemudian mempunyai anak yang bernama Cut Nyak Dhien, yang dikenal sebagai pemimpin perang Aceh dan dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia. Sedangkan Teuku Ahmad Mahmud yang menikah dengan adik uleebalang Meulaboh mempunyai anak yang bernama Teuku Umar, yang juga dikenal sebagai pemimpin perang Aceh dan juga dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional oleh Pemerintah Indonesia.
Setelah suaminya Ibrahim Lamnga meninggal, Cut Nyak Dhien dilamar oleh Teuku Umar. Namun Cut Nyak Dhien menolak lamaran tersebut. Namun, karena Teuku Umar mempersilakannya untuk ikut bertempur dalam medan perang, Cut Nyak Dien akhirnya menerimanya dan menikah lagi dengan Teuku Umar pada tahun 1880. Hal ini membuat meningkatnya moral semangat perjuangan Aceh melawan Kaphe Ulanda (Belanda Kafir). Nantinya, Cut Nyak Dhien dan Teuku Umar memiliki anak yang diberi nama Cut Gambang. (*/buya)
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »