MENJELANG pelaksanaan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Barat, calon gubernur yang diusung oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Gerindra Prof DR H Irwan Prayitno, PSi, MSc., Datuk Rajo Bandaro Basa melakukan silaturahmi dengan beberapa orang pimpinan organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam, Rabu (2/12/2015). Pertemuan ini tentu memiliki arti tersendiri, apatah lagi menjelang pemilukada tanggal 9 Desember 2015 yang hanya tinggal hitungan hari.
"Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara." (QS Ali Imran ayat 103).
Menurut Muharlion, Ketua Fraksi PKS DPRD Kota Padang, yang ikut mendampingi Irwan Prayitno pada pertemuan tersebut mengatakan, pimpinan ormas Islam yang hadir adalah Irfianda Abidin dari Majelis Mujahidin Indonesia, Masfar Rasyid dari Dewan Dakwah Islam Indonesia (DDII) Sumbar, Ibnu Aqil D. Ghani yang merupakan salah seorang pendiri Pondok Pesantren Subulussalam, Sicincin, dan H Asril Manan salah seorang pendiri Pesantren Modern Terpadu (PMT) Prof DR Hamka.
Pada pertemuan dan silaturahmi itu, ujar Muharlion, pimpinan ormas Islam mengharapkan Irwan Prayitno mewujudkan pembentukan Daerah Istimewa Minangkabau (DIM), menjalin komunikasi dengan ormas Islam dan mengutamakan kepentingan umat. Semuanya bertujuan untuk menjalin persatuan untuk kejaan Islam di Sumatera Barat.
Irwan Prayitno memang salah satu tokoh yang selama ini ingin menjadikan Sumatera Barat sebagai Daerah Istimewa Minangkabau. Dasar pemikirannya antara lain, pada dasarnya nagari bersifat Istimewa pada dua kata kunci yaitu, nagari mempunyai hak-hak asal usul dan nagari mempunyai susunan asli. Keistimewaan Minangkabau dapat dilihat dari sistem kekerabatan matrilineal atau garis keturunan ibu atau orang tua perempuan. Faktanya, memang hanya Provinsi Sumatera Barat yang menggunakan sistem matrilineal ini.
Sistem pemerintahan pada suku Minangkabau sudah terlebih dulu menerapkan keberimbangan seperti layaknya legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Ini dibuktikan dengan adanta tigo tungku sajarangan pada masyarakat Minangkabau dan merupakan bagian dari sistem kenagarian dan adat tadi.
Menurut Irwan Prayitno, masih banyak keistimewaan lain yang ada di Sumatera Barat, karena pada dasarnya nagari dan sistemnya telah berjalan selama lebih dari ratusan tahun sebelum adanya Peraturan Gubernur (Pergub) maupun Peraturan Daerah (Perda). Orang Minang yang ada di berbagai daerah di nusantara ini, akan sukses apabila mereka tetap memakai ajaran dan adat Minangkabau sepenuhnya, dan kebalikannya, apabila mereka tidak memakai ajaran adat yang seharusnya akan membuat hidupnya salah dan tidak akan sukses.
Identitas dan jati diri orang Minangkabau, tegas Irwan Prayitno, harus tetap terjada keasliannya. Makanya, keberadaan Sumatera Barat sebagai DIM layak untuk diusulkan kepada pemerintah pusat dalam rangka menjaga jati diri dan keaslian Minangkabau tersebut.
Wacana pembentukan Daerah Istimewa Minangkabau sendiri dimulai dari Prof DR H Mochtar Naim. Beliau kemudian mengirimkan sebuah surat terbuka kepada Gubernur Sumbar, para Bupati dan Walikota se Sumbar, para pimpinan dan anggota DPRD Provinsi, Kabupaten dan Kota se Sumbar, pimpinan dan anggota ormas-ormas se Sumbar dan di rantau dan semua warga masyarakat Minang.
Minangkabau sebagai daerah yang berfalsafahkan Adat Basandi Sayarak, Syarak Basandi Kitabullah (ASBK) merupakan darul Islam atau negeri Islam. Tentunya sudah menjadi kewajiban bagi umat Islam di daerah ini untuk bersatu memajukan Sumatera Barat. Semua perbedaan harus dikesampingkan, dan mendahulukan kepentingan umat demi mencapai kemaslahatan bersama.
Namun, persatuan itu baru akan dapat terwujud, jika ada jalinan komunikasi diantara semua elemen umat Islam dan pemerintah daerah. Tentunya akan sulit menyatukan umat Islam di daerah ini kalau jalinan komunikasi tersebut tidak dibangun dengan baik. Dan pemerintah memiliki peran dalam menfasilitasi jalinan komunikasi tersebut. Tak hanya itu, dalam mengambil setiap kebijakan, pemerintah harus mendengarkan aspirasi umat Islam dan mengkomunikasikan dengan elemen umat Islam yang ada di daerah ini.
"Sebuah bangsa tidak menemukan persatuan yang dicita-citakan kecuali mereka menemukan kekuatan dan mempererat solidaritas mereka. Tidak ada sebuah bangsa yang menemukan kekuatan dan kemuliaan kecuali Tuhan mencabut ketidakteraturan dari mereka dan menghilangkan bencana kehinaan dari mereka serta membimbing mereka ke arah agama." (Imam Ali Bin Abi Thalib ra).
Ditulis Oleh :
Zamri Yahya
Salah Seorang Pimpinan Bara Online Media (BOM)
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »