Tiga Prinsip Dalam Memilih Calon Kepala Daerah

Tiga Prinsip Dalam Memilih Calon Kepala Daerah
BentengSumbar.com --- Keberadaan Nahdlatul Ulama (NU) memiliki pengaruh yang besar di Indonesia. NU merupakan ormas Islam terbesar di negeri ini dan memiliki peran dalam membentuk watak keberagamaan sebagian besar orang Indonesia. NU lahir dibidani oleh KH. Muhammad Hasyim Asy’ari (1871-1947) dan KH. Abdul Wahab Hasbullah (1888-1971). NU lahir pada tanggal 31 Januari 1926 di Surabaya.

Tujuan didirikannya NU ialah mengupayakan berlakunya ajaran Islam yang berhaluan Ahlu Sunnah wal Jamaah dan penganut salah satu mazhab yang empat (Hanafi, Syafi’i, Hanbali dan Maliki). Sebagian besar yang mendominasi gerakan ini adalah mazhab Syafi’i. Berbasiskan massa pesantren di seluruh Nusantara, NU mencorong menjadi sebuah gerakan kultural yang sangat berkembang.


Soliditas di kalangan NU juga sedikit banyak dipengaruhi oleh kuatnya kekerabatan internal, baik yang disebabkan oleh seperguruan dalam menimba ilmu agama (pesantren sebagai tempat belajar), sebab nasab (keturunan), dan juga silaturahim yang dijalin. Dan tentu saja ukhuwah Islamiyah dan kesatuan akidah. Besarnya organisasi Nahdatul Ulama yang oleh para penggagasnya—dengan segala kejernihannya—dimaksudkan untuk menegakkan Izzul Islam wal muslimin.


Keberadaan NU memberikan corak bagi khazanah sosial politik di Indonesia. Keberadaan organisasi Islam terbesar di negeri Indonesia ini tak pelak mengundang harapan bagi segenap kaum muslimin di Indonesia khususnya untuk memberikan kontribusi bagi kemaslahatan umat yang seluas-luasnya. Pendapat-pendapat dari ulama NU sering dijadikan rujukan umat, tidak hanya dibidang agama, tetapi juga di bidang sosial politik.


Dalam menghadapi Pemilihan Kepala Daerah (Pemilukada) Provinsi Sumatera Barat 2015, PWNU Sumatera Barat memilih sikap netral. Menurut Buya Hendri Yazid, Bendahara Pengurus Wilayah NU Sumbar, secara resmi kelembagaan, PWNU Sumatera Barat tidak mendukung salah satu calon. Warga NU di Sumatera Barat, berhak menentukan pilihan sesuai hati nurani dan tentunya yang sesuai dengan prinsip dasar NU. Prinsip dasar NU yang dimaksud adalah prinsip tawassuth, tawazun, dan tasamuh. Jika ketiga prinsip ini sudah dipenuhi oleh salah seorang pemimpin, maka NU akan mendukungnya secara penuh.


Prinsip tawassuth, jelas Buya Hendri Yazid, merupakan jalan tengah, tidak ekstrem kanan atau kiri. NU mendukung calon pemimpin yang selalu mengedepankan prinsip tengah-tengah. Juga di bidang kemasyarakatan selalu menempatkan diri pada prinsip hidup menjunjung tinggi keharusan berlaku adil, lurus di tengah-tengah kehidupan bersama, sehingga ia menjadi panutan dan menghindari segala bentuk pendekatan ekstrem.


Sedangkan prinsip tawazun, ungkap Kasi Syariah Kemenag Kota Padang ini, yakni pemimpin yang menjaga keseimbangan dan keselarasan, sehingga terpelihara secara seimbang antara kepentingan dunia dan akherat, kepentingan pribadi dan masyarakat, dan kepentingan  masa kini dan masa datang. Pola ini dibangun lebih banyak untuk persoalan-persoalan yang berdimensi sosial politik. Dalam bahasa lain, melalui pola ini NU ingin menciptakan integritas dan solidaritas sosial umat.


Terakhir adalah prinsip tasamuh, yaitu mendukung pemimpin yang bersikap toleran terhadap perbedaan pandangan, terutama dalam hal-hal yang bersifat furu'iyah, sehingga tidak terjadi perasaan saling terganggu, saling memusuhi, dan sebaliknya akan tercipta persaudaraan yang islami (ukhuwwah islâmiyyah). Dalam dimensi sosial-budaya, seorang pemimpin yang melakukan toleransi terhadap tradisi-tradisi yang telah berkembang di masyarakat, tanpa melibatkan diri dalam substansinya, bahkan tetap berusaha untuk mengarahkannya, terangnya. (by)

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »