Ilustrasi: Amplop Surat. |
SENANG melihat teman-teman berbicara filsafat tentang makna semua kejadian ini. Seakan-akan begitu bodohnya diri ketika bahasa-bahasa sulit dikeluarkan dan tukikan kalimat yang sulit dijangkau, membuat akal kembali menjadi prosesor skala pentium.
Philosophia, dalam bahasa Yunani, kata ini merupakan kata majemuk dan berasal dari kata-kata philia yaitu persahabatan, cinta dan sebagainya. Dan sophia yang berarti kebijaksanaan. Sehingga arti harafiahnya adalah seorang pencinta kebijaksanaan.
Entah kenapa, saya lebih menyukai bahasa yang sangat sederhana.
Saya lebih menyukai menenggelamkan diri dalam lamunan di metro mini, ketika seorg nenek dan cucunya ngamen selama perjalanan. Saya membayangkan nilai-nilai yang mereka dapat dalam perjalanan hidup mereka.
Saya menyukai filosofi sederhana seorang penyapu jalan, yang setiap hari bergelut dengan kekurangan dan sibuk menambal kemiskinan.
Saya menyukai orang-orang yang saya temui di jalan, dan belajar menjadi dirinya hanya untuk sekedar mengintip perjalanan hidupnya. Dan saya mencoba mengambil makna dari situ.
Buat saya itulah kebiijaksanaan. Kebijaksanaan tidak dapat dipelajari dengan semua teori yang dilantunkan. Karena si pelantun harus merasakan apa yang dilantunkan supaya ia memahaminya.
Mungkin karena itulah, ketika satu waktu dulu saya berdoa, "Tuhan, berikan saya sedikit pengetahuan tentang rahasia hidup ini supaya saya dapat memahami tujuan saya disini..", Tuhan memberikan saya harapan tertinggi dan menjatuhkan saya ke lembah ketidak-adaan yang paling dalam seumur hidup saya.
Saya mengalami situasi nilai-nilai yang dihadapi nenek dan cucunya pengamen bus, juga penyapu jalan. Saya merasakan sakitnya mereka, sulitnya mereka, kebahagiaan mereka dan lelahnya perjalanan mereka.
Begitu banyak permata yang saya dapat selama disana. Nilai-nilai dengan karat yang tinggi. Hantaman yang mencerahkan pikiran. Ketika yang lain sibuk berenang di permukaan, saya tenggelam di kedalaman. Sesak rasanya dada, tapi perlahan menjadi kenikmatan.
Saat saya sudah mampu belajar menyelam di kedalaman, Tuhan menarik saya ke permukaan karena harapan tertinggi sudah mulai terbentuk di permukaan.
Dalam perjalanan ke permukaan, saya banyak melihat orang-orang dengan segala teorinya tentang kebijaksanan. Saya tersenyum, seandainya mereka mau masuk di kedalaman, tentu mereka akan menemukan bentuk asli dari yang selalu mereka bicarakan.
Tidak ada permata di permukaan. Saya hanya diminta Tuhan untuk membagi pengalaman apa yang saya dapatkan di kedalaman.
Mungkin, itulah tugas saya sebagai manusia.
(Penulis Denny Siregar, pengamat sosial, budaya, agama dan politik, tinggal di Jakarta)
Philosophia, dalam bahasa Yunani, kata ini merupakan kata majemuk dan berasal dari kata-kata philia yaitu persahabatan, cinta dan sebagainya. Dan sophia yang berarti kebijaksanaan. Sehingga arti harafiahnya adalah seorang pencinta kebijaksanaan.
Entah kenapa, saya lebih menyukai bahasa yang sangat sederhana.
Saya lebih menyukai menenggelamkan diri dalam lamunan di metro mini, ketika seorg nenek dan cucunya ngamen selama perjalanan. Saya membayangkan nilai-nilai yang mereka dapat dalam perjalanan hidup mereka.
Saya menyukai filosofi sederhana seorang penyapu jalan, yang setiap hari bergelut dengan kekurangan dan sibuk menambal kemiskinan.
Saya menyukai orang-orang yang saya temui di jalan, dan belajar menjadi dirinya hanya untuk sekedar mengintip perjalanan hidupnya. Dan saya mencoba mengambil makna dari situ.
Buat saya itulah kebiijaksanaan. Kebijaksanaan tidak dapat dipelajari dengan semua teori yang dilantunkan. Karena si pelantun harus merasakan apa yang dilantunkan supaya ia memahaminya.
Mungkin karena itulah, ketika satu waktu dulu saya berdoa, "Tuhan, berikan saya sedikit pengetahuan tentang rahasia hidup ini supaya saya dapat memahami tujuan saya disini..", Tuhan memberikan saya harapan tertinggi dan menjatuhkan saya ke lembah ketidak-adaan yang paling dalam seumur hidup saya.
Saya mengalami situasi nilai-nilai yang dihadapi nenek dan cucunya pengamen bus, juga penyapu jalan. Saya merasakan sakitnya mereka, sulitnya mereka, kebahagiaan mereka dan lelahnya perjalanan mereka.
Begitu banyak permata yang saya dapat selama disana. Nilai-nilai dengan karat yang tinggi. Hantaman yang mencerahkan pikiran. Ketika yang lain sibuk berenang di permukaan, saya tenggelam di kedalaman. Sesak rasanya dada, tapi perlahan menjadi kenikmatan.
Saat saya sudah mampu belajar menyelam di kedalaman, Tuhan menarik saya ke permukaan karena harapan tertinggi sudah mulai terbentuk di permukaan.
Dalam perjalanan ke permukaan, saya banyak melihat orang-orang dengan segala teorinya tentang kebijaksanan. Saya tersenyum, seandainya mereka mau masuk di kedalaman, tentu mereka akan menemukan bentuk asli dari yang selalu mereka bicarakan.
Tidak ada permata di permukaan. Saya hanya diminta Tuhan untuk membagi pengalaman apa yang saya dapatkan di kedalaman.
Mungkin, itulah tugas saya sebagai manusia.
(Penulis Denny Siregar, pengamat sosial, budaya, agama dan politik, tinggal di Jakarta)
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »