BentengSumbar.com --- Ebiet G. Ade datang ke Gedung KPK. Berkemeja lengan pendek dengan celana jeans yang berwarna senada, abu-abu. Penyanyi balada terkenal era 80-an ini bukan untuk diperiksa sebagai saksi, apalagi tersangka dalam sebuah kasus korupsi. Tapi, Ebiet yang terlahir dengan nama Abid Ghoffar bin Aboe Dja'far ini, datang memenuhi undangan Kanalkustik, sebuah program bincang dan musik bulanan Kanal KPK.
Ebiet berkisah tentang perjalanan hidup dan 35 tahun karier musiknya. Termasuk ketika ia meluncurkan album terbaru bertajuk Serenade di penghujung 2013. Ada salah satu lagu berjudul Bila Kita Ikhlas yang ia persembahkan khusus untuk sang istri tercinta.
“Ia rela memberikan seluruh hidupnya menemani saya. Ia juga yang mendorong saya untuk tidak korupsi, meskipun sebenarnya saya tidak punya kesempatan korupsi,” kata ayah empat anak ini.
Jangan terlalu banyak menuntut, Rizki telah dibagi
Pasrahkan saja semua kepada-Nya
Tugas kita masih sangat banyak, Menyelesaikan hidup dengan benar
Tak perlu merampas yang bukan bagian kita
Ikhlas saja
Penggalan pesan di atas, bagi Ebiet, terasa sangat berarti. Tidak menuntut terlalu banyak, ikhlas, pasrah, merasa cukup dan tidak merampas sesuatu yang bukan milik kita, adalah contoh sikap yang dicerminkan sang istri dalam menemani langkahnya. Ini yang hendak Ebiet kisahkan dalam lagunya.
Secara universal, lagu ini terasa pas menjadi esensi dari semangat dalam pemberantasan korupsi. Baginya, korupsi dimulai dari perasaan tidak ikhlas menerima apa yang telah diberikan Tuhan. “Istri tidak tidak cemburu dengan kekayaan tetangga, tentu tidak akan mendorong sang suami untuk mencuri. Selalu ada yang lebih di bawah kita sebenarnya,” katanya.
Tak hanya itu, lagu “Berita Kepada Kawan” juga memiliki pesan sama. Korupsi di sektor kehutanan seolah pas menjadi theme song-nya. Ebiet sejak lama telah memprediksi kerusakan alam akibat pembabatan dan korupsi di sektor sumber daya alam ini. Dampaknya, bukan hanya kerugian negara. Tetapi juga, “Ditelan bencana tanah ini,” kata Ebiet mengutip sepenggal lirik.
“Tuhan menciptakan hutan itu untuk menjaga ekosistem. Kelihatannya hutan kita dibuat tidak berdaya, untuk menjaga keseimbangan alam karena dibabat oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.”
Dalam acara itu, selain Ebiet, hadir pula Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan Busyro Muqoddas. Busyro yang juga mengagumi karya-karya Ebiet, menilai penting sebuah karya seni sebagai salah satu upaya pencegahan korupsi. Bagi Busyro, lagu Ebiet tak hanya menyentuh dan relevan dengan kondisi bangsa saat ini, melainkan juga memiliki ruh kemanusiaan spiritualitas yang tinggi, untuk menanamkan pesan moral bagi siapapun yang menikmati musiknya. Karena itu, bagi Busyro, lagu Ebiet menjadi penting sebagai salah satu upaya untuk memberikan “sentuhan” nilai kepada semua elemen bangsa untuk berperilaku jujur dan menghindari korupsi.
“Sebab, rakyat dan pejabat kita masih banyak yang jujur sebenanya. Mereka perlu sentuhan-sentuhan itu, dan sentuhan seni dan budaya itu menjadi bagian dari kebijakan pengembangan program KPK,” kata Busyro yang menekankan pentingnya peran seniman dalam pencegahan korupsi.
Menurut Busyro, karya-karya Ebiet, seolah telah merekam sejarah dan mampu meramal masa depan bangsa secara manusiawi. Dengan pendekatan itulah, Ebiet seolah telah memberi isyarat sejak lama, bahwa korupsi adalah musuh kemanusiaan. Apapun bangsa, rasa, suku dan agama seseorang.
Cerita soal ikhlas, kepedulian, bersyukur, kejujuran, merupakan nilai universal yang juga diperjuangkan KPK. Karena itu, cerita tentang korupsi sejatinya adalah cerita tentang kemanusiaan. “Melawan korupsi adalah upaya memuliakan manusia. Dan Ebiet telah melakukannya sejak karya pertamanya,” puji Busyro. (rel)
Ebiet berkisah tentang perjalanan hidup dan 35 tahun karier musiknya. Termasuk ketika ia meluncurkan album terbaru bertajuk Serenade di penghujung 2013. Ada salah satu lagu berjudul Bila Kita Ikhlas yang ia persembahkan khusus untuk sang istri tercinta.
“Ia rela memberikan seluruh hidupnya menemani saya. Ia juga yang mendorong saya untuk tidak korupsi, meskipun sebenarnya saya tidak punya kesempatan korupsi,” kata ayah empat anak ini.
Jangan terlalu banyak menuntut, Rizki telah dibagi
Pasrahkan saja semua kepada-Nya
Tugas kita masih sangat banyak, Menyelesaikan hidup dengan benar
Tak perlu merampas yang bukan bagian kita
Ikhlas saja
Penggalan pesan di atas, bagi Ebiet, terasa sangat berarti. Tidak menuntut terlalu banyak, ikhlas, pasrah, merasa cukup dan tidak merampas sesuatu yang bukan milik kita, adalah contoh sikap yang dicerminkan sang istri dalam menemani langkahnya. Ini yang hendak Ebiet kisahkan dalam lagunya.
Secara universal, lagu ini terasa pas menjadi esensi dari semangat dalam pemberantasan korupsi. Baginya, korupsi dimulai dari perasaan tidak ikhlas menerima apa yang telah diberikan Tuhan. “Istri tidak tidak cemburu dengan kekayaan tetangga, tentu tidak akan mendorong sang suami untuk mencuri. Selalu ada yang lebih di bawah kita sebenarnya,” katanya.
Tak hanya itu, lagu “Berita Kepada Kawan” juga memiliki pesan sama. Korupsi di sektor kehutanan seolah pas menjadi theme song-nya. Ebiet sejak lama telah memprediksi kerusakan alam akibat pembabatan dan korupsi di sektor sumber daya alam ini. Dampaknya, bukan hanya kerugian negara. Tetapi juga, “Ditelan bencana tanah ini,” kata Ebiet mengutip sepenggal lirik.
“Tuhan menciptakan hutan itu untuk menjaga ekosistem. Kelihatannya hutan kita dibuat tidak berdaya, untuk menjaga keseimbangan alam karena dibabat oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.”
Dalam acara itu, selain Ebiet, hadir pula Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan Busyro Muqoddas. Busyro yang juga mengagumi karya-karya Ebiet, menilai penting sebuah karya seni sebagai salah satu upaya pencegahan korupsi. Bagi Busyro, lagu Ebiet tak hanya menyentuh dan relevan dengan kondisi bangsa saat ini, melainkan juga memiliki ruh kemanusiaan spiritualitas yang tinggi, untuk menanamkan pesan moral bagi siapapun yang menikmati musiknya. Karena itu, bagi Busyro, lagu Ebiet menjadi penting sebagai salah satu upaya untuk memberikan “sentuhan” nilai kepada semua elemen bangsa untuk berperilaku jujur dan menghindari korupsi.
“Sebab, rakyat dan pejabat kita masih banyak yang jujur sebenanya. Mereka perlu sentuhan-sentuhan itu, dan sentuhan seni dan budaya itu menjadi bagian dari kebijakan pengembangan program KPK,” kata Busyro yang menekankan pentingnya peran seniman dalam pencegahan korupsi.
Menurut Busyro, karya-karya Ebiet, seolah telah merekam sejarah dan mampu meramal masa depan bangsa secara manusiawi. Dengan pendekatan itulah, Ebiet seolah telah memberi isyarat sejak lama, bahwa korupsi adalah musuh kemanusiaan. Apapun bangsa, rasa, suku dan agama seseorang.
Cerita soal ikhlas, kepedulian, bersyukur, kejujuran, merupakan nilai universal yang juga diperjuangkan KPK. Karena itu, cerita tentang korupsi sejatinya adalah cerita tentang kemanusiaan. “Melawan korupsi adalah upaya memuliakan manusia. Dan Ebiet telah melakukannya sejak karya pertamanya,” puji Busyro. (rel)
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »