Filosofi Lima Jari Dalam Mendapatkan Rezeki

Filosofi Lima Jari Dalam Mendapatkan Rezeki
BentengSumbar.com --- Menurut Habib Ali Bin Yusuf Yahya, seorang spritualis asal Jakarta, agar mudah mendapatkan rezeki dari Allah SWT, seseorang harus mengetahui dan mengamalkan filosofi lima jari. 

Dijelaskannya, filosofi lima jari tersebut adalah simbol yang harus dipahami, dan memiliki saling keterkaitan satu sama lain, serta tidak bisa dipisahkan. Jika salah satu rusak, maka akan berakibat fatal dalam kehidupan seorang muslim.

Ibu jari, ujarnya, melambangkan hubungan dengan Allah SWT. Seseorang harus mengenal Allah SWT dengan baik. Untuk mengenal Allah SWT itu, seorang manusia harus mengenal dirinya terlebih dahulu.

"Makanya kita sering dengar ulama  sering menceritakan sebuah hadis tentang ini,  "barangsiapa mengenal dirinya, maka dia akan mengenal Tuhannya." Hadis sangat dikenal di kalangan pengkaji sufistik," ujarnya, Senin malam (9/3/2015), dalam sebuah pengajian ibu-ibu di Padang, Sumatera Barat.

Sedangkan telunjuk mengambarkan Rasulullah SAW. Seorang muslim harus mengenal Rasulullah dengan baik. Muhammad bin Abdullah adalah utusan Allah SWT untuk menyampaikan syariat-Nya kepada umat manusia.

"Karena Rasulullah SAW lah kita mengenal Islam dan menjadi penganut agama tauhid ini. Untuk itu, kita harus mengenal Rasulullah SAW dengan baik," tegasnya.

"Untuk mengenail si Fulan dengan sebaik-baiknya, maka caranya adalah bertanya kepada keluarganya. Mustahil orang lain mengetahui si Fulan dengan lebih baik dibanding keluarganya. Mestilah kita bertanya kepada keluarga si Fulan, bukan musuhnya. Sebab, dimata musuhnya, si Fulan itu tentulah jelek. Demikian juga dalam mengenal Rasulullah SAW, haruslah kita melalui keluarganya," ungkap Habib Ali.

Jari tengah merupakan simbol keluarga Rasulullah SAW. Untuk mengenal Rasulullah SAW, seorang muslim harus mengenal keluarga Rasulullah SAW. Keluarga yang disucikan Allah SWT, sebagaimana dijelaskan dalam Al Quran surah al Ahzab ayat 33," “Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai Ahlul Bait, dan mensucikan kamu sesuci-sucinya.” (QS. Al-Ahzab : 33).

Dalam Sahih Bukhari, diriwayatkan juga dari Abu Bakar Al-Shiddiq ra bahwa Nabi saw bersabda, “Hai manusia, peliharalah hak Muhammad dalam urusan keluarganya.” (HR Bukhari).

Dalam mendakwahkan Islam, Rasulullah SAW tidak meminta upah kepada umatnya. Tetapi Allah SWT memerintahkan kepada Rasullah SAW untuk menyampaikan perintah agar umatnya bersholawat kepada Nabi dan keluarganya, ujar Habib Ali Bin Yahya.

Seluruh kaum muslimin diperintahkan untuk itu – apapun mazhabnya. Kewajiban ini tercantum dalam Al-Qur’an lewat lisan Rasulullah SAW: “Aku tidak meminta kepadamu suatu upah pun (selamanya) atas seruanku, kecuali (aku harap kalian) berkasih sayang terhadap keluarga(ku).” (QS. 42 : 23).

Dalam tafsir Ad-Durrul Mantsur oleh Jalaluddin As-Suyuthi, tentang ayat ini, As-Suyuthi mengutip hadis yang bersumber dari Ibnu Abbas, ia berkata: Ketika ayat ini (Asy-Syura: 23) turun, para sahabat bertanya: Ya Rasulallah, siapakah dari keluargamu yang wajib dicintai oleh kami? Rasulullah saw menjawab: “Ali, Fatimah, Hasan dan Husein.” Ibnu Abbas berkata, ketika ayat ini turun Rasulullah saw bersabda: “Hendaknya kalian menjagaku dengan menjaga Ahlul baitku dan mencintai mereka.”

Peristiwa Mubahalah mengambarkan siapa keluarga Rasulullah SAW itu. Al Quran menjelaskan, “Siapa yang membantahmu tentang kisah Isa sesudah pengetahuan tentangnya datang kepadamu, maka katakanlah: ‘Ayolah, kami panggil anak-anak kami dan anak-anak kalian, wanita-wanita kami dan wanita-wanita kalian, diri kami dan diri kalian, kemudian marilab kita berdoa kepada Allah dan kita minta supaya laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta.’"(QS Ali ‘Imran: 61).

Para Mufasir (ahli tafsir, red) meyakini bahwa ayat ini berhubungan dengan perdebatan antara Nashrani Najran dengan Rasulullah Saw. Kelompok Nashrani meyakini Nabi Isa As adalah salah satu oknum dari Aqanim Tsalasah (trinitas) dan mereka tidak menerima penjelasan Al-Qur’an bahwa Nabi Isa As hanyalah seorang hamba Allah dan Nabi-Nya hingga akhirnya Nabi Saw menawarkan kepada mereka untuk bermubahalah atau memohon laknat.

Para Mufasir Ahlusunnah (diantaranya: Zamakhsyari, Fakhrurrazi, Baidhawi dan lainnya) berkata bahwa maksud dari kata ابناءنا (anak-anak kami) adalah Hasan dan Husain, maksud dari نساءنا (istri-istri kami) adalah Fatimah az-Zahra dan maksud dari انفسنا (diri-diri kami) adalah Imam Ali. Yaitu 4 orang yang bersama Nabi Saw, membentuk 5 orang Ahli ‘Aba atau Ahli Kisa’.

Jari manis, ungkapnya, melambangkan orang tua. Seorang anak harus berbhakti kepada orang tua. Al Quran melarang keras seorang anak berkata kasar, apalagi menghardik orang tuanya.  Jika orang tuanya meninggal, seorang anak harus tetap memanjatkan do'a untuk mereka.

"Do'a anak yang soleh itu tidak akan terputus, dia akan sampai kepada tujuannya. Maka untuk itu, kita harus tetap dan selalu mendo'akan orang tua kita," ungkapnya.


Dikatakan Habib Ali, seorang anak tidak boleh menyakiti hati orang tuanya. Anak yang sholeh dan karim itu harus melayani orang tuanya dengan sebaik-baiknya. Apa yang diinginkan orang tuanya, sebelum terucap dari bibir orang tuanya, dia segera menghadirkannya. Demikian juga dalam berkata-kata kepada orang tua, haruslah dengan kalimat yang sebaik-baik kalimat. Dia jaga betul perkataannya, sehingga selalu menyejukan hati orang tuanya.

"Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat." (QS Ibrahim ayat 24-25).


Jari kelingking, jelas Habib Ali, melambangkan istri atau suami. Seorang suami harus mampu membahagiakan istrinya. Dia tidak boleh menyakiti hati istrinya. Dia harus sering-sering minta maaf, jika terlanjur menyakiti istrinya tersebut.

Seorang istri juga demikian. Harus mampu menyenangkan hati suaminya. Apatah lagi, Allah SWT menghitung pahala setiap kali seorang istri bebuat baik untuk suaminya. Sedangkan keburukan istri menjadi tanggungan suami.

"Jika filosofi lima jari ini sudah kita pahami dan amalkan, Insha Allah rezeki kita akan dimudahkan Allah SWT. Kelimanya saling kait berkait, dan tak bisa dipisahkan," terang Habib Ali. (kmk)

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »