 |
| Katib Syuriah PBNU, KH Nurul Yakin Ishaq, mengkritik adanya ultimatum Rais Aam KH Miftachul Akhyar kepada Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf alias Gus Yahya yang meminta mundur dari jabatannya. |
BENTENGSUMBAR.COM - Ketegangan internal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) semakin mencuat ke publik. Katib Syuriah PBNU, KH Nurul Yakin Ishaq, mengkritik adanya ultimatum Rais Aam KH Miftachul Akhyar kepada Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf alias Gus Yahya yang meminta mundur dari jabatannya.
Menurut Kiai Nurul Yakin, langkah tersebut tidak memiliki dasar dalam peraturan organisasi maupun syariat. Karena itu, ultimatum tersebut dinilainya tidak dapat menjadi legitimasi untuk memberhentikan Ketua Umum PBNU.
“AD/ART NU menetapkan bahwa Ketua Umum merupakan mandataris Muktamar. Karena itu, pemberhentian hanya dapat dilakukan melalui Muktamar, bukan melalui mekanisme lain,” kata Kiai Nurul Yakin dalam keterangan tertulis, Rabu (26/11).
Ia juga menilai, Rapat Harian Syuriah tidak memiliki kewenangan untuk memberhentikan Ketua Umum, termasuk dalam urusan pemberhentian pengurus lembaga di bawah PBNU. Selain persoalan kewenangan, ia menyoroti absennya Ketua Umum dalam rapat yang membahas keputusan terhadap dirinya.
“Keputusan yang tidak menghadirkan pihak yang menjadi objek keputusan merupakan cacat prosedur, bahkan batil secara syariat,” tegasnya.
Di tengah memanasnya situasi internal PBNU, Kiai Nurul Yakin mendorong penyelesaian melalui jalur islah (rekonsiliasi) antara Rais Aam dan Ketua Umum. Sebab, Ketua Umum telah menyatakan kesediaannya untuk melakukan islah demi menjaga keutuhan organisasi.
“Jika upaya islah ditolak, maka itu berarti membuka peluang terjadinya perpecahan di NU,” ucapnya.
Sebagaimana diketahui, dinamika internal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) bergejolak setelah terbitnya risalah rapat harian Syuriah yang meminta Ketua Umum PBNU, Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya, mengundurkan diri dari jabatannya. Dokumen tersebut menjadi sorotan publik sejak Jumat (21/11).
Dalam risalah rapat harian itu, Syuriyah PBNU menyampaikan permintaan agar Gus Yahya mundur dari kursi ketua umum. Terdapat sejumlah poin yang menjadi alasan di balik rekomendasi tersebut.
Pertama, rapat menyatakan bahwa diundangnya narasumber yang dianggap memiliki hubungan dengan jaringan Zionisme Internasional dalam kegiatan Akademi Kepemimpinan Nasional Nahdlatul Ulama (AKN NU) dinilai melanggar nilai dan ajaran Ahlussunnah wal Jamaah An-Nahdliyah, serta bertentangan dengan Muqaddimah Qanun Asasi NU.
Kedua, pelaksanaan AKN NU dengan narasumber terkait jaringan Zionisme Internasional di tengah praktik genosida dan kecaman dunia internasional terhadap Israel dinilai memenuhi ketentuan Pasal 8 huruf a Peraturan Perkumpulan NU Nomor 13 Tahun 2025.
Ketiga, rapat menyoroti tata kelola keuangan di lingkungan PBNU yang dianggap mengindikasikan pelanggaran terhadap hukum syara’, peraturan perundang-undangan yang berlaku, Pasal 97–99 Anggaran Rumah Tangga NU, serta Peraturan Perkumpulan NU lainnya. Temuan tersebut dinilai berpotensi membahayakan eksistensi Badan Hukum Perkumpulan NU.
Namun, hasil Rapat Alim Ulama PBNU yang digelar di kantor PBNU, Jakarta Pusat, pada Minggu (23/11) malam, menegaskan bahwa tidak ada pemakzulan terhadap Gus Yahya.
“Sepakat kepengurusan PBNU harus selesai sampai satu periode yang muktamarnya kurang lebih satu tahun lagi. Semuanya, tidak ada pemakzulan, tidak ada pengunduran diri, semua sepakat begitu. Semua gembleng 100 persen ini,” ujar Katib Aam PBNU, Ahmad Said Asrori, Minggu (23/11) malam. (*)
Sumber: Jawapos. com