Diperankan oleh model |
Lahirnya ide soal Perda Zina ini tak terlepas dari kekhawatiran sebagian pihak terhadap maraknya prostitusi di Ranah Bingkuang. Kaum adat dan kaum agama merasa gerah, sehingga ketika ide itu dilontarkan mereka sambut dengan antusias.
Tapi, apakah pemberantasan maksiat di kota ini harus mesti dengan membuat Perda Zina? Kalau iya, tentu Ranah Bingkuang sebagai bagian dari Minangkabau akan berpedoman kepada adat dan agama orang Minang dalam menyusun Perda tersebut. Sebab, di Minangkabau berlaku falsafah adat, "Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah, Syarak Mangato Adat Mamakai."
Dalam Ranperda yang sedang digodok tersebut, mestilah berpedoman kepada hukum jinayah (Pidana) Islam dalam hal perzinahan, pembuktian zina, dan hukuman zina. Sebab kalau tidak, tentu Perda itu akan kehilangan roh dan sekedar melegitimasi tindakan 'brutal' pasukan penegak Perda di lapangan.
Apatah lagi, dalam hukum pidana Islam, pembuktian zina itu sangatlah sulit, karena harus disaksikan oleh dua orang saksi yang adil perbuatan zina yang dilakukan oleh kedua pasangan. Dua saksi yang adil itu harus benar-benar menyaksikan dan yakin zakar laki-laki masuk ke lobang vagina si perempuan. Satu saja saksi itu ragu atas kesaksiannya, maka batallah hukum zina kepada si tertuduh. Dan saksi yang memberikan kesaksian palsu harus dikenakan hukuman cambuk.
Pada zaman pemerintahan Umar bin Khattab terdapat kasus dimana seorang Sahabat Nabi telah dikatakan oleh beberapa orang bahwa ia telah berzina. Pada mulanya ada 4 orang saksi yang menyaksikan tetapi satu orang saksi ternyata tidak yakin dengan peristiwa tersebut. Sahabat yang dimaksud adalah Mughirah bin Syu’bah sedangkan yang bersaksi adalah Abu Bakrah, Nafi’, Syibil bin Ma’bad dan Ziyad bin Abihi. Dua diantara mereka adalah sahabat Nabi yaitu Abu Bakrah dan Nafi’.
Diriwayatkan Al Hafiz Abu Bakar Baihaqi dalam Sunan Baihaqi 8/234 no 16819 dari Qusamah bin Zuhair yang berkata “Ketika ada permasalahan antara Abu Bakrah dengan Mughirah dan dilaporkan maka kemudian Umar meminta kesaksian. Abu Bakrah, Syibil bin Ma’bad, dan Abu Abdullah Nafi’ memberikan kesaksian. Umar berkata setelah mereka memberikan kesaksian, “Masalah ini membuat Umar dalam kesulitan”. Kemudian Ziyad datang, Umar berkata kepadanya, “bersaksilah insya Allah kecuali yang haq” . Maka Ziyad berkata, “Adapun zina, maka aku tidak menyaksikan dia berzina. Namun aku melihat sesuatu yang buruk”. Umar berkata, “Allahu Akbar, hukumlah mereka”. Oleh karena itu dicambuklah mereka bertiga. Kemudian setelah dicambuk oleh Umar, Abu Bakrah berkata, “ Saya bersaksi bahwa sesungguhnya dia Mughirah berzina”. Umar RA hendak mencambuknya lagi, namun Ali RA mencegahnya seraya berkata kepada Umar, “Jika engkau mencambuknya lagi, maka rajamlah sahabatmu itu”. Maka Umar mengurungkan niatnya dan tidak mencambuk Abu Bakrah lagi”.
Hadis ini adalah salah satu dari sekian banyak hadis dalam masalah ini dan hadis riwayat Baihaqi ini telah dinyatakan shahih oleh Syaikh Al Albani dalam Irwa Al Ghalil 8/37. Abu Bakrah RA adalah salah seorang Sahabat Nabi SAW sebagaimana yang diebutkan Ibnu Hajar dalam At Taqrib 2/251 dan dia dengan jelas bersaksi menyatakan bahwa Mughirah bin Syu’bah telah berzina. Kenyataan ini hanya memiliki dua kemungkinan. Abu Bakrah benar akan kesaksiannya sehingga dalam hal ini Mughirah memang berzina atau malah Mughirah tidak berzina sehingga dalam hal ini Abu Bakrah telah memberikan kesaksian palsu.
Bahkan banyak riwayat yang menyatakan, Imam Ali Ra acap menegur Khalifah Umar bin Khatab Ra soal pembuktian zina dan hukuman yang diterapkan kepada pelaku zina.
"Telah menceritakan kepada kami 'Affan telah menceritakan kepada kami Hammad dari 'Atho` bin As Sa`ib dari Abu Dzabyan Al Jambi bahwa didatangkan seorang wanita yang telah berbuat zina ke hadapan Umar bin Khattab, kemudian memerintahkan untuk merajamnya, maka orang-orang membawanya untuk merajamnya, tetapi (ditengah perjalanan) mereka bertemu dengan Ali Radhiallah 'anhu. Ali Radhiallah 'anhu bertanya; "Ada apa ini?" mereka menjawab; "Dia telah berzina dan Umar menyuruh merajamnya." Ali melepaskannya dari tangan mereka dan mencegah mereka, kemudian mereka kembali kepada Umar, (Sesampainya disana) Umar bertanya; "Apa yang menyebabkan kalian kembali?" Mereka menjawab; "Ali Radhiallah 'anhu." Umar berkata; "Tidaklah Ali melakukan hal ini kecuali karena sesuatu yang dia ketahui?" maka diutuslah seseorang kepada Ali kemudian dia datang dengan agak marah, Umar bertanya; "Kenapa kamu mencegah mereka?" Ali menjawab; Tidakkah kamu mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Diangkat catatan amal dari tiga orang: orang yang tidur sehingga dia bangun, anak kecil sehingga dia menjadi dewasa dan orang gila sampai dia berakal?" Umar menjawab; "Ya." Ali Radhiallah 'anhu berkata; "Sesungguhnya wanita ini gila, dari Bani Fulan, kemungkinan ada orang yang memperkosanya saat dia gila." Umar berkata; "Aku tidak tahu." Ali berkata; "Saya juga tidak tahu." maka Umar tidak jadi merajamnya. (Musnad Ahmad Hadis No. 1258)
Namun, jika pengakuan perbuatan zina itu datang dari si kedua pelaku, atau disaksikan oleh dua orang saksi yang adil tanpa keraguan, maka hukuman itu wajib dilaksanakan.
Telah menceritakan kepada kami Husyaim dan Abu Ibrahim Al Mu'aqqib dari Husyaim telah memberitakan kepada kami Hushain dari Asy Sya'bi berkata; "Di hadapkan seorang budak perempuan milik Sa'id bin Qais kepada Ali Radliallah 'anhudli Allahu 'anhu, dan budak tersebut telah menikah dan berzina." Asy Sya'bi berkata; maka Ali Radliallah 'anhu memukulnya dengan seratus kali lalu merajamnya, dan dia berkata; "Saya menjilidnya dengan kitab Allah dan saya merajamnya dengan sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam." (Musnad Ahmad Hadis No. 898)
Telah menceritakan kepada kami Husyaim telah menceritakan kepada kami Isma'il bin Salim dari Asy Sya'bi berkata; seorang pezina yang telah menikah dihadapkan kepada Ali Radliallah 'anhudli Allahu 'anhu, maka dia menjilidnya seratus kali pada Hari Kamis dan merajamnya pada Hari Jum'at. Maka ada yang bertanya; "Kenapa anda mengumpulkan dua hukuman?" Dia menjawab; "Saya menjilidnya dengan kitab Allah dan saya merajamnya dengan sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam." (Musnad Ahmad Hadis No. 897)
Telah menceritakan kepada kami Waki' Telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Abdul A'la Ats Tsa`labi dari Abu Jamilah Ath Thuhawi dari Ali, bahwa salah seorang budak Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melakukan perbuatan dosa (berzina), kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan kepadaku agar menegakkan hukum had atasnya, lalu aku menemuinya dan aku dapati darahnya belum kering (masih dalam kondisi nifas), maka aku menemui beliau dan menceritakannya, kemudian beliau bersabda:"Apabila darahnya telah kering, maka tegakkanlah hukum had atasnya, tegakkanlah hukum hukum had atas budak-budak yang kalian miliki." (Musnad Ahmad Hadis No. 698)
Telah menceritakan kepada kami Muhammad Bin Ja'far Telah menceritakan kepada kami Syu'bah aku mendengar Abdul A'la bercerita dari Abu Jamilah dari Ali, bahwa ada seorang budak wanita berzina kemudian dia hamil, maka Ali datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan menceritakannya, kemudian beliau berkata kepadanya: "Biarkan dia sampai melahirkan atau sampai mempunyai anak, kemudian deralah dia." (Musnad Ahmad Hadis No. 641)
Telah menceritakan kepada kami Affan Telah menceritakan kepada kami Hammad Bin Salamah telah memberitakan kepada kami Al Hajjaj dari Al Hasan Bin Sa'd dari bapaknya bahwa Yohannas dan Shafiyyah keduanya adalah tawanan Khumus (hasil perang yang lima persennya untuk Allah dan RasulNya), kemudian Shafiyyah berzina dengan seorang lelaki dari tawanan khumus juga dan melahirkan seorang anak, kemudian laki-laki pezina dan Yohannas saling mengaku sehingga mereka berselisih di hadapan Utsman, kemudian Utsman membawanya kepada Ali Bin Abu Thalib, maka Ali berkata; "Aku putuskan perkara keduanya dengan keputusan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, bahwa anak itu menjadi milik yang punya tempat tidur (suami) dan orang yang berzina baginya batu, " kemudian dia menjilid keduanya lima puluh kali lima puluh kali." (Musnad Ahmad Hadis No. 779
Demikian beberapa riwayat soal zina, pembuktian zina, tata cara pelaksanaan hukum zina, dan bentuk hukuman bagi pelaku zina. Pertanyaanya, apakah Ranperda yang sedang digodok itu juga mempertimbangkan aspek jinayah Islam, atau hanya sekedar memuat aturan yang justru dikhawatirkan bertentangan dengan hukum jinayah Islam.
Kalau memang Ranperda itu bertujuan untuk penerapan syariat Islam dalam rangka pemberantasan maksiat atau prostitusi, maka sudah seharusnya memperhatikan hukum jinayah Islam secara keseluruhan. Kalau tidak, Ranperda itu hanya akan menjadi bumerang karena sekedar melegitimasi perbuatan 'brutal' pasukan penegak Perda nantinya.
Belum tentu orang berzina, hanya kebetulan mengurus urusan bisnis di hotel, tapi sudah dikatakan berzina, moral orang tercemar, dan hukuman sembarang dikenakan. Atau taroklah tertangkap tangan bugil berduaan, tapi tidak kelihatan masuk zakar kedalam lobang vagina, maka belum tentu juga dikatakan berzina, sebagaimana kasus Mughirah bin Syu'abah.
Wallahu'alam bishawab.
Ditulis Oleh :
Zamri Yahya, SHI
Alumnus Jinayah Siyasah IAIN Imam Bonjol Padang
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »