SEJAK reformasi bergulir, kran demokrasi di negeri ini terbuka lebar.
Terlebih sejak pemilihan presiden dan kepala daerah dilakukan secara
langsung, hampir setiap tahun di negeri ini diadakan pesta pemilihan
kepala daerah, dan lima tahun sekali diadakan pemilihan presiden serta
wakil rakyat.
Kran demokrasi yang menganga itu juga memberikan peluang besar bagi kaum perempuan untuk ikut serta dalam kancah pemilihan presiden, pemilihan umum anggota DPR/DPD dan kepala daerah. Kesempatan untuk menduduki posisi tersebut juga terbuka bagi kaum perempuan. Sebut saja, Megawati Soekarno Putri pernah menjadi presiden RI menggantikan KH. Abdurrahman Wahid. Ratu Atut menjadi Gubernur Banten.
Pada pemilihan walikota Padang yang akan digelar tahun ini, setidaknya peluang itu juga terbuka bagi kaum perempuan. Adalah Emma Yohana merupakan satu-satunya calon walikota yang berasal dari kaum perempuan. Saat ini, Emma Yohana masih tercatat sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI).
Munculnya nama Emma Yohana sebagai calon walikota Padang memberikan pendidikan politik yang dapat membangkitkan gairah berpolitik bagi kaum perempuan di kota ini. Politik tidak lagi tabu bagi kaum perempuan, sebab sudah banyak calon-calon perempuan yang berkompetisi pada ajang pemilihan kepala daerah dan pemilu.
Tapi apakah gairah berpolitik yang dimunculkan Emma Yohana tersebut akan mampu mengantarkannya kepada kursi walikota Padang? Belum tentu. Sebab, "miliek contoh ka nan sudah, maliek tuah ka nan manang," kaum perempuan di daerah ini masih dikungkung oleh pemikiran bahwa politik itu bukan urusan kaum hawa, tetapi urusan kaum Adam.
Apatah lagi, secara awam orang Minang memahami, ajaran agamanya 'melarang' kaum perempuan menjadi imam (baca pemimpin) atas kaum lelaki. Walau pemahaman awam itu diperdebatkan oleh kaum feminim dan emansipasi wanita. Pergulatan pemikiran dan perdebatan soal itu masih berlangsung saat ini.
Padahal, sejarah Islam mencatat, bahkan dalam al Quran sendiri diceritan soal Ratu Balqis. Demikian juga di beberapa kerajaan tempo dulu di Indonesia, pernah bercokol raja-raja perempuan. Tapi tetap saja kaum perempuan dianggap 'kurang' layak memimpin atau menjadi imam.
Soal kepemimpinan kaum perempuan pada suatu negeri, sumber otentik Islam menceritakan, bahwa saat kerajaan Persia dipimpin perempuan, maka Rasulullah SAW bersabda, "Tak akan baik keadaan sebuah kaum yang mengangkat wanita sebagai pemimpin urusan mereka." (HR Bukhari dan Muslim).
Hadis ini tercatat di sahih Bukhari dan Muslim serta kitab-kitab hadis standar lainnya. Hadis ini dijadikan dasar oleh kelompok agamawan dan orang-orang yang menolak kepemimpinan kaum perempuan. Sebab, kepemimpinan perempuan hanya dianggap akan menimbulkan 'fitnah', karena kaum perempuan dinilai 'lemah' dalam menentukan sikap dan mengambil kebijakan.
Akankah Emma Yohana akan mengurai pemikiran awam tersebut? Itu semua tentu berpulang kepada Bundo Kandung di Ranah Bingkuang. Jika Emma Yohana terpilih pada pilkada Kota Padang, tentu ini akan menjadi lompatan sejarah, tak hanya bagi Ranah Bingkuang, tetapi juga Ranah Minang secara keseluruhan, dan akan menjadi pertanda 'kaum perempuan' Minang tak lagi menganggap tabu kepemimpinan perempuan.
Kran demokrasi yang menganga itu juga memberikan peluang besar bagi kaum perempuan untuk ikut serta dalam kancah pemilihan presiden, pemilihan umum anggota DPR/DPD dan kepala daerah. Kesempatan untuk menduduki posisi tersebut juga terbuka bagi kaum perempuan. Sebut saja, Megawati Soekarno Putri pernah menjadi presiden RI menggantikan KH. Abdurrahman Wahid. Ratu Atut menjadi Gubernur Banten.
Pada pemilihan walikota Padang yang akan digelar tahun ini, setidaknya peluang itu juga terbuka bagi kaum perempuan. Adalah Emma Yohana merupakan satu-satunya calon walikota yang berasal dari kaum perempuan. Saat ini, Emma Yohana masih tercatat sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI).
Munculnya nama Emma Yohana sebagai calon walikota Padang memberikan pendidikan politik yang dapat membangkitkan gairah berpolitik bagi kaum perempuan di kota ini. Politik tidak lagi tabu bagi kaum perempuan, sebab sudah banyak calon-calon perempuan yang berkompetisi pada ajang pemilihan kepala daerah dan pemilu.
Tapi apakah gairah berpolitik yang dimunculkan Emma Yohana tersebut akan mampu mengantarkannya kepada kursi walikota Padang? Belum tentu. Sebab, "miliek contoh ka nan sudah, maliek tuah ka nan manang," kaum perempuan di daerah ini masih dikungkung oleh pemikiran bahwa politik itu bukan urusan kaum hawa, tetapi urusan kaum Adam.
Sejarah Minangkabau memang menceritakan bahwa Bundo Kanduang memiliki peran yang vital bagi keberlangsungan kehidupan orang Minang. Semua asset secara adat menjadi 'milik' Bundo Kanduang, sedangkan lelaki Minang hanya melakukan pengelolaan. Suku pun juga diturunkan secara adat melalui jalur ibu. Tapi peran besar Bundo Kanduang itu belum tentu 'memiliki arti' bagi perjuangan kaum perempuan pada kancah politik praktis.
Apatah lagi, secara awam orang Minang memahami, ajaran agamanya 'melarang' kaum perempuan menjadi imam (baca pemimpin) atas kaum lelaki. Walau pemahaman awam itu diperdebatkan oleh kaum feminim dan emansipasi wanita. Pergulatan pemikiran dan perdebatan soal itu masih berlangsung saat ini.
Padahal, sejarah Islam mencatat, bahkan dalam al Quran sendiri diceritan soal Ratu Balqis. Demikian juga di beberapa kerajaan tempo dulu di Indonesia, pernah bercokol raja-raja perempuan. Tapi tetap saja kaum perempuan dianggap 'kurang' layak memimpin atau menjadi imam.
Soal kepemimpinan kaum perempuan pada suatu negeri, sumber otentik Islam menceritakan, bahwa saat kerajaan Persia dipimpin perempuan, maka Rasulullah SAW bersabda, "Tak akan baik keadaan sebuah kaum yang mengangkat wanita sebagai pemimpin urusan mereka." (HR Bukhari dan Muslim).
Hadis ini tercatat di sahih Bukhari dan Muslim serta kitab-kitab hadis standar lainnya. Hadis ini dijadikan dasar oleh kelompok agamawan dan orang-orang yang menolak kepemimpinan kaum perempuan. Sebab, kepemimpinan perempuan hanya dianggap akan menimbulkan 'fitnah', karena kaum perempuan dinilai 'lemah' dalam menentukan sikap dan mengambil kebijakan.
Akankah Emma Yohana akan mengurai pemikiran awam tersebut? Itu semua tentu berpulang kepada Bundo Kandung di Ranah Bingkuang. Jika Emma Yohana terpilih pada pilkada Kota Padang, tentu ini akan menjadi lompatan sejarah, tak hanya bagi Ranah Bingkuang, tetapi juga Ranah Minang secara keseluruhan, dan akan menjadi pertanda 'kaum perempuan' Minang tak lagi menganggap tabu kepemimpinan perempuan.
Wallahu'alam
bishawab.
Ditulis Oleh :
Zamri Yahya, SHI
Wakil I Ketua Persatuan Media Sumatera Barat (PMSB)
Zamri Yahya, SHI
Wakil I Ketua Persatuan Media Sumatera Barat (PMSB)
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »